Busyness after Thesis-1st Our

2428 Words
Mulai hari ini dan untuk beberapa hari ke depan Min Jun akan disibukan dengan pengurusan administrasi serta t***k bengek lainnya menjelang sidang. Pemuda berusia 23 tahun itu akan melupakan sejenak tentang perasaannya kepada Kayana, toh semenjak urusan mereka berdua selesai Kayana tak memberikan kabar apapun kepada Min Jun, sementara dia juga tidak mengabari Kayana. Meski ingin, Min Jun terhalang oleh gengsi yang besar, dia akan menunggu Kayana mengabarinya terlebih dulu saja. Mengambil dua buah sandwich serta minuman soda, Min Jun duduk di kafetaria kampus, sendiri. Setelah beberapa jam berada di ruang administrasi cowok itu lapar dan ingin makan sesuatu. Seorang gadis masuk, melangkahkan kaki menuju rak berisikan onigiri, mengambil dua onigiri tuna dengan sebotol air mineral. Saat hendak duduk, netra gadis itu menatap sosok Min Jun yang tengah duduk sendiri. “Ya, Min Jun-ah” “Herrinie” “Bukankah tadi aku melihatmu masih ada di ruang administrasi?” Herrin menarik salah satu kursi yang ada disana, lantas menduduki nya. Min Jun mengangguk, “Benar, aku lapar jadi sekarang ada disini. Bagaimana dengan urusanmu?” “Sudah kelar, tinggal daftar sidang.” jawab gadis itu santai, menggigit onigirinya dengan nikmat, “Kau juga harus segera selesaikan urusanmu.” “Baiklah” Min Jun membuka kaleng sodanya, meneguk isinya sedikit, menatap wajah Herrin yang tengah menikmati makanan nya. Wajah gadis itu begitu tenang dan santai, ah, tiba-tiba saja Min Jun jadi teringat akan mimpi itu. Haruskah dia menanyakannya kepada Herrin sekarang? Dengan sedikit ragu, Min Jun berdehem. “Ya, Herrinie. Ada yang ingin aku tanyakan padamu.” “Tanyakan saja.” “Apa kau menyukaiku?” Uhuk. Herrin tersedak, dia meletakan makanannya begitu saja lantas segera meneguk air mineral yang ia beli tadi. Setelah kegiatan tersedaknya selesai Herrin menatap Min Jun dengan ekspresi yang sulit untuk diartikan. “Kenapa kau tiba-tiba bertanya seperti itu? Jelas aku menyukaimu, kau satu-satunya teman dan tetangga yang peduli denganku, Min Jun.” Min Jun menggelengkan kepalanya, “Bukan itu maksudku, apa kau menyukaiku sebagai seorang pria? Em,.. melibatkan hati dan perasaan?” Kali ini gadis itu tak menjawab, ponselnya bergetar, ada nama Papa yang terpampang di layarnya membuat gadis itu menghela nafas. Herrin langsung mematikan tanpa menjawab, meraih origini beserta minumannya gadis itu bangkit. “Aku akan pergi sekarang” pamitnya, masih diam menatap punggung Herrin yang mulai menjauh, perasaan Min Jun dipenuhi dengan ketakutan. (^_^)(^_^) “Apa yang Appa inginkan dariku?!” Herrin menatap sang Appa yang nekat menyusulnya di kampus, saat ini dua orang itu ada di parkiran. “Cepat katakan karena aku tidak ingin bertemu lagi dengan Appa” lanjut Herrin dengan suara datar. “Appa hanya ingin meminta maaf, Herrin. Semua yang Appa lakukan pasti ada alasannya—“ “Uang kan?? Appa melakukan semua itu demi uang kan?? Appa lebih memilih meninggalkan aku dan Mama hanya untuk uang!” Tak bisa menahan sesak yang menyumbat di ulu hati Herrin, gadis itu pun menangis tersedu sedan. “Karena ulah Appa, sekarang Amma pun ikut selingkuh dan Amma hamil!” “Amma hamil?” “Ya! Dan itu semua karena ulah Appa, Herrin benci Appa sama Amma, Herrin benci kalian!” Cukup, gadis itu berlari meninggalkan Appa yang masih berdiri di tempatnya, menatap anak semata wayang yang selama ini sudah dia berikan banyak luka. Bukan hanya dia, ternyata sang istri pun sama. Herrin terus berlari menuju tempat paling sepi di seluruh kampus, menaiki satu persatu anak tangga menuju atap, disana dia akan menuntaskan segala lara yang selama ini dipendam sendirian. Luka yang selalu ia tutupi dari semua orang, Herrin membuka pintu atap, lantas menjatuhkan lututnya. “AAARGGGHHH!!” Sakit, sesak, rasanya begitu menyakitkan. “Kenapa semua orang suka menyakitiku, kenapa tidak ada satu orang yang benar-benar peduli padaku, kesalahan apa yang pernah aku buat dimasa lalu sampai aku harus menanggung luka sedemikian menyakitkannya.” Jadi, dulu Herrin punya keluarga yang baik-baik saja, kedua orang tua nya adalah seorang pebisnis di bidang fashion yang cukup terkenal di Korea. Tapi keadaan kan tidak akan selalu ada di atas, ketika Tuhan memberikan cobaan, bisnis sang Papa dari tahun ke tahun semakin meredup dan akhirnya bangkrut, sementara Mama Herrin yang mengetahui itu mencoba untuk membantu sang suami agar kembali bangkit. Hanya saja, suatu pagi Mama Herrin tak sengaja mendapati suaminya tengah melakukan panggilan dengan seseorang mereka merencanakan untuk bertemu. Kepo, Mama Herrin akhirnya mengikuti kemana sang suami pergi dan dengan siapa dia akan bertemu. Mau dikata apa lagi, Papa Herrin menemui seorang wanita yang usianya lebih muda dibanding usia Mama Herrin, tak lama mereka pergi lagi menuju sebuah hotel. Dari situlah perpecahan rumah tangga kedua orang tua Herrin bermula. Pertengkaran demi pertengkaran sering terjadi hingga membuat mental Herrin sedikit terguncang, tapi gadis itu terus saja bersikap sok kuat dan menutupi setiap luka yang ada. Hari demi hari Herrin melewati kehidupan yang sudah seperti neraka untuknya, selalu terbesit keinginan untuk mengakhiri hidup, tapi, dia sadar kalau hidupnya berakhir sekarang maka harapan untuk mempunyai kisah hidup yang happy ending tidak akan pernah dia dapatkan. Masih banyak cita-cita yang ingin ia capai, di tengah terpuruknya Herrin, Min Jun selalu ada untuknya. Meski cowok itu tidak tau lebih dalam tentang masalah Herrin yang sebenarnya. “Sampai kapan kau mau menutupi luka itu dari semua orang, Herrin?” Gadis yang tengah terisak, bersimpuh di lantai itu mendongak mendapati Min Jun berdiri didepannya. Herrin spontan bangun dan langsung memeluk cowok itu, Min Jun pun balas memeluk Herrin tanpa berpikir panjang. Dia menguping saat Herrin berbicara dengan Papa nya tadi lantaran Min Jun sudah punya firasat buruk saat Herrin pergi begitu saja setelah mendapatkan telepon dari sang Papa. “Menangislah, keluarkan semua sesak yang selama ini sudah kau tutupi dari semua orang” ucap Min Jun, mengeratkan pelukannya. Angin menerpa mereka berdua, di atas bangunan yang paling tinggi menjadi tempat favorite Herrin untuk melepaskan segala rasa sakit yang dia rasakan selama ini. “Kau gadis yang kuat, Herrin. Tidak ada gadis yang sekuat dirimu di dunia ini, memendam semua masalah sendiri, selalu terlihat baik-baik saja seolah tidak pernah punya masalah.” Pelukan mereka teruraikan, jemari Min Jun mengusap air mata yang mengalir dari pelupuk Herrin. Matanya merah dan sembab karena kebanyakan menangis. Min Jun mengajak Herrin duduk dibangku panjang yang ada didekat mereka, menyodorkan sebotol air minum, Herrin menerimanya. “Kenapa kau mengikutiku?” “Karena aku khawatir denganmu, Herrin.” “Aku baik-baik saja—“ “Bahkan disaat seperti ini kau masih sempat-sempatnya berkata baik-baik saja. Aku tau semuanya sekarang Herrin, jangan menutupi masalahmu dariku lagi.” Min Jun menoleh, menghadap Herrin yang tengah menatap kosong ke arah depan. “Kenapa kau menutupi semuanya dariku, Herrin?” “Aku tidak ingin kau merasakan apa yang aku rasakan, karena semuanya terlalu menyakitkan” bibir Herrin bergerak menjawab, tapi netranya masih fokus ke arah depan, kepala gadis itu mendadak jadi pusing sekarang. Min Jun terdiam, jawaban Herrin seperti déjà vu untuknya. Tapi cowok itu segera menggeleng. “Jangan seperti itu lagi, aku mungkin tidak bisa memberimu saran yang baik tapi setidaknya aku ingin kamu mempercayaiku dan mau membagikan masalahmu kepadaku.” “Kenapa aku harus membagikan masalahku kepada mu, Min Jun?” tanya Herrin seraya terkekeh miris. “Bukankah aku hanya teman seperti yang kau katakan pada malam itu?” “Apa salahnya membagi masalah dengan teman?” Skak. “Bahkan kau bisa bercerita dengan siapapun, asalkan kau mempercayai orang itu. Dan aku ingin kau mempercayaiku, Herrin.” lanjut Min Jun membuat Herrin terdiam ditempatnya, dia tak bisa menjawab kata-kata yang baru saja meluncur dari bibir cowok yang selama ini dia sukai. (^_^)(^_^) Hari demi hari berganti, seminggu berlalu. Min Jun benar-benar disibukan oleh persiapan sidang yang jatuh pada hari ini, dari kemarin cowok itu tak menyurutkan semangat bolak balik rumah-kampus sampai urusannya selesai dan jadwal sidang nya ditentukan. Semua yang dia perlukan sudah ia persiapkan dengan matang-matang, memakai pakaian formal, Min Jun menuruni anak tangga satu persatu dan segera bergabung dengan kedua orang tuanya yang ada di ruang makan. “Amma masak makanan kesukaanmu, Jun.” kata sang Amma, menyiapkan lauk di mangkuk kecil untuk anak kesayangannya yang hari ini akan melakukan sidang. “Semangat ya, Jun. Amma sama Appa selalu berdoa supaya sidang kamu lancar dan kamu bisa segera graduate.” lanjut sang Amma sembari tersenyum manis, jemari nya mengusap pelan rambut Min Jun yang sudah tertata rapi. “Doa Appa selalu menyertaimu, Min Jun. Selangkah lagi kau akan graduate dan setelah itu kau akan bekerja.” Pagi ini suasananya sentimental sekali, Min Jun menanggapi semangat dan doa dari kedua orang tuanya dengan senyuman tulus. Tanpa dukungan dari mereka, dia tidak akan pernah bisa sampai di titik ini, dan tanpa keberadaan mereka Min Jun pun tidak akan pernah bisa jadi seperti yang sekarang. “Terima kasih, Pa, Ma. Min Jun akan kerahkan semua kemampuan Min Jun untuk sidang kali ini.” “Semangat!!” ucap kedua orang tua Min Jun bersamaan. Suasana yang sentimental berubah jadi hangat, Min Jun bersyukur bisa berada di keluarga ini. Ah, dia tiba-tiba saja jadi teringat oleh Herrin, gadis itu akhirnya mau menceritakan semua masalahnya pada Min Jun, tapi setelah hari itu mereka berdua tidak pernah bertemu lagi. “Ma, Herrin udah nggak pernah main kesini lagi ya?” Amma yang tengah makan menatap anaknya dengan kening berkerut. “Kau tidak tau ya? Herrin, kan, pergi ke rumah neneknya kemarin setelah dia dinyatakan lulus sidang. Dia bilang akan menjemput neneknya untuk di ajak ke acara prom nanti.” “Nenek?” Anggukan kepala dilakukan sebagai jawaban, Min Jun mencoba untuk mengendalikan dirinya agar tidak terlihat begitu khawatir didepan kedua orang tuanya. “Pa, Ma, Min Jun udah selesai sarapan, berangkat duluan ya, bye.” menyambar tas dan menggendongnya, Min Jun berjalan cepat keluar rumah. Perlu kalian ketahui kalau Herrin tidak punya Nenek, itu hanyalah alasan, dan Min Jun tau akan hal itu. Sembari terus berjalan menuju halte bus, cowok itu mencoba menghubungi Herrin tapi tak kunjung diangkat, tak lama sebuah pesan masuk. ‘Semangat untuk sidangmu, Min Jun. Setelah itu temui aku di halte depan kampus, jangan telepon’-Herrin. Min Jun tak langsung membalas lantaran bus datang dan dia segera naik ke atasnya, setelah mendapatkan tempat duduk cowok itu kembali menatap layar ponsel dan mengamati pesan yang tadi di kirim oleh Herrin. “Min Jun-ah, fokus. Selesaikan sidang mu dan setelah itu temui Herrin.” monolog Min Jun meyakinkan dirinya sendiri. (^_^)(^_^) Kendaraan berlalu lalang tanpa mengabaikan keberadaan gadis berambut kusut serta berwajah pucat yang sedari tadi duduk di halte menunggu kedatangan seseorang. Lima belas menit lagi dia akan bertemu dengan Min Jun serta mengatakan perasaannya dengan jujur. Entah bagaimana reaksi Min Jun nanti, Herrin tak peduli. Yang ditunggu akhirnya datang juga, cowok yang masih memakai kemeja itu mendekat dan tanpa berkata-kata langsung memeluk Herrin. “Kemana saja kau?” “Merenungkan beberapa hal.” “Jangan pernah punya pikiran untuk pergi, Herrin.” Senyum di wajah gadis itu timbul, “Kalau begitu, mari kita berkencan Min Jun. Aku menyukaimu sejak lama, dan aku baru berani mengatakannya sekarang.” Min Jun segera melepaskan pelukannya pada gadis itu, menatap Herrin dengan tatapan yang sulit diartikan. “Apa maksudmu?” “Haruskah ku ulangi lagi, Min Jun? Aku menyukaimu, bukan sebagai teman atau sahabat melainkan sebagai seorang pria.” di lihat dari raut wajah Herrin, Min Jun tau kalau gadis itu berkata jujur dan serius, tapi.. apa yang harus dia lakukan sekarang? Hatinya masih tertambat pada gadis yang beberapa hari ini sudah tidak ada kabarnya, dia masih menyukai Kayana. “Kau memikirkan gadis bernama Kayana itu?” tebak Herrin, dia menghela nafas. “Min Jun-ah, tanya pada hatimu siapa yang sebenarnya kamu sukai, aku ataukah gadis baru itu.” dia melanjutkan ucapannya. “Aku akan kembali saat prom nanti, dan kau harus membuat keputusan.” (^_^)(^_^) Esoknya.. Pagi-pagi sekali Min Jun sudah mandi dan mengenakan pakaian rapi, hari ini dia akan jujur kepada Kayana kalau dia menyukai gadis itu. Perihal ditolak atau diterima, itu urusan nanti. Yang paling penting adalah niat beserta keberanian. Menuruni tangga, menyapa Appa dan Amma nya sejenak lantas meneguk segelas s**u hingga tandas, Min Jun sudah lulus tahap sidang dan tinggal menunggu prom yang akan diadakan pada bulan september nanti. "Ma, Pa, doa in Min Jun ya" "Memang nya kau akan pergi kemana, Jun?" tanya sang Amma penasaran, “Bukankah semua urusan kampus sudah selesai ya?” lanjutnya dengan raut wajah kepo tentang apa yang hendak dilakukan oleh anak laki-lakinya sepagi ini. Min Jun hanya mengembangkan senyum, lantas berpamitan. Sepanjang jalan cowok itu tak henti-hentinya tersenyum, entah kenapa cuaca hari ini terasa sangat cerah dan bersinar seperti hatinya. Berhenti di halte, tak lama bus datang dan dia langsung melompat naik. Dadanya berdebar, jantung nya berdetak lebih cepat dari ritme normalnya. Perjalanan yang seharusnya lama kini jadi terasa singkat, Bus menepi dan Min Jun turun. Tak langsung melangkah, dia menarik dan menghembuskan nafas mencoba mengatur rasa gugup yang sedari tadi menyelimutinya. Min Jun belum pernah menyatakan cinta pada gadis manapun, Kayana akan jadi yang pertama. Setelah selesai dengan rasa gugupnya dia mulai melangkahkan kaki. Kemeja panjang yang lengan nya di gulung membalut tubuh bagian atas cowok itu, warna peach sangat cocok membuatnya terlihat semakin tampan. Tiga langkah.. Dua langkah.. Satu langkah.. Min Jun berhenti, kembali mengatur nafas dan mencoba menutupi kegugupan nya lagi. Tangan pemuda itu tergerak untuk memencet bel, tak ada tanda-tanda akan dibukanya pintu membuat dia kembali memencet bel untuk yang kedua kalinya. Barulah pintu di buka, Min Jun menunduk, dia malu. "Maaf, ada yang bisa di bantu?" Mendengar suara itu kepalanya langsung mendongak, seketika senyum manisnya luntur. Min Jun melongok ke dalam, lantas memusatkan perhatian pada seorang ibu-ibu yang baru saja keluar dari rumah tersebut "Saya mau cari Kayana" jawab Min Jun, mencoba untuk tidak berpikiran macam-macam. Si Ibu mengerutkan keningnya, lantas menjawab, "Disini tidak ada yang namanya, Kayana. Saya hanya tinggal berdua dengan suami" Deg. "Ahjumma tengah bercanda? Kemarin saya baru saja tidur di rumah ini" "Apa yang kau bicarakan? Rumah ini tidak pernah menerima tamu laki-laki, apalagi sampai menginap. Dan saya tidak mengenal kau siapa, sekali lagi disini tidak ada yang namanya Kayana." Min Jun meneguk silva nya, apa yang terjadi? Kenapa tidak ada yang mengenal Kayana? Bukankah itu rumah dia? Pemuda itu menyapukan pandangan, lingkungan sekitar masih saja sama. Si Ibu sudah kembali masuk ke dalam rumah dan menutup pintu, Min Jun ingin pergi, tapi kakinya macet. Min Jun ingin bicara, tapi mulutnya mendadak tidak bisa mengeluarkan suara. Ada apa ini? Hanya netra yang masih bisa bergerak bebas, tak sengaja dia menangkap sebuah surat yang menyembul dari dalam kotak surat, dia berjalan mendekat, lantas mengambil surat tersebut, membukanya. TERIMA KASIH. SAMPAI JUMPA LAGI, MOON MIN JUN OPPA.-Kay
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD