4. Apa Ini Kencan?

1014 Words
25 Juli 2015.... Sore itu aku tengah bersantai sambil menonton ketika kudengar bel rumahku berbunyi. Aku menghela nafas sebelum berjalan ke pintu untuk membukanya.  "Sebentar!" teriakku saat lagi-lagi bel berbunyi. Aku mempercepat langkah dan membuka pintu.  "DORR!" Aku hampir terjungkal ke belakang saat orang dibalik pintu itu mengagetkanku. Untungnya aku masih berpegangan pada pintu tadi. "Abdee! Ngeselin banget sih lo!" Abdee masih betah dengan tertawanya ketika melihat aku mengomel. Tubuhnya bahkan sampai membungkuk karena tawanya tidak juga berhenti. "Ketawa aja terus!" ucapku sebelum masuk ke rumah. Tak berapa lama aku mendengar Abdee ikut masuk.  "Lo sendirian?" tanya Abdee. Ia ikut duduk di sebelahku. "Nggak. Berdua," "Sama siapa?" "Ya sama lo lah!" Abdee menarik pelan rambutku. Sepertinya dia kesal dengan jawaban yang aku berikan. "Gue serius!" Aku terkekeh. "Gue juga serius. Gue berdua, sama adek gue." aku tertawa ketika mendengarnya berdecih. "Mana adek lo?"  "Dikamarnya. Main PS dia," aku mengambil bantal sofa untuk kuletakkan di paha, lalu kembali berbicara. "Mentang-mentang hari libur, kerjaanya main PS mulu!" "Sama dong kayak lo. Mentang-mentang libur, malah belum mandi." Aku mencubit lengannya. Merasa malu ketika dia mengatakannya sejelas itu. "Nyebelin lo!" "Mandi sana. Abis itu ikut gue, yuk." "Kemana?" "Ada pasar malem di lapangan deket rumah gue. Jadi gue mau ngajak lo kesana." "Lo ngajak gue kencan nih?" godaku sambil menaik-turunkan alis.  Abdee menyapukan telapak tangannya ke wajahku tanpa rasa bersalah. "Kencan-kencan! Mandi sana." omelnya. Aku mencibir sebelum bergegas pergi dari sana. Tapi saat aku hendak menaiki tangga, aku mendengar Abdee berbicara. Suaranya tidak terlalu jelas, untuk itulah aku menghentikan langkah. Aku membalikkan tubuh, menemukan Abdee yang kini menatapku. "Lo ngomong apa?" "Gue cuma ngomong, kalo mandi yang bersih. Jangan mandi bebek." Sialan dia! Emang dia pikir aku mandi tidak memakai sabun apa. Untungnya jarak antara aku dan Abdee sudah sedikit jauh, jika saja jaraknya masih dekat, bisa aku pastikan dia akan berteriak kesakitan karena aku menarik rambutnya. Setelah membiarkan Abdee terkekeh, aku melanjutkan langkahku menuju kamar. Secepat mungkin aku mandi dan bersiap, karena aku sudah tidak sabar untuk pergi berdua bersama Abdee.  Aku berdiri di depan lemari, memilih baju mana yang akan aku pakai. Butuh beberapa menit untuk memilih baju, hingga akhirnya pilihan jatuh pada jumpsuit berwarna abu-abu. Setelah memakai jumpsuit tadi, aku beralih berdiri di depan cermin. Mematut penampilanku disana. Sudut bibirku tersenyum. Aku pun lanjut untuk merias wajahku. Sebenarnya aku tidak yakin ini dikatakan merias atau bukan, karena aku hanya memakai bedak bayi dan juga sedikit liptint. Lalu untuk rambut, aku memilih untuk mengurainya saja. Dengan tambahan pita kecil di sisi kiri. Dan langkah terakhir, aku menyemprotkan parfum bayi ke pergelangan tanganku. Baru setelah itu aku keluar sambil membawa tas kecil di bahu kiri. Aku menuruni tangga dengan pelan, sementara kedua mataku mencari keberadaan Abdee. Aku mengernyit saat tidak menemukannya di sofa. "Lah, dia kemana?" gumamku pelan. Aku mempercepat langkahku menuruni tangga.  Aku menoleh ke dapur, memeriksa barangkali dia ada disana. Tapi sayangnya aku tidak menemukannya disana. Hingga kemudian, telingaku mendengar suara berisik dari kamar adikku. Aku pun menjalankan langkahku kesana. Aku berdiri di depan pintu kamar adikku yang sedikit terbuka. Aku menghela nafas saat menemukan dua cowok yang sayangi--eh?!--tengah duduk di depan TV dengan tangan memegang stick play stasion.  Sepertinya mereka berdua tidak menyadari kehadiranku. Aku pun mendekat, duduk dibelakang mereka berdua yang masih sibuk sendiri. Tiba-tiba saja sebuah ide muncul dikepalaku.  Tanganku kemudian terulur untuk mengambil remot TV yang berada di atas kasur. Kemudian aku mengarahkan remot itu ke TV, dan menekan tombol power disana. "Lah, kok mati sih?" protes adikku.  Mereka berdua menoleh ketika mendengarku tertawa. "Je!" "Kak!" Aku berusaha menahan tawa saat mendengar protes dari mereka berdua. "Maaf deh. Abis kalian asik banget mainnya. Sampe nggak sadar kalo gue ada dibelakang," ucapku sedikit geli. "Kalian berdua mau kemana?" tanya adikku. "Gue sama Kakak lo mau ke pasar malem. Lo mau ikut nggak?" Jerry, adikku itu menoleh padaku. Aku menggelengkan kepalaku pelan. Kemudian aku melihat matanya menyipit dengan senyuman jahil. "Gue mau ikut," Aku membelalakkan mataku. Dasar adik durhaka! Apa dia tidak melihat kode dariku tadi?! Masa iya kami harus pergi bertiga? Bukan kencan namanya jika pergi bertiga. Eh?! Lagi pula kenapa tiba-tiba aku berharap ini kencan sih? "Tapi kayaknya gue dirumah aja deh. Takutnya ntar Mama sama Papa pulang." Hampir saja aku berteriak girang, tapi untungnya masih bisa aku tahan. Hah! Aku tarik kembali kata-kataku yang menyebut Jerry sebagai adik durhaka. Dia benar-benar adik yang pengertian. Ingatkan aku untuk meneraktirnya lain kali. "Ya udah, kalo gitu kita langsung aja yuk?" ajakku pada Abdee. "Oke," Abdee berdiri lebih dulu. Ia menghadap ke adikku. "Baik-baik dirumah." "Iya. Tenang aja. Lain kali kita tanding bola lagi ya?" "Siap!" Setelah Abdee keluar kamar, aku mencubit gemas pipi Jerry. "Makasih. Lo emang adik gue yang paling pengertian." Jerry berdecih. "Traktirannya aja jangan lupa." "Siap! Lo bilang aja kapan mau ditrakti," aku mengacak-acak rambutnya. "Gue pergi dulu, ya. Bye." Aku pun menyusul Abdee. Cowok itu ternyata sudah berdiri disamping motornya. Ia membawa helm yang biasa aku pakai.  Dari teras rumah, aku melihat angin menerbangkan helaian rambutnya. Entah ini hanya perasaanku saja atau bukan, tapi aku melihat jika hari ini Abdee terlihat lebih keren dibanding biasanya. Celana jeans hitam yang dipadukan dengan kaos putih polos dan juga kemeja kotak-kotak berwarna biru yang dia biarkan terbuka. Astaga! Kenapa aku baru menyadarinya sekarang? Padahal aku sudah melihatnya sejak tadi. "Lo ngapain berdiri disitu?" Aku segera tersadar. Dengan memperlihatkan senyuman, aku melangkah mendekatinya. "Nggak apa-apa, kok." aku menjawab pertanyaannya tadi. Abdee membuka kaitan helm, kemudian memakaikannya di kepalaku. Ia merapikan poniku, lalu menepuk-nepuk sisi helm. "Siap berangkat?" ia tersenyum, menunjukkan satu lesung pipi dipipi kirinya. Astaga! Aku menyukai lesung pipi itu, membuatku ingin menusuk lesung pipi itu dengan jari telunjukku. "Heh!" ia mencubit pipiku pelan. "Dari tadi ngelamun mulu. Kenapa sih? Terpesona liat gue yang ganteng ini?" Aku mendengus. "Idih najis!" Ia tertawa pelan. "Najis-najis, awas kalo ntar suka sama gue!" Ingin sekali aku berteriak di telinganya itu, mengatakan jika aku memang sudah menyukainya. Dari dulu. Sayangnya aku tak seberani itu. "Udah. Ayo berangkat," Abdee mengangguk. Ia menaiki motornya, baru kemudian aku menyusul.  Perlahan ia mulai menjalankan motornya, melaju meninggalkan pekarangan rumahku. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD