Good luck-5th Our

2248 Words
“Eonni!!!!” “Ada apa?!” Pagi-pagi sekali keributan sudah terjadi di kediaman dua bersaudara itu, entah ada apa dengan mereka. Ara yang tengah sarapan langsung lari ke kamar sang adik saat jeritan itu terdengar. Dia langsung menerjang masuk ke kamar Kayana tanpa mengetuk pintu lebih dulu. “Apa yang terjadi?!” tanya Ara dengan raut wajah khawatir. “Eonni!!” teriak Kayana lagi, gadis berambut panjang itu berlari menghambur ke pelukan Ara. “Aku mendapatkan panggilan kerja! Aku akan bekerja!" Ara masih belum merespon, dia terdiam sejenak. Telinganya tidak salah dengar, kan? Ara menguraikan pelukan Kayana, menatap gadis itu dengan intens. Dia memegang kedua bahu Kayana dengan erat, lantas bertanya. “Kau tidak sedang bercanda dengan eonni, 'kan?" Kayana menggeleng, dia tidak bercanda ataupun berbohong. Tadi, saat dia bangun tiba-tiba sebuah notifikasi masuk ke ponselnya, dan betapa bahagianya Kayana saat melihat isi notifikasi itu adalah pemberitahuan kalau dia diterima kerja setelah melakukan wawancara dua minggu yang lalu. “Butik D’Laura menerimaku bekerja disana, Eonni!!” Mereka kembali berpelukan seraya terlonjak-lonjak senang, pagi yang cerah diawali dengan kabar baik sekaligus suara tawa mereka. Sudah lama sekali Kayana menantikan kabar baik ini, setelah lulus kuliah gadis itu tak kunjung mendapatkan pekerjaan. Jika kalian bingung, maka akan diingatkan sekali lagi kalau ini adalah dunia fantasi, apapun bisa terjadi disini. “Baiklah, baiklah, aku harus bersiap sekarang Eonni" Kayana hendak berbalik menuju toilet, namun langkahnya tertahan, gadis itu menatap Ara "Aduh, bagaimana ini. Aku bahkan tidak punya pakaian yang cocok untuk pergi ke tempat kerja pertamaku! Eonni, apa yang harus aku lakukan??” Kayana jadi heboh sendiri, Ara tersenyum tipis melihat tingkah menggemaskan Kayana, gadis berambut grey itu lantas menangkup wajah Kayana dan berbicara setenang mungkin kepada gadis itu. “Pergilah ke toko baju dan beli satu set baju yang kamu inginkan,” Ara mengeluarkan kartu kreditnya, “Pakai ini” dia menyerahkan kartu itu kepada Kayana. “Eonni..” Kayana terharu, gadis itu memeluk Ara sekali lagi. “Terima kasih, Eonni” “Sama-sama, Kayana. Anggap saja ini hadiah dari eonni juga sebagai ucapan selamat karena pada akhirnya mendapatkan pekerjaan, eonni sangat senang." “Eonni-a, kenapa kau begitu baik kepadaku?" "Tentu saja, kau adikku" Pagi hari yang cukup menyenangkan untuk Kayana dan Ara. Kayana besok akan mulai bekerja, sementara Ara dia mendapatkan informasi mengenai kenaikan gaji. Sudah lama sekali mereka tidak menerima kabar sebaik ini. Pukul sepuluh pagi, Kayana keluar dari rumahnya berjalan kira-kira dua ratus meter untuk sampai ke halte bus. Hari ini dia akan membeli pakaian yang dia inginkan, meskipun nanti gadis itu akan mendapatkan seragam, tetap saja, di hari pertamanya dia harus tampil sebaik mungkin. Kayana tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini. Bus datang setelah lima belas menit Kayana menunggu, gadis itu langsung naik dan kendaraan umum roda empat itu kembali bergerak menuju tempat tujuan. Di dalam bus Kayana tak henti-hentinya tersenyum, dia senang karena akhirnya bisa bekerja dan tidak melulu menggantungkan kebutuhannya pada Ara, meski Kayana yakin Ara tidak keberatan tentang itu. Bus kembali berhenti setelah dua puluh menit bergerak, seorang wanita berambut bob masuk dengan kantong belanjaan yang banyak sekali. Setelah memastikan penumpangnya masuk, supir kembali meneruskan perjalanan. Wanita itu meletakan kantong belanjaannya, dia menyapukan pandangan, mencari tempat duduk yang kosong. Hanya saja, semuanya sudah penuh. Kayana yang melihat itu tersenyum lantas bangkit, dia melambaikan tangan ke arah wanita tersebut. "Ahjumma, duduklah" kata Kayana tanpa keberatan sama sekali. "Terima kasih" kata wanita itu, dia meletakkan barang-barangnya dibawah. Kayana mengamati tas-tas belanjaan yang berisi kebutuhan dapur juga masih banyak hal lainnya, dia tersenyum menggoda ke arah wanita yang duduk disampingnya. “Hoho, Ahjumma, apakah di rumahmu akan ada pesta? Banyak sekali bahan dapur yang Ahjumma beli.” Wanita itu menepuk paha Kayana seraya terkekeh. Kayana sedikit kaget, tapi gadis itu tak marah. “Pintar sekali kau menebak, sudah lama sekali putraku tidak berkunjung ke rumah, dan malam nanti dia akan datang bersama temannya. Aku begitu senang!” wanita itu menjulurkan lehernya, Kayana yang peka langsung menunduk. Wanita berambut bob itu lantas berbisik. “Anakku seorang penyanyi” “Wah, daebak!” Kayana menutup mulutnya tak percaya. “Siapa, siapa dia?” Wanita itu tersenyum lebar, tapi tak menjawab. Tentu saja, dia tak mungkin memberitahu siapa anaknya. "Baiklah, baiklah. Hal semacam ini tentu sebuah privasi" kata Kayana lagi, dia nyengir lebar. "Tentu saja" Tak ada pembicaraan setelah itu, Kayana mulai merasa pegal dan dia berharap ada penumpang yang akan turun di halte depan. Doa Kayana terkabul, bus berhenti, akan ada penumpang yang turun kali ini. "Ahjumma akan turun disini, terima kasih untuk tempat duduknya" kata wanita tadi seraya berdiri. Kayana mengangguk dan tersenyum. Netra nya mengikuti gerakan wanita itu, dia nampak begitu kesusahan membawa barang belanjaannya sendirian. Kayana jadi tidak tega melihatnya. “Ahjumma, biar ku bantu" kata Kayana akhirnya, wanita itu mengangguk tak keberatan. Mereka membagi dua jumlah belanjaan, dan turun bersama. Kayana meletakan kantong belanjaannya diatas bangku halte. “Daedanhi gamsahabnida" Kayana mengangguk, tak lupa mengumbar senyum manisnya. Saat dia berbalik hendak naik ke dalam bus lagi, kendaraan roda empat itu sudah tidak ada, senyum Kayana luntur seketika. "Bagaimana bisa dia meninggalkanku dan pergi begitu saja???" “Mianhaeyo, karena Ahjumma kau jadi tertinggal bus" Gadis itu hanya mengangguk pasrah, “Tidak apa-apa, Ahjumma, aku akan menunggu bus selanjutnya.” “Kalau begitu kita bisa menunggu berdua, Ahjumma sedang menunggu jemputan" “Oh, baiklah.” jawab Kayana, "Ahjumma kenapa tidak membawa mobil sendiri saat belanja sebanyak ini?" "Ahjumma tidak bisa mengemudi, dan suami Ahjumma sedang bekerja" Mereka duduk dibangku halte, Kayana melirik jam yang melingkar di pergelangan tangan. Bus kira-kira akan datang sepuluh menit lagi. Ponsel Kayana bergetar, gadis itu tersenyum singkat ke arah Ahjumma, dan berjalan sedikit menjauh. “Ya, Eonni?” “Kau sudah membeli bajunya?” Kayana menggeleng meski tau Ara tidak akan melihat gelengan kepala itu. Gadis itu lantas menjawab. “Belum, aku tertinggal bus dan sedang menunggu bus selanjutnya” “Bagaimana bisa kau tertinggal bus?" “Aku akan menceritakannya nanti, sekarang aku tutup dulu teleponnya, bye bye eonni" dan sambungan terputus. Kayana kembali ke bangkunya, “Ahjumma belum tau siapa namamu" “Kayana, Ahjumma” “Yeppeuda” “Gamsahabnida” Benz hitam berhenti, seorang laki-laki yang mengenakan setelan jas turun. Kayana tebak itu adalah suami si Ahjumma yang datang menjemput istrinya di sela jam kantor. "Kenapa kau pergi sendirian? Kan, bisa menungguku pulang" kata dia. Si Ahjumma memukul bahu sang suami, tak meladeni perdebatan dipinggir jalan seperti ini. Apalagi di saksikan oleh remaja. Sang suami hanya terkekeh, dia mengangkat semua barang belanjaan sang istri untuk dimasukan ke dalam bagasi mobil. Wanita itu tersenyum ramah ke arah Kayana, “Kayana, ahjumma pulang dulu ya” “Ne, Ahjumma hati-hati” Tangan wanita itu mengusap rambut Kayana, membuat desiran aneh terasa dihatinya. Kayana merasa sudah lama sekali dia tidak merasakan usapan lembut tangan seorang ibu, gadis itu menelan silva. Ahjumma meninggalkan Kayana yang mematung di tempat, bahkan saat sang suami mengklakson, Kayana tak bergerak sedikit pun. Kendaraan roda empat itu berjalan pergi. Tidak ada yang bisa dilakukan oleh Kayana setelah itu, dia akhirnya hanya duduk diam di halte seraya menunggu bus berikutnya datang. Angin menerpa wajah gadis itu, dia menatap kosong ke arah depan, banyak kendaraan hilir mudik, tapi tak satupun yang memperdulikan gadis itu. Kayana mulai bertanya-tanya, sampai kapan dia akan hidup di dunia fantasi seperti ini. Yeon Jin. satu nama yang tiba-tiba muncul di benak Kayana. Dia penasaran dimana pemuda itu berada sekarang setelah vakum dari dunia permodelan. Kayana merasa bersalah, karena secara tidak langsung dialah penyebab Yeon Jin terkena skandal tersebut. Apakah, Kayana harus pergi ke Seoul setelah ini? Dia masih ingat alamat serta lantai yang ditinggali Yeon Jin. (^_^)(^_^) Seoul Kayana benar-benar pergi ke Seoul siang itu selepas dari toko baju, dia akhirnya membeli setelan baju yang sangat bagus, sesuai dengan seleranya, meski harganya lumayan mahal. Kayana tau Ara tidak akan memarahi gadis itu, toh tadi Ara tidak bilang minimal berapa won yang harus Kayana habiskan, jadi tidak masalah. Tanpa sepengetahuan Ara, Kayana pergi ke Seoul. Dan disinilah dia sekarang, berdiri didepan pintu apartemen milik Yeon Jin. Kayana masih tidak percaya, kalau dari sekian banyak Jinners, dialah yang punya kesempatan untuk menginjakan kaki di kediaman pemuda tersebut. Tak sadar, Kayana tersenyum manis, jantungnya berdetak lebih cepat. Apakah dia merindukan Yeon Jin? Kayana mengatur nafas sebanyak tiga kali, dia berdoa dalam hati semoga Yeon Jin masih ada disini dan mereka bisa bertemu kembali. Kayana ingin meminta maaf. Tangannya tergerak untuk memencet bel yang ada disamping, gadis itu menautkan kedua tangannya gugup. Tak lama pintu terbuka, Kayana sudah hendak tersenyum tapi senyumnya tertahan saat melihat siapa yang muncul. Bukan Yeon Jin melainkan seorang wanita, Kayana segera membungkuk. “Annyeong haseyo, naneun Kayana-ibnida.” “Ne, ada yang bisa saya bantu?” Jemari Kayana bermain sendiri, dia mencoba untuk tidak gugup. Gadis itu menatap kembali ahjumma yang tengah menunggu jawabannya. “Ah, apakah,.. apakah Ahjumma pemilik apartemen ini?" "Tentu saja, suami saya membeli apartemen ini beberapa bulan yang lalu. Kenapa memangnya?" Kayana menggeleng, apakah dia harus bertanya soal Yeon Jin juga? Dengan sedikit keraguan Kayana akhirnya memutuskan untuk bertanya, dia tidak ingin mati dengan rasa penasaran. "Apa Ahjumma mengenal pemilik apartemen ini sebelumnya?" Wanita itu mengerutkan kening, nampak sedikit berpikir. “Aaa, kau mencari Lee Yeon Jin? Sayang sekali, dia sudah pindah sehari setelah vakum. Benar-benar mengecewakan, jujur saja aku menyukai dia karena wajah tampannya yang sering menghiasi layar kaca dan iklan produk-produk terkenal. Tapi setelah dia terkena skandal dan memutuskan untuk vakum, itu benar-benar mengecewakan" Kayana mengangguk dengan kikuk, kenapa si Ahjumma jadi curhat? Si Ahjumma menatap Kayana, wanita itu menyipitkan mata seraya mendekatkan wajahnya ke wajah Kayana. “Omo, apakah kau gadis yang dirumorkan kencan dengan Lee Yeon Jin?” Kayana buru-buru menggeleng, “Bukan-bukan, kebetulan saya ingin mengantarkan paket dari kedua orang tua Lee Yeon Jin” jawab dia seraya mengangkat paper bag, padahal paper bag itu isinya adalah baju yang tadi dia beli. Ahjumma nampak kecewa, dia mengangguk. “Sayangnya dia sudah tidak tinggal disini” “Ah, begitu rupanya. Baiklah, terima kasih” Sebagai jawaban wanita itu hanya mengangguk. Kayana keluar dari gedung apartemen dengan wajah lesu, dia kecewa karena Yeon Jin ternyata sudah pindah, dan sekarang dimana pemuda itu berada? Kayana melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya, jadwal kereta masih cukup lama. Satu nama lagi muncul, Ae Ri. Senyum Kayana kembali terbit, baiklah, dia akan mengunjungi Ae Ri sekarang, siapa tau Ae Ri mengingatnya. Berjalan menuju halte bus, beruntung bus tak lama datang, Kayana langsung naik dan mencari tempat duduk. Ponselnya kembali bergetar, ada beberapa pesan dari Ara. ‘Kayana, aku akan pulang lebih cepat hari ini’ ‘Haruskah kita minum soju berdua di atap?’ ‘Sepertinya kita minum cola saja mengingat besok kau harus kerja dan tidak boleh mabuk’ Senyum dibibir Kayana mengembang. Dia kemudian mengetikan balasan. ‘Aku percayakan semuanya pada eonni. ngomong-ngomong terima kasih untuk bajunya, tapi sepertinya aku akan pulang terlambat. Ada hal yang harus aku urus’ ‘Ok’ Kayana mematikan kembali ponselnya, dia menyandarkan kepala pada kaca. Gadis itu memejamkan matanya, jujur saja Kayana masih belum bisa melupakan sosok Yeon Jin sampai dia tau keberadaan pemuda itu, Kayana ingin sekali mencari tadi dia keterbatasan informasi lantaran pergi ke Jepang. Beberapa menit terlewati begitu saja, akhirnya dia sampai ditempat tujuan. Kayana turun, suasananya masih belum berubah, Kayana menghirup udara lantas menghembuskannya dengan lega. Halte ini, dia ingat. Kayana buru-buru berjalan masuk ke gang dan menuju rumah Ae Ri, rumah yang dulu pernah dia tinggali, berjalan beberapa ratus meter sampai akhirnya dia tiba. Kayana merindukan rumah itu, dimana dia dan Ae Ri tinggal bersama dan menghabiskan waktu bersama. Gadis itu spontan bersembunyi saat seseorang keluar dari dalam rumah. Kayana mengintip dari balik semak, Ae Ri berjalan keluar, sepertinya gadis itu hendak pergi. Wajah Ae Ri tidak berubah sama sekali, Kayana merindukannya. Haruskah dia menyapa Ae Ri? Akhirnya Kayana memutuskan untuk keluar dari semak, tapi tindakannya itu malah membuat Ae Ri terkaget-kaget. “Ya! Apa yang kau lakukan disini?!” tanya Ae Ri tak suka, dia hampir kena serangan jantung tadi. “Ae Ri-a, kau tidak mengingatku?” tanya Kayana pelan. Ae Ri menatap Kayana dari atas hingga kebawah, gadis itu lantas menggeleng. “Aku tidak mengenalmu” Bahu Kayana merosot saat mendengar jawaban yang diberikan oleh Ae Ri, kalau Ae Ri saja tidak mengingatnya apalagi Yeon Jin? Kayana mundur selangkah, membiarkan Ae Ri lewat. Dia terduduk, mengusap rambutnya frustasi. Berjalan gontai menuju stasiun kereta, dia akan langsung pulang setelah ini. (^_^)(^_^) “Jadi, temanmu itu tidak mengenalmu?” Malam ini, Kayana memutuskan untuk bercerita kalau dia sempat datang ke rumah teman lamanya, Ara percaya-percaya saja dengan apa yang dikatakan oleh adiknya. “Ne, eonni, aku sangat sedih karena itu” Ara memeluk Kayana, mengusap punggung gadis itu pelan. “Tapi, bagaimana mungkin. Apa dia kehilangan ingatannya?” “Entahlah” Pelukan mereka teruraikan. Ara menangkup wajah Kayana, “Sudahlah, temanmu, kan, masih banyak. Lagipula, besok adalah hari pertama kau bekerja, setidaknya kau harus bersemangat” Senyum di wajah Kayana perlahan mengembang, dia mengangguk. Ara selalu bisa menghiburnya. “Eonni-a, aku merindukan Appa sama Amma” celetuk Kayana tiba-tiba, dia teringat akan ahjumma yang tadi bersamanya. Ara tersenyum tipis, “Eonni juga” Kayana tidak bisa membayangkan kalau dia ada di posisi Ara sedangkan Kinara yang ada di posisinya, sedangkan kedua mereka meninggal. Bulir bening lolos begitu saja, Kayana harus banyak belajar dari sikap Ara sebagai kakak untuk diterapkan di kehidupan nyatanya. Dan Kayana harus banyak bersyukur masih diberikan keluarga yang utuh dan hangat. Perjalanan Kayana ke dunia fantasi, tidaklah sia-sia.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD