Gara-Gara Cotton Bud

1641 Words
Ternyata cewek yang mengingatkan dompetnya tadi itu menjadi presenter untuk acara seminar yang ia hadiri. Ya Allah...., ia mengelus d**a sendiri. Tak sia-sia memang. Meski niatnya hanya mengejar ilmu eeeh malah bertemu perempuan yang menarik hati. Aidan tak menampik sih kalau cewek itu terlihat lebih tua dibandingkan dengannya. Mungkin usianya 28 atau 29 tahun kah? Hahaha. Tapi yang namanya cinta kan tidak memandang usia. Siapa saja boleh jatuh cinta kepada siapapun pada usia berapapun. Banyak juga cewek yang menikah dengan lelaki yang jauh lebih tua. Sebaliknya, banyak juga cowok yang menikah dengan perempuan yang jauh lebih tua. Bahkan belasan tahun lebih tua. Mau contoh? Nabi Muhammad SAW itu menikah dengan istri pertamanya, Bunda Khadijah di mana usia Nabi saat itu 25 tahun sementara Khadijah berusia 40 tahun. Secara tidak langsung, itu menunjukan bahwa usia bukan menjadi penghalang jika memang sudah menjadi jodoh dan takdirnya. Iya kan? Jadi di sepanjang seminar, alih-alih menyimak materi yang disampaikan, Aidan malah sibuk menghitung perbedaan usianya dengan cewek itu. Tak lupa.... dr. Diana Asla Ramadhani, Sp.THT-KL Aaaah. Ia mengangguk-angguk sembari menyimpan dalam-dalam nama presenter yang ia baca di spanduk yang terpampang di depan sana. Lengkap pula dengan fotonya. Ia tersenyum kecil. Sepertinya dokter dan apa itu gelar belakangnya ya? Jemarinya berselancar demi menyelidiki perempuan yang baru ia kenal. Spesialis Telinga Hidung Tenggorokan-Bedah Kepala Leher Aaah ia mengangguk-angguk. Berarti sudah menyelesaikan spesialis. Dan otak Aidan kembali berselancar untuk mengira-ngira usia cewek di depannya itu. Kalau masuk kuliah diusia 17 tahun maka ada kemungkinan selesai sarjana kedokteran diusia 21 tahun. Lalu koas dan ujian kedokteran selama dua tahun. Maka usianya menjadi 23 tahun. Ditambah intership lagi setahun berarti menjadi 24 tahun. Ditambah lagi spesialis THT sekitar 4 tahun maka kemungkinan usianya 28 tahun. Tapi itu perkiraan Aidan. Bisa jadi lebih tua atau lebih muda. Kalau masih di bawah 30 tahun sepertinya masih worth it! Hahaha! Ia menahan senyumnya sendiri memikirkan hal ini. Astaga! Aidan menarik nafas dalam. Ia mencoba fokus mendengarkan para pembicara menyampaikan materi meski matanya tak berhenti melihat ke arah Diana yang tampak serius mendengar ulasan dari pembicara. Perempuan berkacamata itu memang cantik. Hidungnya mancung, kulitnya putih. Wajahnya agak-agak mirip artis yang sangat-sangat lawas dan zaman dulu banget malah, Jihan Fahira. Mungkin zaman Omanya masih muda. Tapi sebetulnya ketika kacamatanya dilepas, perempuan itu tidak terlihat setia itu. Mungkin kacamatanya membuat raut wajahnya menjadi tampak serius. Meski demikian, Aidan tak keberatan kok. Hahaha. Persoalan usia dan apapun itu tidak masalah. Yang menjadi masalah justru hanya satu, jika berbeda keyakinan. Nah itu baru menjadi masalah besar. Karena tak bisa memaksa dan tak bisa memilih. Apapun yang terjadi, ia akan teguh memegang keimanannya. Omong-omong, ia pernah berpacaran juga dengan cewek lebih tua sebelum berpacaran dengan mantannya kala itu. Saat itu, ia baru saja masuk SMA dan tiba-tiba jatuh cinta pada seseorang dengan kasus yang sama. Hanya melihat dan langsung tertarik. Saat itu, ia mengantar kedua adik kecilnya ke sekolah TK alias Taman Kanak-Kanak. Ia melihat perempuan itu juga mengantar anaknya. Hahahaha. Setelah dicari, status perempuan itu janda dan juga pengajar di sekolah dasar. Wajahnya tampak masih muda dan usianya juga sama. Masih 23 tahun tapi sudah memiliki anak yang seumuran dengan Adel, adik Aidan yang nomor enam. Hahaha. Bayangkan, ia naksir seorang perempuan yang sudah memiliki anak seumuran adiknya! Hadeeh! Abi dan Umminya pusing kepala mendengar kabar itu. Namun tentu saja tak sampai berpacaran. Meski gosip yang beredar di kalangan keluarga besarnya jelas berbeda. Namun ia tak perduli. Toh mereka memang tak tahu bagaimana realita kisahnya. Dan hari ini, ia kembali jatuh cinta pada seorang perempuan yang lebih tua dibandingkannya. Kalau memungkinkan, kenapa tidak dikejar saja? @@@ Usai acara, Aidan belum beranjak. Cowok itu masih menunggu momen di mana ia bisa berkenalan. Baginya, persoalan mengejar cewek itu adalah persoalan waktu dan kesempatan. Waktu yang tak akan terulang dan kesempatan yang belum tentu datang dua kali. Iya kan? Maka ia menunggu di bangku dan membiarkan para peserta lain keluar lebih dulu. Begitu cewek itu sendiri, ia langsung berdiri dan bergerak mendekat. Tidak seperti tadi, ia tidak mengulurkan tangannya. Ia berdeham dengan senyuman kecil. "Boleh nanya?" tanyanya sopan. Takutnya kalau ia dikira tidak sopan pada orang yang lebih tua. Pemikiran setiap orang kan berbeda-beda. "Ya, nanya apa?" tanyanya tak curiga. Diana bahkan sudah lupa dengan kejadian tadi. Di mana ada cowok aneh tiba-tiba mengajak kenalan usai memberitahu dompet yang hampir jatuh. Itu sungguh lelucon! "Saya punya keluhan sakit telinga," tuturnya. Sengaja berbohong sedikit untuk mengetahui di mana perempuan ini bekerja. Hahaha. "Keluhannya seperti apa?" "Susah mendengar yang....." "Yang?" Cewek itu membeo. Aidan jadi malu sendiri. Ia kan mau menggombal tapi tak berani. Hahahaha. Saat memiliki ketertarikan pada sosok janda itu pun ia tak berani mendekat. Karena apa? Yaa bocah ingusan berpakaian putih dan abu-abu bisa apa sih? Kalau sekarang kan berbeda. Biar pun belum lulus, ia pengusaha muda loh. Sudah punya penghasilan sendiri bahkan ikut mengawasi kantor cabang milik Abinya yang ada di Jogja dan sekitar Jawa Tengah. Kalau mau menikah, memang sudah mampu. Tapi jangan ditanya sudah lulus kuliah atau bekumnya. Karena jawabannya terlalu jelas. Aidan berdeham. "Biasanya kalau ramai begini, saya agak susah mengira-ngira sakitnya." Perempuan itu mengangguk-angguk. Ia sudah berpikir macam-macam karena gangguan telinga yang terjadi pada masing-masing orang itu memang berbeda. "Kalau ada keluhan, kamu bisa datang saja ke sini," tuturnya lantas memberikan kartu namanya. Aidan menahan senyumnya. Ini yang ia inginkan. Hahaha! "Terima kasih, dok," tuturnya. "Ya, sama-sama," tukasnya lantas ia biarkan saja Aidan pamit dengan senyum ceria bagai baru saja memenangkan lotre berhadiah mobil. Hahaha. Ia mencium kartu nama itu sebelum memasukkannya ke dalam dompet. Lalu terkekeh sendiri karena geli dengan tingkahnya sendiri. Ini aneh tapi nyata. Yang namanya jatuh cinta memang tak terduga-duga ya? Niat ke kampus untuk ikut seminar. Di pertengahan jalan, Tuhan mempertemukannya dengan salah satu kandidat yang barangkali akan berjodoh dengannya. Dan semesta seolah mendukung apa yang terjadi. Aidan pulang dengan memesan ojek menuju apartemen. Senyumnya melebar meski diterpa angin. Hatinya ceria sekali. Hahaha. Begini ternyata rasanya ketika kembali jatuh cinta. @@@ "A'aaaaaaak!" Suara ceriwis menyemarak di dalam kamarnya. Aidan terkekeh. Ia baru saja selesai mandi dan sedang mengelap rambutnya yang basah. Di laptopnya, muncul jelas wajah Adel, Adeeva dan Adshilla. Yang paling ceriwis tetap saja si Adel. Gadis itu sudah besar. Sudah naik kelas tiga SMP. Makin besar makin ceriwis. Hahaha. "Udah pada makan?" "Iih! Adel tauk yang harusnya nanya. Adel kan di rumah. Pasti udah makan. Tapi A'ak udah belum?" Aidan terkekeh. Ini salah satu penyemangat hidupnya sih. Adel yang ceriwis dan sangat bawel. Suka sekali menganggunya dengan berbagai pesan dibandingkan dengan saudara-saudaranya yang lain. Kalau Adeeva juga ceriwis. Tapi kalah saing kalau ada Adel. Adshilla memang tak banyak bicara. Meski diam-diam nakal juga. Paling seru kalau melihat gadis itu bertengkar dengan saudara kembarnya, Adrian. "Ini baru mau nyari makan. A'ak cari makan dulu ya," pamitnya. Adel dan Adeeva langsung berseru. Meski akhirnya panggilan video itu terpaksa ditutup juga. Aidan bergerak menuju ke lantai bawah. Di bawah ada kafe dan biasanya ia makan sendirian di sana. Jovan sudah mengembalikan mobilnya tadi sore setelah dipinjam selama dua hari. Entah ke mana, ia tak pernah bertanya. Biasanya sih jalan-jalan bersama pacarnya dan Aidan enggan bertanya karena malas ikut campur. Ada banyak teman perempuan Jovan yang naksir. Meski kabar Aidan yang gay masih semarak di fakultas. Mungkin karena tampang dan dompet yang tebal. Yeah, memang banyak cewek matre yang mengantri. Makanya ia malas. Kalau pun ada yang tulus, tapi ia tak tertarik ya sudah. Tinggalkan saja. Seperti Soraya. Hahaha. Entah kenapa, tiap ingat gadis itu, Aidan selalu tertawa. Karena setiap akan berpapasan dengan Aidan pun, Soraya akan balik arah ke mana pun asal tidak berhadapan langsung dengan Aidan. Trauma dan entah lah. Hanya Soraya yang paham. Hahaha. Aidan malah menikmati. "Wess! Sendirian!" ledek Niko. Dia juga tetangga di apartemen depannya. Anak Hukum yang hobinya bergerilya mencari perempuan. Aidan hanya mengangguk-angguk kepala sembari menikmati makanannya. Usai makan, ia melihat ponselnya dan seketika teringat seminar siang tadi. Cepat-cepat ia mencari kartu nama yang ia selipkan di dompet lalu tersenyum kecil. Kapan ia akan ke sana? Hahaha. Ini lah yang sedang ia pikirkan. Yang namanya mengejar cinta itu, perlu waktu dan kondisi yang tepat. Istilah lainnya dinamakan sikon. Kalau sikonnya salah, akan berakhir menjomblo seperti abang sepupunya. Hahahaha. Belajar dari kegagalan Ardan lah, Aidan jadi lebih paham cara mengejar cinta dan berhubung ia belum tahu bagaimana sikon yang tepat, mari coba semua waktu. Karena itu termasuk ke dalam usaha dan kita tak pernah tahu, usaha mana yang akan berhasil. Usai makan, Aidan berniat balik ke apartemennya. Rencananya mau mengerjakan topik penelitian. Bagaimana pun ia harus memikirkan hal itu. Tapi ketika melihat Jovan....tangannya terulur. Kening Jovan mengernyit. "Minta itu," tuturnya. Ia menunjuk dengan bibirnya. Maksudnya cotton bud di tangan Jovan. Aaah. Jovan mengangguk-angguk. Ia kira apa gitu. "Yang bekas aku?" Aidan menoyor kepalanya. Jovan terbahak. Ia mengambil cotton bud yang baru dari bungkusannya kemudian menyerahkannya pada Aidan. Lalu kedua cowok itu masuk ke apartemen masing-masing. Saat sikunya terantuk tembok, Aidan mengaduh kencang. Ia baru saja menutup pintu apartemennya dan tak sengaja membenturkan siku tangannya ke tembok. Alhasil, cotton bud yang ia pegang dan sudah masuk ke dalam lubang telinga itu ikut terdorong ke dalam dan membuat telinganya terasa sangat nyeri. Bahkan cotton bud itu bagai menempel di dalam sana. Hal yang membuatnya meringis. Ia menarik cotton bud itu namun masih merasakan ngilu yang teramat dalam. Ia meringis dalam diam sembari menahan sakitnya. Saat melihat cotton bud yang ia pakai sih tak ada darah atau apapun. Namun rasa nyeri itu menggelenyar dan tak kunjung sembuh. Hampir setengah jam ia bergulat dengan kenyerian itu hingga akhirnya rasa sakit itu mulai berkurang. Tapi yang tak disadari Aidan adalah rasa sakit yang hilang itu berganti dengan darah yang terus menetes dari dalam lubang telinganya. Namun karena tak merasa ada yang ganjil, ia meneruskan selancarannya di internet. Lalu berteriak kaget saat hendak mencuci muka dan melihat darah bercucuran dari telinganya. @@@
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD