80. Rencana Yang Batal

1747 Words
Lea tidak hamil, seperti yang Melvin tebak sebelumnya. Mereka sudah melakukan tes dengan test pack, juga sudah memeriksakan Lea ke dokter, namun hasilnya negatif. Dokter bilang, Lea hanya kelelahan karena beraktivitas cukup padat setelah liburan sepuluh hari mereka yang juga melelahkan. Meski Melvin lah yang menduga kalau Lea hamil karena istrinya itu tiba-tiba ingin muntah saat mereka di mobil sehingga ia harus tiba-tiba melipir ke pinggir jalan, namun Melvin tidak merasa kecewa dengan hasil negatif yang mereka dapat. It's not a big deal. Waktu mereka masih panjang. Lea yang justru mengomel sepulangnya mereka dari dokter. "Kamu sih, masa aku pusing dan mual sekali aja langsung dikira hamil? Kan malu sama dokter," keluhnya. "Lagian, jadwal datang bulan aku juga belum lewat." "Kenapa harus malu coba? Namanya juga jaga-jaga. Nggak baik kan kalau kita taunya terlambat?" "Iya, tapi aku pasti bakal bilang ke kamu kok kalau aku ngerasa ada yang beda sama tubuh aku. And I feel nothing right now, kecuali pusing dan mual karena capek." "Okay, okay, I'm sorry. Setelah ini, aku nggak akan langsung main nebak kamu hamil lagi. Tapi, kalau kamu tiba-tiba ngerasa sesuatu, langsung kasih tau aku." Lea menganggukkan kepala saja, namun ia masih cemberut. Sebenarnya, sikap moody Lea ini lah yang akhirnya membuat Melvin memaksanya untuk tes kehamilan. Karena memang sangat jarang sekali Lea bersikap se-moody ini, bahkan ketika ia hendak datang bulan pun, Lea cenderung tenang-tenang saja. Sementara dari yang Melvin baca, seseorang yang hamil biasanya memiliki mood swing yang tiba-tiba. Tapi, berhubung semua tes menunjukkan hasil yang negatif, Melvin memutuskan untuk berpikir kalau Lea hanya kelelahan saja dan dipusingkan oleh pikirannya sendiri. Seperti yang dia bilang, ia pusing karena urusan pertunangan Ella, juga pusing dengan curhatan Poppy mengenai Kahraman. Malam harinya sebelum mereka tidur, Melvin kembali dibuat heran dengan mood swing Lea. Karena tiba-tiba saja, Lea jadi begitu manja dan menempel dengannya. Ia bahkan mendatangi Melvin yang sempat berada di ruang kerjanya untuk memeriksa beberapa dokumen pekerjaan, dan merengek minta ditemani tidur. She's never liked this before. Lea tidak pernah bersikap manja, apa lagi merengek ketika menginginkan sesuatu. Meski heran, akhirnya Melvin tetap meninggalkan pekerjaan dan kembali ke kamar bersama Lea yang langsung merangkul pinggangnya dan menempel padanya sembari mereka berjalan kembali ke kamar. "Kamu kenapa tiba-tiba jadi moody begini?" Tanya Melvin sebelum mereka tidur. Lea menempel begitu dekat dengannya, menjadikan lengan Melvin sebagai bantal, memeluk pinggang Melvin, dan membenamkan wajahnya di d**a sang suami. Pertanyaan Melvin itu hanya dijawab oleh Lea dengan gelengan kepala. Benar-benar tidak dijawab dengan kata-kata apapun, dan tidak lama kemudian Lea justru jatuh tertidur. Melvin hanya menggelengkan kepala dan tersenyum saja melihatnya. Lalu, ia merapikan helaian rambut Lea agar wajahnya jadi terlihat. Walaupun tidak biasanya Lea se-moody ini, tapi lucu juga melihatnya yang selama ini selalu tenang, mandiri, dan elegan, jadi serupa anak kecil yang mood-nya gampang berubah. Ia merunduk untuk mencium pipi Lea, lalu memutuskan untuk menganggap bahwa moody-nya Lea ini karena jadwal datang bulannya yang sebentar lagi tiba. *** Abby dan Mayana akhirnya memutuskan untuk berangkat ke Melbourne setelah acara pertunangan Ella dan Pandu, tepatnya dua hari setelah hari pertunangan mereka. Sebagai keluarga Melvin yang merupakan menantu dari keluarga Sadajiwa, tentu saja mereka diundang untuk menghadiri acara pertunangan itu. They're part of the family too. Melvin sendiri jadi untuk mengantar adik dan ibunya ke sana, dan berencana untuk menetap di sana selama lima hari. Selain mengantar mereka, kebetulan juga ada pekerjaan yang harus diurusnya, sehingga ia mau tidak mau memang harus datang. Dan syukurnya, Lea bisa ikut untuk menemaninya, berhubung ia belum mulai disibukkan dengan urusan pernikahan Ella. Acara pertunangannya sudah berlangsung dua hari yang lalu, dan siang ini mereka berempat akan berangkat ke Melbourne. Melvin dan Lea pun menginap di rumah orang tuanya Melvin agar mereka bisa langsung berangkat nantinya. Karena mereka pergi satu keluarga, Melvin pun memutuskan agar mereka berangkat dengan naik jet pribadi agar lebih private. Berhubung mereka baru akan berangkat siang nanti, pagi ini Melvin memutuskan untuk olahraga terlebih dahulu, sementara Lea masih tidur. Setelah dipusingkan dengan pertunangan Ella dan membutnya berubah menjadi Lea yang sangat moody selama sebulan ini, Lea benar-benar kelelahan secara fisik dan mental sehingga ia tidur lebih lama dariapada biasanya. Dan Melvin memilih untuk tidak membangunkan Lea agar sang istri bisa tidur lebih lama. Melvin pun pergi ke mini gym yang ada di rumah itu, dan mendapati Abby sudah lebih dulu berada di sana. Sedang sibuk melakukan gerakan yoga.   "Good morning." Melvin menyapa sang adik begitu ia sudah berada di dalam gym, lalu melakukan pemanasan. "Morning," balas Abby. "Mana Lea?" "Masih tidur." "Begadang semalam? Ew." Melvin menggelengkan kepala. "Pikiran kamu kok kotor banget sih?" Abby terkekeh saja dan Melvin mengabaikannya. Setelah melakukan pemanasan, Melvin pun memilih untuk memulai olahraganya dengan treadmill, sementara Abby masih sibuk dengan berbagai gerakan yoga. Selama beberapa saat mereka hanya diam dan sibuk dengan olahraga masing-masing. Hingga akhirnya, Abby kembali bersuara. "Kamu mau tau sebuah funfact nggak?" Tanyanya kepada sang kakak. "Apa?" Tanya Melvin tanpa menoleh. "Actually, I had a crush on Pandu." Melvin yang kaget pun menghentikan treadmill-nya agar bisa menoleh kepada sang adik. "Serius?" Abby nyengir dan menganggukkan kepala. "Kaget banget kayaknya." "Habisnya kamu nggak pernah bilang apa-apa, mana aku tau kalau kamu naksir sama Pandu. Kalau aku tau, udah aku set up dia sama kamu sebelum dia dijodohin sama si judes Ella." Abby tertawa geli. "Dih, kakak ipar sendiri dikatain," ujarnya. "Lagian, aku sengaja nggak bilang apa-apa karena dari awal tau, Pandu nggak suka sama aku." Melvin mendengus mendengarnya. "Menyerah sebelum berjuang banget? That's so not you." Abby mengangkat bahu. "Realistis aja. Malas ngejar-ngejar orang yang sukanya sama orang lain," ujarnya. "Pandu tuh udah lama tau naksir sama Kak Ella." "WHAT?" Ini, Melvin betul-betul terkejut. Belakangan ini, karena terlalu sibuk dengan urusannya, Melvin memang jadi jarang hang out dengan Pandu. Terlebih lagi, kemarin Pandu sempat masuk ke dalam daftar orang-orang yang dicurigai, sehingga ia memilih untuk tidak berinteraksi dulu. Karena itu, sudah lama mereka tidak berbagi cerita. Dan sedari awal juga mereka bukan tipikal teman yang suka berbagi cerita semacam itu. Jadi, tentu saja Melvin terkejut bukan main dan merasa sangsi atas gosip yang baru saja diberitahukan oleh sang adik. "Jangan ngaco deh, masa dia naksir sama Ella?" Tanya Melvin tidak percaya. "Yang benar aja." "Lah, terus menurut kamu kenapa dia mau tiba-tiba dijodohkan? Padahal selama ini kan Pandu selalu nolak untuk dijodohkan begitu dan keluarganya juga nggak terlalu menuntut. Lihat aja Harris yang sampai sekarang masih sendiri dan nggak dipermasalahkan." Yang dikatakan Abby ada benarnya. Melvin saja betul-betul terkejut begitu mendengar Ella akan dijodohkan dengan Pandu waktu itu. Selain karena Pandu adalah temannya, Melvin juga terkejut karena tahu betapa selama ini Pandu tidak pernah suka dengan perjodohan. He always wants something natural. "Dari yang aku dengar sih, Pandu tuh udah dari lama dekatin Kak Ella. Tapi, Kak Ella selalu menghindar dan nggak mau. Dia nggak menyerah dan memang kelihatan suka banget, bahkan di pesta waktu itu juga aku notice kalau Pandu ngelihatin Kak Ella terus." Abby menambahkan. "Karena Kak Ella nolak terus, akhirnya jalan terakhir Pandu ya minta dijodohkan sama dia. Itu sih dari yang aku dengar." Melvin menggelengkan kepala takjub. "Kamu bisa tau itu dari siapa coba? Aku yang adik iparnya Ella dan temannya Pandu pun nggak tau apa-apa." Abby nyengir bangga. "Aku kan ratu gosip." Melvin mencibir. Ia sudah kehilangan niat untuk berolahraga sekarang karena gosip yang baru saja disampaikan oleh Abby padanya. Agar tidak mati penasaran, Melvin perlu mengonfirmasinya langsung pada Lea. Tapi, entah Lea tahu atau tidak. Karena selama ini pun, Lea tidak pernah cerita apa-apa. Akhirnya, Melvin batal menggunakan treadmill dan memutuskan untuk kembali ke kamar guna melihat apakah Lea sudah bangun atau belum. Begitu memasuki kamar, dilihatnya Lea sudah bangun. Sepertinya baru saja bangun karena wajahnya yang terlihat masih sangat mengantuk. Namun, Lea sudah duduk di tepi tempat tidur dan bicara lewat telepon. "Kamu tenang dulu, oke? Jangan panik...please Poppy...kamu jangan panik...iya...aku ke sana sebentar lagi...nggak apa-apa...I love you sist, take care..." Melvin mengernyit karena pembicaraan Lea lewat telepon yang sepertinya dengan Poppy terdengar begitu serius. Begitu teleponnya berakhir, Lea memijat kepalanya sendiri. Ia bahkan tidak sadar kalau Melvin sudah kembali ke kamar. "Babe, kenapa?" Lea sampai agak tersentak ketika Melvin menanyakan itu padanya. Melvin berjalan mendekat kepada sang istri dan duduk di sebelahnya. Sementara raut wajah Lea sudah muram. "Ada masalah?" Tanya Melvin lagi. Lea menganggukkan kepala. "Poppy sama Selatan ribut besar," ujarnya. "Ini dia barusan telepon aku nangis-nangis minta ditemenin. Dia nggak mau Papa dan yang lain tau kalau dia sama Selatan ribut, that's why she wanted me to come. Poppy mau ngajak short escape ke Singapura selama beberapa hari untuk nenangin diri." Melvin terdiam selama beberapa detik, lalu bertanya, "Is it that bad?" Lea mengangguk. "It is," ujarnya. "Poppy itu nggak bisa dibiarin sendiri kalau lagi unstable begini. Dia perlu ditemani sama orang lain supaya nggak berujung nyakitin dirinya sendiri." "Apa nggak bisa kalau minta Ella aja yang nemenin Poppy? Kita kan nanti siang mau berangkat." "Nggak bisa, Melvin." Lea menggelengkan kepala. "Kalau Poppy bilang maunya aku, ya harus aku. Kalau yang datang justru Kak Ella atau yang lain, dia bakal kabur sendirian." Jelas saja ini kabar yang buruk buat Melvin. Ia sudah berencana mau mengajak Lea kemana saja selama mereka di Melbourne nanti, barang-barang mereka juga sudah selesai di-packing dalam koper, dan mereka tinggal berangkat saja. Dan sekarang...sebuah masalah datang yang mengacaukan semua rencana itu. Tapi, di sisi lain Melvin juga tidak bisa memaksa Lea untuk tetap ikut dengannya, karena mungkin saja adik bungsu Lea lebih membutuhkan kehadirannya sekarang. "Maaf ya..." gumam Lea. Ia memeluk Melvin dari samping dan menumpukan dagunya di atas bahu sang suami. "Aku beneran harus ke Poppy. I need to make sure that she's okay." Dengan berat hati, Melvin tersenyum kecut dan menganggukkan kepala. Ia terpaksa sekali merelakan Lea untuk batal ikut dengannya ke Melbourne. Karena Lea batal ikut, sebetulnya Melvin juga berkeinginan untuk membatalkan perjalanannya. Namun, ia tahu kalau Lea pasti tidak akan setuju dan bersikeras untuk memintanya tetap pergi. Lagipula, Melvin pun benar-benar ingin mengantarkan Abby dan Mayana guna memastikan mereka sampai di sana dengan selamat. Serta ada pekerjaan yang juga perlu Melvin urus. "It's okay, aku ngerti," ujar Melvin akhirnya. "Promise, I'll make it up to you once you get back." "You better be, Azalea." Lea tersenyum dan mengeratkan pelukannya pada Melvin. Sementara Melvin sendiri sudah lupa dengan niat awalnya kembali lagi ke kamar untuk menanyakan persoalan Ella dan Pandu. Ia sudah sibuk memikirkan tentang dirinya dan Lea yang selama lima hari ke depan harus menjalani hubungan jarak jauh.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD