Prolog

420 Words
  “Aku mau pembagian warisan dilakukan saat ini juga” Mesya mengangkat kepalanya. Menatap Dira, kakak tirinya yang sedang berdiri, berbicara dengan suara lantang seakan dia tidak terpengaruh dengan suasana duka. Suara ribut dari beberapa sanak saudara yang sedang menangis di ruangan yang sama dengan Mesya mulai terdengar. Banyak yang langsung mengecam sikap  Dina yang terdengar sangat kurang ajar. Bagaimana mungkin wanita itu membicarakan mengenai pembagian warisan ketika jenazah kedua orang tuanya baru saja dikebumikan? “Dira, orang tuamu baru saja dikuburkan. Tidak bisakah kamu diam dulu sekarang?” Bude Karti, kakak dari ibunya Mesya bangkit berdiri. Menatap Dira dengan pandangan nyalang. Sudahlah, Mesya memang tidak pernah bisa berharap banyak pada Dira. Kakaknya itu sudah sering membuatnya kecewa, tapi meskipun begitu, Mesya tidak pernah menyangka jika Dira akan melakukan tindakan yang sangat rendahan ini. Mesya menghela napas. Hari ini, setelah dia kehilangan dua orang yang paling berharga di hidupnya, kenapa Dira malah menambah satu masalah lagi? Mesya benar-benar tidak bisa memikirkan apapun saat ini. “Aku tidak bisa percaya pada kalian semua. Aku ingin pembagian harta warisan saat ini juga!” Mesya menghela napas. Apa yang dilakukan oleh kakaknya? Ini tindakan yang sangat tidak bermoral. Beberapa menit lalu mereka baru saja pulang dari pemakaman, Mesya bahkan belum minum atau makan apapun sejak tadi malam. Setelah mendengar kabar jika Tuhan memanggil kedua orang tuanya, apa yang bisa dia lakukan? Sekarang, Dira menambah satu masalah lagi. Mesya tidak sanggup menghadapi ini semua. “Ambil! Ambil apapun yang Mbak Dira mau.. aku nggak butuh harta itu!” Mesya tidak bisa lagi memikirkan apapun saat ini. Jika memang Dira menginginkan harta orang tuanya, ya sudah.. biar saja diambil oleh wanita itu. “Mesya..” Bude Karti berjalan mendekati Mesya yang sedang duduk dalam pelukan Adrel, suaminya. “Biar, Bude. Aku nggak peduli lagi dengan harta seperti itu..” Mesya menjawab dengan pelan. Bersama dengan kalimatnya, air matanya kembali menetes. Mengingat dengan jelas bagaimana kedua orang tuanya pergi untuk selamanya. Meninggalkan dirinya di dunia ini. “Kita bisa pikirkan ini nanti dulu. Dira memang keterlaluan..” Bude Karti membelai rambutnya pelan. Sama seperti belaian yang sering diberikan oleh ibunya. “Aku nggak peduli sama apa yang kalian bilang. Yang penting aku mau pembagian warisan saat ini juga. Sekalipun aku anak angkat, aku tetap anak sulung keluarga ini!” Lagi-lagi dira berbicara. Wanita itu, apa dia tidak punya hati? Orang tuanya baru saja dikebumikan.. Baiklah, Mesya juga akan berlaku sama dengan kakaknya. Setelah hari ini dia juga tidak akan peduli dengan apa yang Dira lakukan. Wanita itu sendiri yang memutuskan hubungan mereka. Merusak persaudaraan yang sudah terjalin selama bertahun-tahun. “Ambil semuanya, Mbak. Aku nggak peduli lagi. Tapi setelah ini, jangan mengganggu hidupku..”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD