Konflik Internal

1491 Words
Di kediaman Frasco Frasco masih menatap langit sore itu. Pikirannya melayang akan sesuatu yang tidak masuk akal menurutnya. “Aku tidak tahu apa yang dipikirkan Kaivan siang tadi. Dia bilang, aku mengirimkan kado dan bunga untuk anak dan istrinya. Hahaha... kekonyolan apalagi ini? Aku memang menyukai Elina. Bahkan aku punya perasaan lebih untuk istri si Kaivan itu. Aku mengaguminya dan memujanya. Aku hanya tak habis pikir kenapa Kaivan berpikir aku yang mengirimkan kado dan bunga untuk Elina. Itu sama saja dengan mengundang maut. Are there any other secret admirers?” *** Konflik Horisontal yang terjadi di Batavia Industry Group  antara pemilik yang mempunyai hak pokok yaitu Kaivan Jourell dan Pemegang saham terbanyak yaitu Frasco Andrew membuat suasana meeting kali ini begitu tegang. Tak ayal lagi konflik yang terjadi pada tingkat hirarki yang sama dalam perusahaan ini membuat manajemen terbagi dalam dua kubu. Kubu pendukung Kaivan dan kubu pendukung Frasco. Walaupun mereka mempunyai tujuan yang sama yaitu memajukan perusahaan. Namun, seringkali mereka berbeda visi dan misi dalam perumusan tujuan, tentang alokasi, dan efesiensi penggunaan sumberdaya, pemasaran dan lainnya. Seperti yang terjadi kali ini. "Kau memang pemilik perusahaan ini, Pak Kaivan Jourell. Tapi aku adalah pemegang saham terbanyak. Aku yang memutuskan akan seperti apa pemasaran produk kita kali ini," sela Frasco ditengah-tengah meeting dengan Dewan Direksi dan Dewan Komisaris. "Kau tidak bisa melakukannya sendiri, Mr. Andrew. Kita putuskan bersama," potong Levin Linford, salah satu Dewan  Direksi dan sekaligus sahabat Kaivan. Kaivan mengenal Levin Linford dua tahun yang lalu ketika mereka sama-sama berlibur di pulau Dewata, Bali. Saat itu pengusaha muda asal London itu sedang berlibur di Bali dan menginap di Hotel yang sama di kawasan Legian, Bali. Dia tertarik dengan bisnis Kaivan dan ikut bergabung di perusahaan Kaivan setahun lalu. Mereka berteman baik sampai saat ini. "Aku rasa aku tidak butuh pendapat dari orang yang hanya mempunyai beberapa persen saham saja disini," kata Frasco dengan gaya arogannya. "Ingat Mr. Andrew, aku bisa membeli semua sahammu kalau aku mau. Aku hanya kasihan melihat mu yang tak mampu move on dari perusahaanmu yang bangkrut dulu," balas Levin tak kalah telak dari Frasco. "Aku rasa kita semua ingin perusahaan ini maju. Mr. Linford dan Mr. Andrew, tolong simpan emosi kalian," kata Kaivan menengahi. Pria ini benar-benar harus bersikap sebijak mungkin meski hatinya ingin mencengkeram wajah pongah Frasco. "Aku melakukan perjalanan selama hampir 16 jam dari London ke Jakarta tidak untuk berdebat masalah sepele seperti ini. Ayo kita ambil vote untuk memutuskan bagaimana langkah kita ke depan," saran Levin. Beberapa menit setelah meeting selesai, Kaivan dan Levin duduk bersama di ruang kerja Kaivan. Mereka membahas permasalahan yang ada di perusahaan mereka dan sikap Frasco yang meresahkan. Bagaimanapun pria bernama Frasco itu seperti insect, sudah sangat mengganggu. Seorang perempuan muda dengan setelan blazer cokelat dan rok pensil berwarna senada memasuki ruang kerja Kaivan. Perempuan cantik itu melayangkan senyum ramah. "Pak Kaivan, apa Anda butuh sesuatu?"  "Tidak. Terima kasih, Linda. Aku akan memanggilmu kalau aku butuh sesuatu," balas Kaivan pada perempuan bernama Linda tersebut. Linda sedikit membungkuk memberi hormat. "Baik, Pak." "Sekretaris mu cantik, Kai. Apa kau tak tergoda dengannya?" Levin mencoba menggoda Kaivan setelah Linda meninggalkan mereka. "Aku sudah punya yang jauh lebih cantik di rumah. Aku rasa aku tidak memerlukan wanita cantik lainnya." Kaivan bersedekap. "Kau yang seharusnya mencari wanita cantik untuk pendampingmu agar kau tidak selalu mengencani wanita-w************n itu."  "Aku masih belum berpikiran ke sana,Kai. Aku masih ingin bebas," kata Levin. Pembicaraan mereka berlanjut sampai tiba waktunya pulang. Kaivan mengundang Levin untuk makan malam bersama di rumahnya, namun Levin harus segera kembali ke London karena perusahaan periklanan yang dikelolanya membutuhkan kehadirannya segera. Setelah Levin meninggalkan gedung perkantoran yang megah itu, Kaivan melanjutkan pekerjaannya untuk membuat perencanaan alokasi dana proyek perusahaannya yang akan datang. Pria itu terlalu asyik dengan pekerjaannya sampai lupa waktu jika dia berjanji pada Elina akan makan malam bersamanya malam ini. Kaivan melirik arloji di tangan kirinya. Dia terperanjat melihat jarum jam sudah menunjukan pukul 22.30. "s**t! Kenapa aku sampai lupa waktu. Elina pasti menungguku," umpatnya dalam hati. Kaivan segera membenahi meja kerjanya dan melangkah ke luar ruangan kerjanya. Ia mendapati Linda masih sibuk di depan meja kerjanya.  "Linda, kau belum pulang?"  "Saya menunggu Bapak," balas Linda dengan senyuman sarat makna. Kaivan mengernyitkan dahi. "Kenapa menungguku? Jam kerjamu sampai jam 16:00. Tidak perlu menungguku." "Saya hanya ingin bersikap professional, Pak. Bos saya pulang malam masa saya anak buahnya pulang lebih dulu." "Ya, sudah. Ayo kita pulang. Kau bawa kendaraan?" "Mmmh... tidak, Pak. Saya naik Taksi.” "Kalau begitu aku antar pulang. Anak gadis tidak baik malam-malam pulang sendirian," kata Kaivan. Setelah menanyakan di mana sekretaris cantiknya itu tinggal, Kaivan segera mengantar Linda ke rumah kontrakannya. "Terimakasih, Pak.  Sudah mengantar saya pulang," kata Linda setibanya di rumah kontrakannya. "Iya, sama-sama.” Linda ke luar dari mobil Kaivan. Belum juga Kaivan menginjak gas tiba-tiba Linda kembali dengan setengah berlari. "Pak! Pak! Maaf, jangan pergi dulu. Kunci kontrakan saya tertinggal di kantor. Bisakah bapak bantu mencongkel kuncinya agar saya bisa masuk. Biar besok saja aku melapor pada pemilik rumah ini. Kalau harus kembali lagi ke kantor kan sudah larut malam.” Linda memohon. Kaivan tak kuasa menolak permintaan Linda. Dia merasa Linda seperti  Kayla, adiknya. Kaivan mengambil kunci pas yang ada dibagasi mobilnya. Dia dan Linda masuk ke pekarangan rumah kontrakan Linda. Setibanya mereka di depan pintu rumah kontrakan Linda, Kaivan memukul gagang pintu itu dengan kunci pas beberapa kali sampai akhirnya pintu apartemen itu pun terbuka. "Terimakasih, Pak," kata Linda. Lalu dia memeluk Kaivan dengan rasa senang. "Linda. What are you doing?"  Kaivan melepas lingkaran tangan Linda yang melingkar di lehernya. "Aku selalu ingin melakukan hal ini. Baru kali ini aku bisa memelukmu. Aku yakin kau menginginkanku juga, 'kan?" kata Linda kembali memeluk Kaivan lalu mencium bibir Kaivan tanpa rasa malu akan terlihat oleh tetangga yang masih terjaga. Kaivan segera melepaskan pelukan dan menghindar dari ciuman si sekretaris itu. "Oh s**t ...Linda! Kau tahu, aku sangat menyesal datang ke sini. I'm sorry I have to go!"   Kaivan  lalu meninggalkan Linda begitu saja. Dia teringat akan janjinya pada istri tercinta. Ia kembali melesat membelah jalanan malam ibukota dan berharap tiba di rumah lebih cepat. Jalanan malam itu sedikit lengang. Hanya beberapa kendaraan saja yang terlihat hilir mudik. Kaivan melajukan kendaraannya dengan cepat. Dia ingin segera bertemu Elina. Dia memikirkan bagaimana kecewanya Elina sampai istrinya itu tak sekalipun menghubungi dan mengingatkannya akan makan malam. Dering suara ponsel Kaivan memanggil-manggil. Dia berharap Elina yang menghubunginya. Namun, kekecewaan harus ia telan setelah ia melihat layar berukuran 8.5 inchi pada dashboard mobilnya. Dia melihat nama Frasco Andrew. "Sial. Mau apa lagi manusia satu ini?" rutuknya. "Apa kau tidak bisa menunggu pagi untuk menghubungiku?" Dengan geram, Kaivan menggesar tombol menerima.  "Ada hal yang sangat penting untuk kita bicarakan. Datang ke rumahku sekarang," pinta Frasco. "Apa kita tidak bisa bicara besok saja di kantor? Istriku menungguku." "Ooh...Elina. I miss you, Elina," kata Frasco menggoda Kaivan dari ujung telepon. "Hei, berengsek! Jangan mulai lagi atau aku akan datang dan menghajarmu!" Kaivan mulai kesal. "Baguslah kalau kau mau datang. Itu yang kutunggu," balas Frasco Kaivan membelokan arah laju kendaraannya ke arah rumah Frasco. Entah apa yang akan dibicarakan Frasco sampai pria itu tidak bisa menunggu besok. *** Di kediaman Kaivan Elina begitu gelisah menunggu kedatangan Kaivan. Dia sangat mengkhawatirkan keadaan suaminya apalagi baru kemarin dia ribut dengan Frasco. Kegelisahan Elina membuat Bi Tini si kepala asisten ikut gelisah. Pasalnya, wanita paruh baya itu pun ikut begadang menunggu Tuannya bersama sang istri. "Bu, Kalau Ibu khawatir sama Bapak lebih baik Ibu telepon saja Bapak," saran Bi Tini. "Aku takut mengganggunya, Bi. Dia bahkan tak memberi kabar, itu tandanya dia sedang sibuk. Aku tidak mau disebut sebagai istri pengganggu.” “Bu, Ibu itu kan cuma mengkhawatirkan Bapak. Bukan mengganggunya. Saya yakin, Bapak pasti ngerti kok.” Elina mengambil ponselnya. Namun, belum sempat dia men-dial nomor suaminya tiba-tiba Kaivan muncul dari balik pintu. "Malam, Sayang. Maaf, aku pulang terlambat. Ada beberapa urusan yang tidak bisa ditinggalkan," kata Kaivan. Wajahnya terlihat lusuh, begitupun dengan pakaiannya. "Kau baik - baik saja?"  "Iya. Aku baik-baik saja. Aku hanya terlalu lelah, Sayang." Kaivan mengecup pipi Elina. "Aah, kau bau sekali. Mandi dulu sana.” Elina mengusap pipinya. Kaivan tersenyum. Tidak memedulikan asisten rumah tangga mereka yang masih berada di ruang tamu tersebut, ia mencoba menggoda Elina dengan berusaha menciumnya sekali lagi.  "Kai, sana. Mandi dulu baru boleh menciumku lagi."  Kaivan akhirnya menuruti saran Elina. Dia melenggang masuk ke kamarnya. Pagi harinya. Saat tengah sarapan bersama bersama keluarga kecilnya. Kaivan dikejutkan oleh kehadiran Jamal, salah satu orang kepercayaan Kaivan. “Maaf, mengganggu. Pak Kai, ada beberapa petugas kepolisian datang mencari Bapak,” tutur Jamal, mengejutkan Kaivan dan Elina. Elina menatap Kaivan. “Sayang, kenapa para polisi itu mencarimu. Ada apa?” “Aku tidak tahu, Sayang. Kita temui saja mereka.” Kaivan mengajak istrinya ke ruangan di mana para aparat penegak hukum itu tengah menunggunya. “Selamat pagi, Bapak-bapak. Ada keperluan apa rupanya kalian sepagi ini sudah berkunjung?” sapa Kaivan. “Dengan Pak Kaivan?” salah satu pria berseragam polisi mengulurkan tangannya. “Iya. Saya sendiri.” Kaivan menjabat tangan polisi tersebut. “Saya Sersan Agus Komara. Saya dan rekan saya datang kemari untuk meminta keterangan Pak Kaivan tentang saudari Linda. Linda Kusuma, sekretaris Pak Kaivan,” jelas Sersan Agus. Kaivan terlihat bingung. “Ada apa dengan Linda?” “Saudari Linda ditemukan tewas tadi pagi. Berdasarkan keterangan saksi. Saksi sempat melihat Anda dan saudari Linda masuk ke rumah kontrakan saudari Linda. Bahkan, maaf. Anda dan saudari Linda sempat berpelukan dan berciuman di depan pintu rumah kontrakan saudari Linda,” imbuh Sersan Agus.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD