Awal yang baru

1627 Words
Olivia kini mulai menata kehidupannya yang baru. Ia tau, tidak mudah menyandang status barunya yang menjadi seorang janda di usianya yang masih sangat muda. Akan banyak orang yang memandangnya sebelah mata. Seperti perebut laki orang dan masih banyak lagi. Tapi, Olivia itu wanita yang kuat. Ia tidak akan peduli dengan cemooh semua orang. Baginya, hidupnya hanya miliknya, tidak ada yang berhak untuk menghina status jandanya. Toh, semua itu juga bukan jalan hidup yang ia inginkan. Olivia membuka kedua matanya secara perlahan, ia mengerjapkan kedua matanya berkali-kali saat cahaya sinar matahari masuk dari celah jendela kamarnya dan menerpa wajah cantiknya. Setelah perceraiannya dengan Rian, Olivia kembali tinggal di rumahnya. Rumah minimalis peninggalan kedua orang tuanya. Rumah yang penuh dengan kenangan masa kecilnya bersama dengan kedua orang tuanya. Olivia menguap berkali-kali, ia lalu mengubah posisinya menjadi duduk. “Jam berapa sekarang?” Olivia lalu menatap jam dinding yang menempel di dinding kamarnya. Kedua matanya sontak langsung membulat dengan sempurna. “Astaga! Gue bangun kesiangan lagi! bisa mati gue kalau sampai Pak Farhan sampai di kantor lebih dulu.” Olivia langsung bergegas turun dari ranjang, berlari menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Setelah selesai mandi, Olivia mengambil pakaian kerja di lemari pakaiannya. Olivia berdiri di depan cermin yang ada di lemari pakaiannya. Saat ini Olivia mengenakan kemeja berwarna biru laut, yang didominasi dengan rok span berwarna biru dongker dengan tinggi di selutut. Tidak lupa, Olivia mempoles wajahnya dengan make up tipis. Meskipun tidak memakai make up, Olivia tetap terlihat cantik. Apalagi bentuk tubuhnya yang sangat ideal hingga membuat para kaum adam tidak henti untuk menatapnya. “Gue harus berangkat sekarang juga. Selama ini gue nggak pernah datang terlambat ke kantor, itu sebabnya Pak Farhan suka dengan kinerja gue selama ini.” Olivia mengambil tas jinjingnya yang biasa dipakainya untuk bekerja. Hanya tas jinjing biasa, bukan tas branded ya. Olivia bergegas keluar dari kamarnya, berlari keluar dari rumahnya dan tak lupa mengunci pintu rumahnya. Meskipun rumahnya sangat sederhana, dan bahkan tidak ada barang berharga apapun di dalamnya, tapi Olivia tetap menjaga agar rumahnya tetap aman. “Taksi!” teriak Olivia sambil melambaikan tangannya saat melihat taksi yang melintas. Olivia lalu membuka pintu taksi dan masuk ke dalam taksi saat taksi itu berhenti tepat di depannya. Taksi mulai melaju setelah Olivia mengatakan tujuannya kepada supir taksi. Olivia Aretha, bekerja menjadi sekretaris CEO di perusahaan tempatnya bekerja. Ia sudah bekerja selama 2 tahun. Semenjak menjadi sekretaris, kehidupan Olivia mulai berjalan dengan normal. Ia juga bisa melunasi hutang yang ditinggalkan oleh kedua orang tuanya sebelum meninggal dunia. Hutang yang tak sedikit jumlahnya. Olivia harus membayarnya secara bertahap setiap bulan bahkan dengan bunga yang tak sedikit. Bahkan hampir seluruh gaji Olivia digunakan untuk melunasi hutang yang menggunung. Tapi, kini Olivia bisa bernafas lega, karena kini ia bisa menikmati gajinya sepenuhnya. Setelah membayar ongkos taksi sesuai yang tertera di argo taksi itu, Olivia keluar dari taksi. Kini ia tengah berdiri di depan gedung yang menjulang tinggi. Gedung yang terdiri dari lima lantai itu, tak lain adalah perusahaan tempat Olivia mengais rejeki untuk melanjutkan hidupnya. “Olivia semangat! Kamu harus terus maju, jangan takut untuk menghadapi kenyataan yang ada di depan mata.” Olivia kini tengah menyemangati hidupnya sendiri. Mungkin saat ini, seluruh karyawan kantor tempatnya bekerja, tengah membicarakan dirinya yang kini tengah berstatus janda. Apalagi pernikahannya yang masih terbilang muda—6 bulan pernikahan. Olivia mengambil nafas, lalu menghembuskannya secara perlahan. Ia lalu melangkahkan kakinya masuk ke dalam lobi kantornya. Olivia merasa, begitu banyak mata yang kini tengah menatapnya. Tapi, ia sama sekali tidak peduli. “Hai, Via,” sapa Ardi, sahabat Olivia. “Hai. Tumben lo jam segini baru berangkat,” sapa Olivia balik. Mereka kini berjalan beriringan menuju lift. “Mobil gue mogok. Padahal belum lama ini gue bawa ke bengkel untuk diservis,” keluh Ardi. “Mobil lo kan sudah tua, mungkin minta ganti baru itu mobil.” “Mana punya duit gue. Lo kan tau, gaji gue buat berobat Ibu gue.” Olivia kadang merasa kasihan melihat nasib sahabatnya itu. Tapi, jika dibandingkan Ardi, dulu hidupnya lebih mengenaskan. Bahkan Olivia pernah hanya bisa makan pakai mie instan selama satu bulan hanya karena uangnya mulai menipis. “Gue doain moga bulan ini lo dapat bonus,” doa Olivia tulus. Ardi merangkul bahu Olivia. “Lo emang sahabat terbaik gue.” “Ya nggak usah pakai modus gini juga kali,” sindir Olivia sambil menyingkirkan lengan Ardi dari bahunya. “Ca elah... baru juga peluk, belum gue cium,” godanya sambil mengacak rambut Olivia. Ardi dulu pernah menaruh hati pada Olivia, tapi Olivia keburu menerima lamaran Rian sebelum ia sempat menyatakan perasaannya. Ia juga merasa sedih, saat mendengar nasib pernikahan Olivia yang akhirnya kandas ditengah jalan. “Jangan macam-macam lo, gue nggak mau sampai Rena salah paham nantinya sama gue.” Ardia dan Olivia masuk ke dalam lift. Olivia menekan tombol angka 4, karena ruang CEO ada di lantai 4 gedung itu. Begitu juga dengan Ardi dan Rena, mereka juga bekerja di lantai 3 tapi di bagian divisi yang berbeda. Olivia mengetuk pintu ruangan CEO perusahaan itu. “Masuk,” sahut seseorang yang ada di dalam ruangan itu. Olivia membuka pintu ruangan itu secara perlahan, ia lalu melangkahkan kakinya masuk ke dalam ruangan itu. “Maaf, Pak. Saya ingin menyerahkan berkas yang akan digunakan untuk meeting siang ini.” Olivia lalu meletakkan berkas yang ia bawa ke atas meja. Farhan—yang tak lain CEO perusahaan itu, mengambil berkas yang tadi diletakkan Olivia ke atas mejanya. Ia lalu mulai membaca berkas itu. “Tolong nanti kamu kumpul kan semua karyawan di ruang meeting. Ada yang ingin saya sampaikan kepada mereka semua,” titahnya. Olivia menganggukkan kepalanya. “Baik, Pak. Kalau begitu, saya pamit undur diri.” Setelah mendapat anggukkan dari atasannya, Olivia melangkah menuju pintu dan keluar dari ruangan itu. Olivia mendudukkan tubuhnya di kursi kerjanya. Ia lalu mengambil ponselnya dari dalam tasnya. Olivia ingin menghubungi Rena. “Halo, Ren,” sahutnya saat panggilan itu mulai tersambung. “Ada lo telpon gue di jam kerja gini?” “Tolong nanti lo suruh semua karyawan untuk berkumpul di ruang meeting. Ada yang ingin pak bos sampaikan.” “Apa akan ada kenaikan gaji ya? Atau bonus akhir tahun mungkin?” tebak Rena sambil menghayal itu akan jadi kenyataan. “Woy... bangun! bangun dari mimpi lo itu.” “Ya... siapa tau kan beneran. Gue bisa shopping nanti,” ucap Rena sambil senyum-senyum sendiri. “Terserah! Jangan lupa, awas kalau lo sampai lupa!” Olivia lalu mengakhiri panggilan itu. “Semoga aja tebakkan Rena benar. Aku juga mau shopping. Mana baju-baju aku udah pada jelek semua. Mana Rian nggak pernah sekalipun membelikan aku baju baru.” "Astaga! Ngomong apa sih gue. Kenapa gue masih aja mengingatnya? Dia bahkan saat pasti tengah bersenang-senang dengan pasangan barunya. Membayangkannya aja aku merasa jijik." Saat ini semua karyawan tengah berkumpul di ruang meeting. Mereka sangat penasaran, kenapa mereka disuruh berkumpul di ruangan itu. Ada yang menebak seperti Rena—kenaikan gaji dan tambahan bonus untuk akhir tahun. Ada juga yang menebak kalau ada karyawan yang melakukan kesalahan dan akan disidang di depan semua karyawan. Lain halnya dengan Ardi. Ia malah memanfaatkan situasi itu untuk menempel pada Rena—kekasih yang baru ia pacari selama 2 bulan. “Sayang, bagaimana kalau malam minggu ini kita pergi nonton. Sudah lama juga kita nggak pergi nonton.” “Ok, tapi lo yang traktir ya,” jawab Rena dengan senyuman di wajahnya. Ardi menggenggam tangan Rena lalu mengecupnya. “Siap. Apa sih yang enggak buat Sayangku,” ucapnya sambil mencolek hidung mancung Rena. Pintu ruang meeting di buka dari luar. Farhan selaku CEO perusahaan itu masuk ke dalam ruang meeting dan diikuti oleh Olivia di belakangnya. Ruangan yang awalnya sangat berisik, kini berubah menjadi sunyi. Bahkan tak ada lagi yang berani bersuara setelah sang Bos masuk ke dalam ruangan itu. Farhan berdehem. “Selamat siang semua,” sapanya dengan ramah. “Siang, Pak.” Semua karyawan menjawab dengan serempak. “Kalian semua pasti merasa penasaran, kenapa saya meminta kalian semua untuk berkumpul di ruangan ini. Pertama-tama, saya ingin mengucapkan terima kasih, karena kinerja kalian selama ini.” “Saya merasa puas dengan hasil kerja kalian selama ini. Saya berharap, semoga kedepannya kalian bisa lebih baik dari sekarang.” “Sebagai ucapan terima kasih saya atas kerja keras selama ini. Maka, gaji yang akan kalian terima bulan ini akan saya berikan 2 kali lipat dari gaji yang biasa kalian terima.” Semua karyawan bertepuk tangan dan mengucapkan terima kasih kepada atasannya itu. Sifat rendah hati yang Farhan miliki itulah yang membuat para karyawannya selalu menghormatinya. Mereka bahkan tidak pernah mengeluh, jika pekerjaan mereka mulai menumpuk. Karena apa yang akan mereka dapatkan sebanding dengan kerja keras mereka selama ini. “Ada satu hal lagi yang perlu saya sampaikan kepada kalian semua.” Semua karyawan menajamkan pendengarannya. Mereka tidak ingin sampai melewatkan pengumuman apalagi yang akan diumumkan oleh atasan mereka itu. “Mulai minggu depan. Kalian tidak akan bekerja dibawah pimpinan saya lagi.” Semua karyawan yang ada di ruangan itu membulatkan kedua matanya. Mereka terlihat begitu terkejut. Mereka juga penasaran, siapa yang akan menjadi atasan mereka nantinya. Apakah akan sebaik bos nya sekarang? Bukan hanya karyawan yang ada di ruangan itu yang terkejut. Tapi, Olivia yang saat ini duduk di samping Pak Farhan, juga merasa terkejut. Bagaimana Olivia tidak terkejut karena ini menyangkut masa depannya. "Apa? yang akan menjadi pimpinan perusahaan ini bukan lagi Pak Farhan? Gue akan bekerja untuk orang lain? Bagaimana kalau ternyata dia nggak sebaik Pak Farhan? Bagaimana kalau dia galak dan menakutkan?" gumam Olivia dalam hati. "Astaga! Baru juga gue mau menikmati gaji full gue. Sekarang malah akan ada masalah baru. Semoga aja pengganti Pak Farhan nanti juga sebaik Pak Farhan. Dengan begitu, gue akan betah kerja disini," gumam Olivia dalam hati.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD