Bab 2

1138 Words
Seminggu yang lalu. Kai baru saja menyelesaikan makan malamnya dan kini lelaki tampan itu sedang duduk di sofa sambil menonton televisi di ruang tengah. tak lama ponselnya berdering, ia mendapatkan sebuah panggilan dari Papanya yang berada di Indonesia. Lelaki itu tersenyum lalu sesegera mungkin meraih ponselnya untuk menjawab panggilan tersebut. "Halo, Papa apa kabar?" tanya Kai yang begitu antusias sambil mengecilkan volume televisinya. "Kabarku baik Kai, bagaimana denganmu?" tanya balik Kakek Pratama. "Kabarku baik Kai, oh ya bisakah kau segera pulang ke rumah? ada hal yang sangat ingin aku katakan padamu." pinta Kakek Pratama dengan penuh harap yang membuat Kai penasaran. "Apa itu, Pa? tidak bisakah dibicarakan lewat telefon? apakah itu sangat penting?" Kai menumpahkan segala pertanyaan kepada Kakek Pratama karena rasa penasarannya. "Ini sangat penting, jadi segeralah pulang ya, Nak." pinta Kakek Pratama dengan sangat memohon. Seminggu kemudian, akhirnya Kai pulang ke Indonesia namun ia sengaja tidak langsung mampir ke rumah Kakek Pratama melainkan ia menginap di hotel karena ia ingin memiliki ruang privasi untuk menemui pacarnya Agatha yang tidak diketahui oleh Kakek Pratama. Tapi siang itu saat Kai menemui Kakek Pratama, ia menemukan Papanya sudah tergeletak di lantai kamarnya. sontak saja Kai panik lalu membawanya untuk berobat ke rumah sakit. dalam hati Kai, ia merasa sangat menyesal karena baru menemui ayahnya setelah seminggu lalu beliau menghubunginya. Kai berharap sang Papa akan baik- baik saja. namun setelah Dokter memeriksa kondisi sang Papa, Kai justru merasa sangat terpukul karena Kakek Pratma mengalami penyakit komplikasi yang sudah sangat parah. hal itu membuat Kai merasa sangat bersalah karena ia tak bisa menjadi anak yang baik untuk menjaga kesehatan sang Papa. Kai yang bingung akhirnya menghubungi Kakaknya untuk memberitahu keadaan Papa mereka. # # # Kai pun membawa Rain ke Cafe yang ada di rumah sakit tersebut. Rain pun memesan beberapa makanan yang ia suka untuk mengisi perutnya. jujur saja ia tak nyaman bersama Kai karena gadis itu menilai sikap Kai sangat dingin dan terlalu tegas. Rain saja sangat malas jika Omnya itu berkunjung bahkan menginap di rumah Kakek Pratama. lelaki itu pasti akan selalu menegurnya untuk tidak melakukan ini dan itu. makanya kadang seringkali keduanya bertengkar jika berada di rumah saat sedang bersama. "Aku dengar kamu sering terlambat masuk sekolah Rain. apa kebiasaanmu pulang ke rumah sampai tengah malam masih berlanjut?" tanya Kai yang membuat Rain tersedak. gadis itu pun buru- buru menenggak minumannya lalu mengelap mulutnya. "Apa wanita itu yang melaporkannya padamu?" tanya Rain balik tanpa basa- basi yang membuat Kai mendelik menatap Rain. "Wanita itu? dia itu adalah Gurumu sekaligus pacarku jadi tunjukkan rasa hormatmu, Rain." ucap Kai dengan nada meninggi yang menyulut emosi Rain serta kehilangan nafsu makannya. gadis itu pun kini bangkit dari tempat duduknya dan meraih tasnya. "Mau kemana kamu?" Tanya Kai. "Aku ingin kembali ke ruang rawat Kakek." jawab Rain sambil mulai melangkah pergi namun tanganya di tarik oleh Kai. "Habiskan makananmu dahulu." seru Kai. "Nafsu makanku sudah hilang saat Om mengusik diriku jadi lepaskan tanganku." Rain melepaskan tangannya secara paksa lalu melangkah pergi meninggalkan Omnya seorang diri. Rain kesal mengapa sepasang kekasih itu repot- repot mengurusi hidupnya padahal orang tuanya sendiri tidak pernah mengurusinya. "Rain.." Panggil Kakek Pratama sambil mengusap kepala Cucunya yang sedang tertidur di sampingnya. Rain pun perlahan membuka mata dan menatap Kakeknya. "Iya Kek, ada apa?" "Mana Om Kai?" tanya beliau. "Om Kai? sepetinya ada di luar coba aku cari ya." Rain pun bangkit dari kursi lalu keluar untuk mencari Kai yang baru saja datang membawa segelas kopi. "Om Kai, dipanggil Kakek," ucap Rain yang sontak saja membuat Kai yang baru saja datang itu untuk segera masuk ke dalam ruang rawat sang Papa. Kai berjalan setengah berlari karena tak ingin terlambat sedetik pun. "Papa.." panggil Kai saat ia sudah meletakkan kopinya di atas meja lalu duduk di sebelah sang Papa. "Kamu darimana, Nak?" "Kai abis cari udara segar sambil beli kopi, Pa." jawab Kai. "Rain, sudah sore sebaiknya kamu pulang dulu bersama Bibi Ijah." pinta Kakek Pratama yang masih terdengar lemas. "Tapi aku mau disini jagain Kakek," seru Rain yang enggan beranjak pergi. "Pergilah Rain biar Om yang jaga Kakek nanti kalau ada apa- apa akan kuhubungi," Ucap Kai yang berusaha membuat rasa khawatir Rain berkurang. "Ya sudah, aku pamit pulang sama Bibi Ijah ya Kakek, Kakek pokoknya harus cepat sembuh ya." Seru Rain sambil memeluk serta menciumi kedua pipi Kakek Pratama. Kakek Pratama pun membalas pelukan hangat dari Rain. "Hari ini kami bawa mobilkan Rain?" tanya Kakek Pratama yang membuat Kai kaget karena diumur Rain yang sekarang tak seharusnya ia membawa kendaraan sendiri. "Tunggu, kamu mengemudikan mobilmu sendiri?" tanya Kai meyakinkan dan di balas anggukan oleh Rain. "Papa kenapa mengijinkan Rain bawa mobil sendiri? diakan belum berumur tujuh belas tahun." seru Kai mengingatkan namun dibalas senyuman oleh Kakek Pratama karena ia senang Kai begitu perhatian pada Rain. "Biarkan saja Kai asal Rain senang Papa senang." Rain yang melihat ekspresi Omnya begitu posesif memutuskan untuk segera pergi sebelum mendapatkan sebuah wejangan dari Omnya yang super duper tegas itu. "Kakek, Rain pamit dulu ya, Daa," "Tunggu Rain.." Kai berusaha menghentikan langkah Rain. "Kai.." lirih Kakek Pratama. "Sebelum pulang cuci mukamu dahulu dan bawa kopi ini." kata Kai sambil memberi segelas kopi miliknya yang baru saja ia beli tadi. Rain pun menuruti apa yang di perintahkan oleh Omnya sebelum menimbulkan perdebatan seperti biasanya. Rain sudah cukup lelah jika sore ini harus berdebat dengan Omnya yang terkenal cerewet itu. Kai tahu betul kalau Rain adalah Cuci semata wayang Papanya yang sangat disayanginya jadi Kai sengaja bersikap demikian agar tak menimbulkan beban pikiran untuk sang Papa jikalau terjadi sesuatu pada gadis itu. Setelah Rain benar- benar pergi, Kai sempat menyuapi Papanya makan serta membantu Papanya minum obat yang diberikan oleh suster.  "Kai, Papa ingin berbicara penting kepadamu tapi Papa harap kamu tidak marah dan kecewa dengan Papa." Kai pun menanggapi ucapan Papanya dengan cukup serius. sebenarnya ia juga penasaran dengan apa yang ingin beliau sampaikan sejak seminggu yang lalu. "Sebenarnya kamu bukanlah anak Papa dan Papa menemukan saat kamu tak sengaja dititipkan di depan gerbang rumah Papa." Ucapan Kakek Pratama terdengar seperti petir yang menggelegar karena Kai sangatlah menyayangi Papanya tapi kenyataan berkata lain. "Papa tidak bercanda kan?" Kai kembali bertanya untuk meyakinkan namun langsung di jawab oleh Kakek Pratama dengan menggelengkan kepala. "Lalu apakaha Papa ingin mengusir Kai dari hidup Papa?" tanya Kai asal begitu saja saat pertanyaan itu terlintas dipikirannya. "Tidak Kai, tak pernah sedikit pun terpikir oleh Papa untuk mengusirmu karena kamu telah Papa anggap sebagai anak Papa sendiri, Nak," Seru Kakek Pratama dengan air mata yang mengalir. suasana haru pun memenuhi ruang rawat Kakek Pratama untuk beberapa saat. "Tapi Kai, Papa punya satu permintaan untukmu, apakah kamu mau memenuhinya?" Kai kembali bingung dengan ucapan sang Papa. "Apa itu Pa?" "Menikahlah dengan Rain, Kai," Seru sang Papa yang membuat Kai kembali kaget karena permintaan beliau kali ini terdengar seperti lelucon untuknya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD