1. Unexpected Guest

1776 Words
Dari unit apartemen mewahnya yang terletak di lantai enam puluh, setiap hari Melvin selalu bisa melihat pemandangan yang indah lewat jendela besar yang ada di satu sisi apartemennya ini. Pemandangan gedung-gedung pencakar langit dan bangunan-bangunan yang ada di sekitar gedung apartemennya di daerah Southbank adalah yang dilihat Melvin setiap hari. Ketika pagi, pemandangannnya terasa menyejukkan dengan embun yang terkadang terlihat menyelimuti kota. Di malam hari, lampu-lampu dari berbagai bangunan membentuk sebuah city lights yang indah, persis seperti foto-foto yang kerap diabadikan oleh fotografer di berbagai situs terkemuka. Namun, pemandangan paling indah yang bisa dilihatnya dari jendela apartemen ini tentu saja adalah pemandangan senja. Kebetulan letak apartemennya menghadap Barat sehingga matahari tenggelam merupakan pemandangannya sehari-hari. Cakrawala yang dihiasi oleh gedung-gedung tinggi dengan latar belakang semburat warna jingga dan magenta tidak pernah tidak indah untuk dilihat. Terkadang Melvin sengaja pulang cepat dari kantor hanya untuk menikmati senja di apartemennya. Duduk di sofa yang berhadapan langsung dengan jendela, lalu ada segelas wine di tangan. Benar-benar kombinasi yang sempurna untuk bersantai, menenangkan diri, atau kadang-kadang juga bisa jadi kombinasi yang pas untuk meratapi patah hati. Contohnya seperti sekarang ini. Melvin Jatmika Wiratmaja sedang duduk di sofa kesayangannya, tepat menghadap ke jendela tinggi dan lebar yang menyajikan langsung pemandangan langit senja Southbank. Sesekali ia menyesap wine dari gelas di tangannya. Tidak salah-salah, yang ada di gelas itu bukan sembarang wine, melainkan Domaine de la Romanee Conti 1990 yang satu botolnya seharga ratusan juta. Wine itu sengaja Melvin pilih untuk menemaninya sore ini. Ketika hatinya sedang diselimuti luka, setidaknya ia bisa memanjakan lidahnya. Pikir Melvin begitu. Namun, mau berapa kali ia sudah menyesap wine di gelas tersebut dan sekeras apa ia sudah mencoba untuk menikmati pemandangan senja di hadapannya, hati Melvin tetap terasa tidak baik-baik saja. Dan semua itu karena satu foto yang baru saja dilihatnya di akun media sosial milik seorang Gemani Artanya Danakitri, perempuan yang hingga detik ini masih menjadi pemilik penuh hatinya. It hurt as hell to see her happy with someone else. Mau sesering apa melihatnya, Melvin tidak akan pernah bisa merasa terbiasa. Rasanya ia masih enggan menerima kenyataan bahwa kini Gema sudah menjadi istri orang lain dan berbahagia bersama orang itu. Terlepas dari masalah yang mengguncang mereka, hubungan yang mereka punya tetap terjalin dengan kuat. Melvin iri sekali dengan yang namanya Harlan Jagat Erlangga karena bisa bersama dengan dan menjadi orang yang dicintai Gema sekarang. Sedangkan Melvin, ia gagal untuk mempertahankan hubungannya dengan Gema. Bahkan, untuk berjuang pun Melvin tidak mampu. Jika mengingat kejadian enam bulan lalu ketika dirinya mengobrol dengan Harlan dan mencoba menguatkan laki-laki itu untuk terus bersama Gema, Melvin mau tertawa saja. Kala itu ia sungguh munafik. Bibirnya boleh saja dengan gigih menyuruh Harlan untuk terus mempertahankan hubungannya bersama Gema, padahal di dalam hati ia hancur berkeping-keping. Katanya level tertinggi dalam mencintai memang merelakan. Tapi bukan berarti merelakan itu mudah untuk dilakukan. Kebalikannya, merelakan justru sangat sulit, bahkan terkadang rasanya seperti hati dibuat tercabik-cabik setiap detik. Melvin kembali membawa gelasnya pada bibir, menyesap pelan wine yang ada di dalam gelas itu sementara otaknya justru memikirkan fake scenarios. He's thinking about so many what ifs that could happened between him and Gema, if only he was brave enough to fight for her. Dan lamunan fake scenarios Melvin itu buyar ketika ia mendengar suara kunci pintu apartemennya terbuka, tanda bahwa ada yang datang ke apartemen ini dan orang itu tahu kode kuncinya sehingga tidak perlu lagi memencet bel yang ada di interkom. Kening Melvin spontan mengernyit sebab ia sama sekali tidak sedang menunggu kehadiran siapa-siapa. Hanya segelintir orang yang mengetahui kode kunci apartemen Melvin ini. Selain dirinya, hanya Savero yang merupakan tangan kanannya, serta anggota keluarganya saja yang tahu. Melvin pun beranjak dari sofa dan berjalan menuju pintu. Langkahnya pun terhenti di ruang tamu begitu sudah bisa melihat siapa yang datang. "Abby?" Seorang perempuan berambut hitam sebahu dengan highlight silver tersenyum miring pada Melvin yang terlihat jelas terkejut bukan main. "Hello, Melv? Long time no see." Perempuan yang disapa Abby itu mendekat pada Melvin, memeluknya, lantas meninggalkan sebuah kecupan di pipi. Melvin tidak begerak dan hanya menatap perempuan itu aneh. Kehadiran Abby alias Abigail Reviera Wiratmaja jelas tidak diharapkannya. Sebab adik perempuan yang dua tahun lebih muda darinya itu seharusnya berada di Indonesia, bukannya disini sekarang. Perasaan Melvin seketika tidak enak. Jika Abby datang secara tiba-tiba begini, biasanya selalu ada kabar tidak menyenangkan yang menyertainya. *** Malam ini, Melvin harus rela jadi koki dadakan. Karena sang adik yang katanya baru saja landing di Melbourne dari Indonesia, mengeluh kelaparan dan minta Melvin memasak makan malam untuknya. Abby bilang, ia sengaja terbang ke Melbourne karena rindu dengan salmon tartar with caviar buatan Melvin yang katanya paling enak sedunia. Melvin sih merasa sangsi kalau adiknya hanya datang untuk makan salmon buatannya. Sejak Melvin sudah sepenuhnya tinggal di Melbourne karena memimpin anak perusahaan keluarganya disini, Abby selalu jadi burung merpati bagi Melvin alias informan yang memberitahu segala update mengenai apapun yang terjadi di Indonesia. Baik itu masalah pekerjaan, maupun masalah keluarga. Dan jika Abby sampai terbang ke Melbourne, itu berarti ada sesuatu yang ingin disampaikannya secara langsung, tidak bisa melalui telepon apalagi pesan singkat. Kini mereka berdua sudah berada di ruang makan, duduk berhadapan dengan salmon tartar di piring yang ada di hadapan mereka masing-masing. Melvin menuangkan Domaine de la Romanee Conti 1990 miliknya di gelas Abby. Ia jadi harus rela membagi wine kesayangannya itu kepada sang adik yang tiba-tiba datang, karena tadi Abby sudah melihat botolnya. "Selera kamu masih aja Conti. Padahal udah kubilang, Penfolds Grange Hermitage lebih enak," komentar Abby setelah Melvin menuangkan wine di gelasnya. "We have different taste then," sahut Melvin. "And your taste is clearly cheaper than mine." Melvin hanya mendengus menanggapi ledekan adiknya. Setelah Melvin mengisi gelas mereka, Abby langsung mengambil pisau dan garpu untuk mulai makan masakan kakaknya. Dari raut wajahnya terlihat sekali kalau Abby girang. Padahal ia baru saja sampai, namun perempuan itu seperti tidak merasa kelelahan sama sekali meski baru saja melewati flight panjang. Berbeda dengan Abby, Melvin justru belum tergerak untuk makan. Ia masih memandangi adiknya dan bertanya-tanya, apa maksud tujuan Abby datang kesini secara tiba-tiba tanpa mengabarinya lagi. "Spill the tea," ujar Melvin, tepat sebelum Abby memasukkan suapan pertama makananya ke dalam mulut. Abby mendelik pada Melvin. "Can I eat first, Sir? I'm starving." "Sambil makan bisa jelasin." "Ck, dasar nggak sabaran," keluh Abby sebal. Ia terlebih dahulu memasukkan makanannya ke dalam mulut, mengunyahnya, lalu menelannya sebelum ia berujar, "Padahal nggak ada teh apa-apa kok. Aku datang kesini karena disuruh Papi." "Masa?" "Serius." Abby berkata meyakinkan. "Papi nyuruh aku nyamperin kamu supaya aku bisa mulai mempelajari kerjaan kamu sebagai presiden direktur anak perusahaan Rangkai Bumi disini." "Hah?" Melvin jelas bingung sekaligus terkejut. Yang dijelaskan oleh Abby itu jelas di luar ekspektasinya. "Why did he order you that? Aku kan masih menjabat disini." "Sebentar lagi udah enggak kok. Because you will get promoted." "What?!" "Kamu bakal naik jabatan sebentar lagi." Lagi-lagi, Abby masih terlihat santai saja menjelaskan itu semua, berbanding terbalik dengan Melvin yang justru merasa jantungan karena apa yang baru saja dikatakan oleh adiknya itu. Ini yang dikatakan oleh Abby bukan teh? Padahal jelas-jelas, apa yang disampaikan olehnya informasi yang sangat penting. Melvin sungguh tidak mengerti. Dirinya sekarang memang menjabat sebagai presiden direktur dari anak perusahaan Rangkai Bumi--perusahaan di bidang properti milik keluarganya--yang berbasis di Australia. Jabatan itu sudah dipegang Melvin selama beberapa tahun dan garis keturunan keluarga besar Wiratmaja memang sudah mewariskan jabatan itu kepada Melvin. Promosi yang dikatakan oleh Abby seharusnya baru terjadi jika Arthur Wiratmaja, ayah mereka, yang saat ini menjabat sebagai presiden direktur dari perusahaan Rangkai Bumi pensiun sehingga Melvin yang akan menggantikannya. Dan Melvin sendiri yakin bahwasanya hal itu tidak akan terjadi untuk waktu yang lama. Karena sosok Arthur sendiri masih sangat sehat dan mampu memimpin perusahaan setidaknya untuk belasan tahun ke depan. Jadi, jika tidak ada perkara genting yang mengharuskannya untuk naik jabatan, maka Melvin tidak akan naik jabatan. Melvin pun tidak bisa untuk tidak merasa curiga. "Papi nggak apa-apa, kan?" tanya Melvin yang langsung khawatir dengan kondisi ayahnya. Walau hubungan mereka belakangan ini memburuk karena Melvin yang baru tahu mengenai apa yang telah dilakukan orangtuanya pada Gema dulu, namun ia tetap masih sangat peduli pada ayahnya. "Healthier than ever," jawab Abby singkat. "Terus apa maksud kamu dengan bilang aku yang bakal naik jabatan?" "Aku nggak tau, Papi sendiri yang bilang begitu." "Ini terlalu tiba-tiba." "I know, right? Tapi yaudahlah, ujungnya kan memang kamu juga yang bakalan gantiin Papi." "But still, it's too sudden." Abby hanya mengedikkan bahu. Perempuan itu masih saja sibuk makan, padahal Melvin belum menyentuh makanannya sama sekali dan tidak peduli jika makanan di piringnya sudah mendingin sekalipun. Kepala Melvin tiba-tiba pusing karena diterpa berbagai pertanyaan menyangkut kabar yang disampaikan oleh Abby. Padahal galaunya tadi saja belum tuntas, dan sekarang ia sudah ditambah beban pikiran yang baru. Tidak sampai disitu, Abby juga mengatakan informasi lain yang kali ini bisa diibaratkan sebagai bom yang langsung meledakkan kepala Melvin, alias berhasil membuat pikirannya kian carut marut. "Oh iya, kamu juga disuruh pulang ke Indonesia," kata Abby, yang kemudian disambung setelah ia menelan makanannya, "You're about to get married soon. Sama calon pilihan Mami dan Papi, of course. Dan kali ini, kamu nggak boleh sembarangan ngebatalin lagi." "Shit." Melvin mengumpat secara terang-terangan. Kali ini, Abby menghentikan makannya untuk mendelik pada sang kakak. "Come on, Melv. Mau gimana pun juga, sooner or later, emang kamu harus nikah. Lagian, kamu juga udah nggak punya alasan buat nolak kan? Your ex-girlfriend is happily married with someone else already. So, you are next." Kata-kata Abby itu ibarat garam yang ditaburkan pada luka di hati Melvin, membuatnya seketika sadar akan kenyataan yang ada. Kepala Melvin rasanya mau pecah. Ia sama sekali tidak siap untuk menghadapi kembali perjodohan yang telah direncanakan oleh orangtuanya. Menikah dengan seseorang yang sama sekali tidak dicintai jelas bukanlah sesuatu yang ingin dilakukannya. But, does he have another choice? No, he doesn't. Melvin hanya bisa bertanya, "Siapa lagi kali ini?" "I don't know yet. Mereka belum bilang," jawab Abby. "But I have a feeling tho..." "Apa?" "Kayaknya kamu bakal nikah sama salah satu putri keluarga Sadajiwa." "THE f**k?!" Another bomb dari Abby dan kali ini Melvin sungguh berharap jika yang dikatakan adiknya barusan hanyalah candaan semata. Namun, Abby tidak menarik kata-katanya dan tidak pula berkata jika ia hanya bercanda. Itu berarti memang benar, ada kemungkinan jika Melvin akan dijodohkan dengan salah satu putri dari keluarga Sadajiwa. A fuckin' Sadajiwa family. Keluarga yang memiliki rumor buruk di kalangan konglomerat. Lalu, bisa-bisanya orangtua Melvin mau menjodohkannya dengan salah satu dari anggota keluarga itu? Ini benar-benar sudah gila. Dan tebakan Melvin tadi pun terbukti benar, kehadiran Abby secara tiba-tiba selalu saja diiringi dengan kabar yang tidak menyenangkan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD