60. Little Heaven

2168 Words
Setelah membahas mengenai amplop Noir yang ada di apartemen Savero, Melvin dan Lea pun langsung menyusun rencana agar mereka bisa menggeledah apartemen Savero dan mencari lebih banyak bukti lagi. Melvin bilang, ia bisa menugaskan Savero untuk pergi ke luar kota tiba-tiba, dan di saat itu lah, para anggota Kahraman bisa menyusup masuk ke dalam apartemen itu untuk mencari bukti lain yang sekiranya bisa semakin memperkuat dugaan kalau memang Savero terlibat. Ide untuk menyusup masuk ke tempat tinggal Savero memang tidak terkesan seperti ide yang baik, terlebih lagi karena Melvin sendiri yang merencanakan itu. Ia merasa buruk karena mau menerobos privasi Savero, orang yang dipercayanya selama bertahun-tahun ini, karena rasa percaya itu sudah mulai goyah. Jika Abby tahu tentang rencana Melvin, ia pasti tidak akan setuju. Mau Melvin menjelaskan mengenai amplop itu pun, Abby pasti tetap tidak akan terima jika Melvin menuduh Savero. Padahal, bukan mau Melvin juga begini. Ia tidak pernah ingin curiga pada Savero, apa lagi sampai mendapati jika Savero memang pelakunya. Namun, kebenaran tetap harus terkuak. Dan satu-satunya cara untuk tahu apakah Savero benar-benar bersalah adalah dengan cara mencari lebih banyak bukti lagi. Menerobos masuk ke apartemen Savero tanpa sepengetahuannya adalah salah satu cara yang bisa dilakukan. Lea sudah menelepon Selatan dan menjelaskan tentang itu, dan Selatan pun menyanggupi untuk mengeksekusi rencana tersebut. "Tapi di gedung apartemen Savero ada banyak CCTV. Di dalamnya juga ada beberapa CCTV. Apa itu nggak jadi masalah?" Lea mengangkat bahu santai. "Tenang aja, itu bisa diurus." "Dan gimana kalau ternyata ada anggota Noir yang juga jagain apartemennya Savero?" "Itu juga bisa diurus. Kamu tenang aja dan tinggal terima beres." Melvin mengangguk. "Okay then." Setelah membuat rencana dengan Lea, perasaan Melvin sudah jauh lebih tenang dan lebih baik. Walau masih ada secercah rasa sakit di hatinya karena tidak sanggup menerima kenyataan bahwa Savero mungkin saja berkhianat darinya, namun Melvin mencoba mengabaikan rasa itu. Dan segelas wine di tangannya pun mampu membuat Melvin merasa jauh lebih rileks. Dirinya dan Lea kini tengah bersantai di balkon kamar mereka. Duduk di outdoor sofa bermodel loveseat yang ada di sana. Lea yang mengajak Melvin untuk minum wine di sini. Katanya, bersantai sembari minum wine, memandangi langit malam, dan merasakan hembusan angin di luar, mungkin bisa membuat stress yang dirasakan oleh Melvin jadi sedikit berkurang. And yeah, it worked. Alkohol yang kini tengah mengalir di darahnya membuat Melvin merasa jadi lebih baik. Dan kepalanya pun jadi terasa lebih enteng sekarang, tidak serumit sebelumnya. Alkohol memang selalu bisa membuat seseorang lari dari kenyataan meski hanya sebentar. Ketika wine di dalam gelas Melvin sudah habis, Lea kembali mengisi gelas itu agar Melvin bisa minum lagi. Padahal, Melvin tidak memintanya. "Kamu sengaja mau bikin aku mabuk atau gimana? Belum setengah jam kita di sini, aku udah minum dua gelas. Dan sekarang kamu tambah lagi." Lea nyengir. "Nggak apa-apa, supaya kamu bisa tidur nyenyak malam ini." Melvin mendengus, namun ia kembali menyesap wine dari gelasnya yang baru saja diisi. Tatapannya tidak lepas dari Lea ketika melakukan itu. Ia memerhatikan bagaimana Lea juga melakukan hal yang sama, meminum wine dari gelasnya sendiri. Entah ini karena alkohol yang memengaruhi kepalanya, Melvin merasa kalau malam ini Lea terlihat jauh lebih cantik, hingga Melvin tidak bisa melepas pandangannya dari Lea. Bahkan ketika Lea menangkap basahnya menatap lebih lama pun, Melvin tidak peduli. Padahal, sebelum-sebelum ini Melvin sadar betapa gengsinya dia jika sudah menyangkut Lea. "Oh ya, ada sesuatu yang mau aku bahas sama kamu. Aku baru inget karena tadi sempat bahas ini sama Kak Letta dan yang lain." Melihat Lea terlebih dahulu menaruh gelasnya ke atas meja samping sofa sebelum bicara, Melvin pun tahu bahwa apa yang hendak dibicarakannya ini merupakan persoalan yang cukup serius. Melvin hanya memberi Lea tatapan bertanya, membiarkan Lea memulai apa yang hendak diberitahunya. "Tentang ini." Lea menunjuk perutnya. Kedua alias Melvin bertaut. "Perut kamu?" "Tepatnya, sandiwara kehamilan aku," koreksi Lea. "Kita mungkin sama-sama sibuk belakangan ini sampai nggak sadar kalau seharusnya, dihitung dari pesta waktu itu, baby bump aku udah kelihatan walau cuma sedikit. Sekarang mungkin memang belum ada yang sadar karena mereka mikir usia kehamilannya masih muda, tapi berbulan-bulan nanti? Mereka pasti bakal bertanya-tanya kenapa perut aku masih rata di saat seharusnya aku udah hamil beberapa bulan." "So?" "Kita harus memutuskan mau mengakhiri sandiwara kehamilan ini gimana. Entah itu aku pura-pura keguguran karena kepleset di kamar mandi atau semacamnya, seperti yang disaranin oleh Kak Ella--" Melvin spontan mendengus mendengar saran dari Ella itu. "Typical Ella," gumamnya. "Radikal." Lea tidak bisa menahan senyumnya. Meski hubungan Lea dan Melvin sudah bisa dikatakan jauh membaik, namun dinamika hubungan Melvin dan Ella tetap sama. Mereka masih tidak menyukai kehadiran satu sama lain. "--atau kita pakai sarannya Poppy," lanjut Lea sembari mengedipkan sebelah mata pada Melvin. "Emangnya saran Poppy apa?" Lea mengedipkan sebelah matanya pada Melvin, lalu membelai pipi Melvin dengan tangannya yang dingin. "Make me pregnant for real, Melvin baby." Lea sebetulnya tidak serius dengan kata-katanya itu dan ia hanya berniat untuk menggoda Melvin semata. Ia paling suka menggoda Melvin dengan obrolan seperti itu, karena tahu kalau Melvin akan berujung merasa sebal padanya, bahkan tidak jarang salah tingkah. Rasanya lucu saja sehingga Lea sering melakukannya. Membuat Melvin speecless dengan jokes-nya yang seperti itu.  Namun, berbeda dengan biasanya, kali ini Melvin tidak memberi reaksi mendengus, memutar bola mata, atau bahkan melengos salah tingkah. Melvin tetap mempertahankan tatapannya pada Lea, dan menyebabkan perempuan itu agak terkejut ketika sudut bibir Melvin tertarik membentuk sebuah senyum miring. Candaan Lea kali ini justru membangkitkan sesuatu pada diri Melvin yang saat ini sudah mulai tipsy, serta sangat membutuhkan stress reliever agar ia bisa melupakan sesaat masalahnya. "Aku pilih sarannya Poppy," ujarnya kemudian. Lea tertawa. "Aku cuma bercanda kok." "Tapi aku serius. So, shall we?" Lea bukan lah seseorang yang gampang salah tingkah, karena sedari dulu ia sudah dilatih untuk tidak mudah tersanjung akan hal-hal yang seperti ini, serta dilatih untuk tidak terlalu menunjukkan perasaannya kepada orang lain. Setelah selama ini selalu membuat Melvin yang salah tingkah dengan godaan-godaan yang dilakukannya, untuk yang pertama kali hal yang sebaliknya justru terjadi. Melvin sukses membuat Lea salah tingkah malam ini. Bahkan ketika Melvin akhirnya ikut meletakkan gelas wine-nya, kemudian mengangkat dagu Lea dengan jari telunjuknya, Lea hanya bisa mematung di tempat. Ada sesuatu yang berbeda dari Melvin malam ini, dan entah kenapa hal itu membuatnya seolah tersihir. Melvin terlebih dahulu menyunggingkan senyum sebelum akhirnya ia mendekat untuk mencium Lea. Dan perlu digaris bawahi, ciuman kali ini berbeda dengan sealing kiss tempo hari. Kali ini benar-benar ciuman sungguhan dan bukan hanya sekedar lip-locking selama beberapa detik. Rasanya seperti ciuman mereka sebelum hari pernikahan waktu itu. Ada pengaruh alkohol yang ikut berperan, serta manis dan pahit karena aftertaste dari wine yang mereka minum. Perbedaan besarnya adalah, the roughness. Melvin seperti orang kelaparan. The way he brought her closer, the way he slipped his tounge, and the way he kissed her like there's no tomorrow, showed it all. Dan Lea hanya mengikuti permainan Melvin, sebab ia sendiri tidak kuasa atau mungkin juga tidak mau untuk menghentikan apa yang terjadi sekarang. Dalam sisa kewarasannya, Lea hanya bisa mengumpati Poppy di dalam hati. Apa yang akan terjadi malam ini, semua salah sang adik bungsu dan ide gilanya.   *** Begitu bangun keesokan harinya, yang pertama kali terpikirkan oleh Lea adalah masih mengumpati Poppy. Namun kali ini, ia tidak hanya mengumpati ide sang adik yang telah menyebabkan sesuatu terjadi semalam, tapi juga mengumpatinya karena apa yang dikatakan oleh Poppy berujung benar. Lea memang benar-benar beruntung. She got a super hot husband and he's amazing in bed. Semuanya terbukti semalam, terima kasih kepada Poppy, dan niat bercanda Lea yang justru berujung backfired. Melvin masih tidur ketika Lea terbangun. Wajah tidur Melvin dan pemandangan laki-laki itu yang bertelanjang d**a adalah yang pertama kali dilihat olehnya begitu membuka mata. Lea masih bisa merasakan lengan kekar Melvin melingkar di pinggangnya yang kini tidak ditutupi apa-apa kecuali bed cover yang menyelimuti tubuhnya. Lagi-lagi Lea harus mengingatkan dirinya sendiri bahwa ia bukan lah seseorang yang mudah salah tingkah. Namun, melihat Melvin sekarang dan kilasan yang terjadi semalam kembali muncul di kepalanya, membuat sekujur tubuh Lea jadi menghangat. Apa yang terjadi semalam benar-benar di luar dugaannya. Lea pikir, semuanya akan berakhir sebatas pada sebuah ciuman panas saja. Tapi ternyata, yang terjadi justru lebih jauh daripada itu karena tidak ada satu pun dari mereka yang mau menghentikannya. Mungkin karena keduanya sama-sama sexuallya active dan sudah lama tidak melakukan hal itu, atau mungkin juga karena pengaruh alkohol dan stress sehingga mereka butuh pelarian, karena itu keduanya sama-sama serupa orang kelaparan. Maklum saja, mereka merupakan seorang pria dan wanita normal dengan hormon yang menggebu-gebu. Karena itu, semuanya terjadi begitu saja. And it was amazing, even the best that she's ever had. Lea harus mengakui itu. Melvin benar-benar hebat, sesuai tebakan Poppy kemarin. Membuktikan bahwa Melvin sangat berpengalaman. Tidak heran juga, laki-laki itu lama tinggal di luar negeri. Selama ini Lea tidak pernah benar-benar memerhatikan Melvin. Baru semalam ia sadar betapa menawannya laki-laki itu. Rupanya, postur tubuhnya, hingga caranya semalam bicara dengan suara rendah, that's just so hot. Melvin yang semalam benar-benar berbeda dengan Melvin yang selama ini Lea kenal. Melvin yang kaku dan dingin, tergantikan oleh Melvin yang wild dan berekspresi dengan bebas. Lea benci sekali pada dirinya sendiri karena kini perutnya kembali bergejolak karena tatapannya jatuh pada perut kotak-kotak Melvin yang tidak tertutupi oleh bed cover. Untuk menjaga kewarasannya, ia pun memilih untuk berpindah posisi dengan membelakangi Melvin. Pelan-pelan ia hendak membalikkan tubuh, namun belum sempat melakukannya, pelukan Melvin justru mengerat dan sepasang mata laki-laki itu pun terbuka. "Mau kemana?" Jika ditanya apa yang lebih hot daripada Melvin yang semalam? Maka jawabannya adalah Melvin yang sekarang baru bangun tidur, menatap Lea sayu, dan bertanya dengan husky voice seperti itu. "Nggak kemana-mana. Cuma mau pindah posisi," jawab Lea. Melvin menggelengkan kepala. "Gini aja," katanya. Lalu ia mendekatkan kepalanya pada Lea hingga dahi mereka saling bersentuhan. Membuat keduanya bisa merasaka deru napas hangat satu sama lain. "Please stay like this, sebelum kita harus balik ke kenyataan. Kita nggak tau neraka apa lagi yang harus kita hadapi hari ini, kan? So, let's just enjoy this little heaven while we could." "Umm...okay." Satu hal lagi yang baru Lea ketahui tentang Melvin, laki-laki itu bisa sangat bermulut manis. Benar-benar berbeda dengan Melvin yang Lea kenal dulu. Tapi...namanya juga lelaki. Biasanya, mereka memang bisa berubah semanis itu begitu sudah mendapatkan apa yang mereka mau. Selama beberapa saat mereka hanya diam, terutama Lea yang jadi kaku dengan posisinya sekarang. Dari semalam, Lea terlalu terkejut dengan perubahan sikap Melvin yang jadi lebih tenang dan mendominasi, sehingga Lea yang biasanya santai menggoda Melvin pun jadi menciut dengan sendirinya. Mungkin karena Lea belum terbiasa dengan sisi Melvin yang seperti ini. Kemudian, Melvin tiba-tiba saja terkekeh, lalu ia menyentuh pipi Lea dengan punggung tangannya. "Kenapa tiba-tiba ketawa?" Tanya Lea bingung. "Lucu aja," ujar Melvin. "Dari semalam, kamu nggak berhenti blushing. Muka kamu merah banget, terus kulit kamu hangat." "Don't tease me." "Kenapa? Nggak nyangka kalau aku juga bisa ngegoda kamu, bahkan lebih dari yang biasanya kamu lakuin?" Lea hanya menjawabnya dengan decakan, dan itu hanya membuat Melvin kian tertawa. Senang karena keadaannya berbalik. Sekarang Lea lah yang kesal karena Melvin berhasil menggodanya. "Di saat kamu biasanya cuma menggoda aku dengan kata-kata, I put action while doing it. Makanya kamu kaget, kan? Aku nggak sekaku yang kamu pikirin, Azalea." Lea memilih untuk diam dan melengos sehingga Melvin hanya bisa melihat side profile-nya saja sekarang. "Aku udah bilang ini belum sih? You're so beautiful." "Makasih." "And you're also amazing in bed." Kali ini Lea mendelik pada Melvin. "Oh just shut up." "Mind to shut me with your lips then?" Goda Melvin lagi. "Kamu nantangin banget ya, Melvin baby?" "Iya." "Oke kalau gitu." Melvin tersenyum lebar ketika Lea kembali menoleh padanya, lalu dengan gerakan cepat, perempuan itu sudah melingkarkan kedua lengannya di leher Melvin, dan mencium bibirnya. Melvin pun mengangkat tubuh Lea hingga posisi Lea berada di atasnya. There will be another round this morning. Keduanya sama-sama berpikir begitu karena memang hormon mereka masih sangat menggebu-gebu setelah semalam. Hanya saja, make out session mereka harus terhenti oleh dering ponsel Lea yang meraung-raung. Melvin sempat ingin menahan Lea ketika perempuan itu hendak menghentikan kegiatan mereka agar bisa mengambil ponselnya, namun Lea tidak membiarkan Melvin, dan lebih memilih untuk menerima telepon yang ternyata dari Selatan. Baru saja Lea menempelkan ponsel ke telinganya, suara Selatan yang terdengar kesal langsung menyambutnya. "Kemana aja sih dari semalam kamu sama suami kamu nggak angkat telepon?" Lea meringis. Semalam, ia dan Melvin memang mengabaikan telepon yang masuk ke ponsel mereka karena terlalu sibuk. "Sorry, semalam kita udah tidur, dan HP-nya sama-sama silent," bohong Lea. Hembusan napas Selatan pun terdengar. "Ada info penting," katanya. "Semalam Brian Wangsa datang ke gedung apartemennya Savero." Melihat ekspresi Lea yang berubah, Melvin pun jadi berpindah ke posisi duduk. "Kenapa?" Tanyanya pada Lea tanpa suara. Lea terlebih dahulu menjauhkan ponsel dari telinganya sebelum ia mengulang informasi yang tadi disampaikan oleh Selatan padanya. Dan informasi tersebut menandai selesainya little heaven Melvin dan Lea, sebab mereka sudah harus menghadapi neraka lagi.   
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD