Seksi juga

2405 Words
Randy dan kedua sahabatnya saat ini tengah berada di sebuah cafe. Mereka baru saja dari rumah sakit, karena ibunya Satria akhirnya bisa di rawat di rumah sakit, semua itu tentu saja berkat bantuan Randy. “Ran, makasih ya, berkat lo, nyokap gue bisa dirawat sekarang.” “Gak usah kayak gitu, lo itu sahabat gue. Hanya itu yang bisa gue lakukan buat bantu lo.” “Tapi tetap saja, gue jadi tenang sekarang. Gue berharap nyokap gue akan segera sembuh dan bisa kembali kayak dulu lagi.” Rio menepuk bahu Satria. “Gimana kalau mulai malam ini lo tinggal di apartemen gue? Lo kan juga sendirian di rumah lo.” “Bener itu, Sat. Jadi kalau gue nginep di apartemen Rio, lo juga ada disana. Anggap saja apartemen Rio itu base camp kedua kita.” Randy akan mendukung niat baik Rio, karena bagaimanapun kondisi keluarga Satria memang sedang tak baik-baik saja. “Ok deh kalau begitu. Gue akan tidur di apartemen Rio mulai malam ini,” ucap Satria dengan senyuman di wajahnya. “Nah, gitu dong. Jadi kita bisa kumpul kapan saja. Oya, Ran, gimana dengan Rayana? Lo jadi les privat sama dia?” tanya Rio yang tiba-tiba teringat dengan gadis cantik yang pernah Randy bawa ke apartemennya. “Hem. Gue gak punya pilihan lain, nyokap gue ndesak gue terus. Selain itu, kayaknya itu cewek memang lagi butuh duit. Jadi, karena gue kasihan, gue terima aja deh les privat sama dia,” ucap Randy lalu memasukkan kentang goreng ke dalam mulutnya. “Kalau dia memang lagi butuh duit, gue juga mau dong ikut les privat sama dia. Gue akan bayar deh. Lumayan, bisa deket sama cewek cantik. Siapa tau pesona gue bisa buat dia jatuh cinta sama gue,” ucap Rio dengan penuh percaya diri akan ketampanannya. Satria dan Randy hanya geleng kepala melihat kepedean sahabatnya itu. Mereka bertiga memang jomblo. Di antara mereka bertiga yang laku hanyalah Randy, sedangkan Rio dan Satria, entah mengapa tak ada satu cewek pun yang naksir sama mereka. Padahal tampang mereka juga gak jelek-jelek amat. Randy mengambil segelas orange jus dari atas meja, lalu menyesapnya secara perlahan, lalu meletakkan gelas itu kembali ke atas meja. “Sorry, gue cabut duluan. Tenang saja, semua ini gue yang traktir. Oya, kalian gak apakan naik taksi?” “Hem. Tapi kenapa lo buru-buru pulang? lo ada janji sama itu guru les privat lo? Lo gak tertarik sama guru privat lo itu kan?” tanya Rio sambil menyipitkan kedua matanya, menatap ke arah Randy yang kini sudah beranjak dari duduknya. “Mana ada. Gila aja kalau sampai gue suka sama dia. Yang ada gue gedek sama dia, karena dia pernah ....” Randy menghentikan ucapannya, sehingga membuat Rio dan Satria saling menatap satu sama lain. Tentu saja mereka sama-sama penasaran. “Memang apa yang pernah cewek itu perbuat sama lo?” tanya Rio penasaran. Tumben-tumbenan sahabatnya itu merahasiakan sesuatu darinya. Biasanya tak ada rahasia apapun di antara mereka bertiga. “Itu, yang pernah gue ceritakan sama kalian waktu itu, soal dia yang memergoki gue sama Riska lagi ... ya gitu deh.” Rio dan Satria lalu tertawa. Mereka ingat soal cerita itu. Cerita yang tentu saja membuat mereka penasaran dengan raut wajah sahabatnya waktu itu. “Tapi gue salut loh sama itu cewek. Setelah dia lihat lo sama Riska kayak gitu, dia sama sekali gak merasa canggung sama sekali sama lo. Atau jangan-jangan itu cewek pernah begituan juga sama cowoknya?” tanya Rio yang penasaran juga tentang kehidupan Rayana. Randy mengedikkan kedua bahunya, karena dirinya memang tak tau menau tentang siapa Rayana dan bagaimana kehidupannya bersama dengan kekasihnya. Tunggu-tunggu. Kekasih? Randy bahkan tak pernah membayangkan kalau Rayana sudah mempunyai kekasih. Tapi itu juga bukan urusannya sih, ia juga tak peduli, mau Rayana mempunyai kekasih atau tidak. Ia tak akan pernah peduli. “Io, kalau itu cewek sudah punya kekasih, lo mau tetep deketin dia?” tanya Satria sambil menyenggol lengan Rio. Randy menatap ke arah Rio, ia ikutan penasaran dengan jawaban apa yang akan dikatakan oleh sahabatnya itu. Apa benar sahabatnya itu tertarik dengan guru les privatnya itu? “Sebelum janur kuning melengkung, berarti masih milik bersama. Kenapa enggak, kalau dia bisa gue dapetin,” ucap Rio dengan penuh percaya diri. Randy memutar kedua bola matanya jengah. Ternyata sahabatnya itu tak pantang menyerah kalau soal urusan cewek. “Ran, gimana pendapat lo? Apa lo akan dukung Rio buat deketin itu cewek?” “Itu bukan urusan gue. Gue mah gak mau ikut campur ya, kalau Rio memang tertarik sama itu cewek, gue cuma bisa dukung dari belakang.” Rio mengacungkan kedua ibu jarinya. “Sip, karena lo sudah bilang kayak gitu, itu artinya lo sudah kasih lampu hijau ke gue buat kejar itu cewek.” “Tapi gue juga gak yakin, Rayana mau sama lo. Dia kayaknya tipe cewek yang sulit untuk didekati. Gue deket sama dia aja bawaannya emosi mulu.” “Itu mah gampang. Itu urusan gue. Kalian lihat saja, gue pasti bisa naklukin itu cewek,” ucap Rio sambil menyunggingkan senyumannya. “Ya ... ya ... ya. Gue percaya sama lo aja dah,” ucap Satria dengan wajah meremehkan sahabatnya itu. Randy merasakan getaran di saku celananya, diambilnya benda pipih itu, dilihatnya siapa yang menghubunginya. Setelah tau siapa yang menghubunginya, tentu saja langsung di jawabnya panggilan itu. “Halo, Ma,” sahut Randy setelah panggilan itu mulai tersambung. Randy memberikan isyarat lewat kedua matanya kepada kedua sahabatnya kalau dirinya cabut lebih dulu. Satria dan Rio memberikan jawaban lewat anggukkan kepala mereka. “Kamu dimana, Sayang?” “Aku lagi di cafe sama temen-temen, Ma. Memangnya ada apa, Ma?” Randy melangkah pergi dari tempat itu, meninggalkan kedua sahabatnya. “Anterin Mama ke rumah Rayana.” Dahi Randy mengernyit. “Mau ngapain, Ma?” tanyanya dengan tetap melangkah keluar dari cafe itu menuju parkiran. “Mama masak banyak siang ini. Jadi Mama mau kasihin ke Rayana dan ibunya daripada mubazir. Selain itu kamu pasti juga sudah makan kan sama teman-teman kamu.” “Ngapain sih Ma ngasih-ngasih makanan segala. Memangnya dia gak bisa masak makanan sendiri. Jangan terlalu baik Ma sama dia, nanti dia jadi ngelunjak gimana?” “Gak mungkin, Sayang. Rayana itu gadis yang baik. Coba Mama punya anak satu lagi, Mama ingin jodohin sama Rayana. Tapi sayang, anak Mama kan cuma satu, kamu. Mana masih sekolah lagi.” “Ck, apaan sih, Ma. Hari gini main jodoh-jodohin. Kalaupun Mama punya anak selain aku, aku yakin kok, kalau abang aku itu gak akan mau dijodohin ama cewek modelan dia. Kayak gak ada cewek lain aja.” Randy membuka pintu mobilnya, melangkah masuk ke dalam mobil, menutup kembali pintu mobilnya. “Mama gak mau tau, kamu cepetan pulang. Mama tunggu di rumah.” Randy melihat panggilan itu sudah berakhir. “Ck, enak aja main jodoh-jodohin. Kayak gak ada cewek lain aja. Mana itu wajah juga pas-pasan. Usianya juga udah tua gitu,” decaknya sambil menyalakan mesin mobilnya, melajukan mobilnya keluar dari area parkir cafe itu. Sementara itu, saat ini Mila tengah memasukkan makanan yang akan dirinya bawa untuk Rayana dan ibunya ke dalam rantang. “Semoga Rayana dan ibunya suka dengan makanan ini. Aku harus berterima kasih sama dia, karena dia sudah berhasil membujuk Randy untuk mau les privat sama dia. Rayana gak pantang menyerah untuk meyakinkan Randy,” ucap Mila dengan senyuman di wajahnya. Mila menutup rantang paling atas yang isinya lauk pauk. Setelah itu, ia melangkah keluar dari dapur untuk bersiap-siap. Tak berselang lama, Randy menghentikan mobilnya di depan rumahnya. Membuka pintu mobil, lalu melangkah keluar. Masih dengan mulut mengomel, ia melangkah menuju pintu rumahnya. “Ma! Mama!” teriak Randy lalu menjatuhkan tubuhnya di sofa ruang tamu, menyandarkan tubuhnya ke sandaran sofa. Dirinya benar-benar malas kalau harus mengantar mamanya ke rumah Rayana. Padahal dirinya tengah menikmati waktunya tanpa melihat wajah gadis menyebalkan itu. Siapa yang menyebalkan, Ran? Kamu atau Rayana? Bisa-bisanya dia tak mengakui kalau justru dirinyalah yang sangat menyebalkan dan sering membuat Rayana marah. “Sayang, ngapain kamu teriak-teriak?” Mila yang sudah berdandan dengan penampilan lebih rapi dari yang tadi, melangkah mendekati sang putra setelah mendengar teriakan sang putra. “Ngapain sih Mama harus ke rumah dia? Kenapa gak minta Paman untuk mengantar makanan itu ke rumah dia? Kenapa juga aku harus ikut, Ma?” Mila mendudukkan tubuhnya di samping Randy. “Sayang, mulai besok kamu sudah mulai les privat sama Rayana loh. Masa sikap kamu kayak gini ke dia. Dia usianya juga jauh lebih tua dari kamu, gak seharusnya kamu panggil dia-dia gitu.” “Ck, terus aku harus manggil apa? Bu guru gitu? atau Kak, Mbak. Ogah!” kesal Randy sambil melipat kedua lengannya di depan dadanya. Mila hanya geleng kepala melihat tingkah anaknya yang memang sangat keras kepala. “Terserah kamu mau panggil Rayana apa, yang penting sopan. Dia lebih tua dari kamu soalnya.” Mila lalu melihat jam di pergelangan tangannya. “Lebih baik kita berangkat sekarang aja. Nanti keburu sore.” Mila lalu melihat penampilan putranya. Saat ini Randy memakai celana jeans panjang, dimana bagian lututnya sudah sobek-sobek, kaos berwarna putih yang dipadukan dengan jaket jeans. Jangan tanya soal rambutnya. Rambut sedikit panjang, dengan sedikit warna pirang di bagian depan. Randy sudah sering kali kena tegur guru-gurunya, tapi tetap saja, bocah tengil itu tak peduli. “Sayang, kamu ganti baju dulu gih. Jangan pakai pakaian seperti ini.” “Memangnya pakaian aku kenapa, Ma? bagus kok. Aku gak mau ganti baju. Lagian kan cuma ngasih makanan aja kan, habis itu langsung pulang?” “Tapi tetap saja ....” Mila menghentikan ucapannya saat melihat Randy beranjak berdiri. “Mama tenang saja, aku gak akan ikut masuk ke dalam. Aku akan menunggu di mobil, jadi aku gak perlu ganti baju kan, Ma?” setelah mengatakan itu Randy melangkah keluar dari rumah. Mila menghela nafas panjang sambil geleng kepala. “Dulu sifat Randy gak seperti ini. Tapi karena kesalahanku, dia jadi anak yang pembangkang dan keras kepala. Maafin aku, Mas. Maaf, aku gak bisa mendidik Randy dengan baik.” Randy menunggu sang mama di dalam mobil sambil mendengarkan musik. Hingga suara dering ponselnya mengganggu keasyikannya. “Ck, baru juga diomongin, sudah menelpon dia. Gue jawab gak ya? malas banget ngomong sama dia.” Randy akhirnya membiarkan panggilan itu sampai berakhir. Mila membuka pintu penumpang depan, lalu masuk ke dalam mobil, mendudukkan tubuhnya di kursi penumpang, lalu memakai sabuk pengaman setelah menutup pintu mobil. Randy menatap susunan rantang yang ada dipangkuan sang mama. “Banyak banget, Ma? memangnya mau kasih makan buat siapa aja? bukannya dia cuma tinggal sama ibunya?” “Gak apa. Kan bisa buat nanti malam juga. Sudah, ayo jalan.” “Mama terlalu baik jadi orang,” lirih Randy dengan nada kesal. Mila hanya geleng kepala sambil mengulum senyum, sampai dirinya merasakan mobil itu mulai bergerak dengan perlahan. “Besok sepulang sekolah jangan lupa, kalau kamu ada jadwal les sama Rayana.” “Iya-iya, Ma.” “Ran, kamu tau kan, Mama melakukan semua ini juga demi masa depan kamu. Kamu itu satu-satunya anak Mama, kamu yang akan meneruskan perusahaan peninggalan papa kamu.” “Aku gak pernah melarang Mama untuk menikah lagi. Coba kalau Mama menikah lagi, Mama gak akan sepusing ini mikiran pekerjaan.” “Ran, Mama gak menikah lagi, karena Mama mikirin kamu. Mama gak ingin ada pria lain yang menggantikan posisi papa kamu di hati kamu dan juga hati Mama. Hanya papa kamu yang Mama cintai.” “Tapi tetap saja, Mama butuh sosok pria yang akan jaga Mama.” Mila tersenyum sambil menatap putranya. “Mama sudah punya kamu, Sayang. Kamu yang akan jaga dan lindungi Mama suatu hari nanti. Maka dari itu, Mama ingin kamu giat belajar, buat Mama bangga.” Randy menghentikan mobilnya di depan pagar rumah Rayana. “Ma, aku tunggu disini saja ya,” ucapnya sambil menoleh ke arah sang mama yang sudah bersiap-siap membuka pintu mobil. “Gak enak, Sayang. Masa kamu nunggu di mobil. Kamu ikut Mama pokoknya.” “Tapi, Ma ....” Mila sudah membuka pintu dan melangkah keluar dari mobil, membuat Randy berdecak kesal. Tapi ia juga tak mungkin membantah mamanya lagi. Mau tak mau, ia akhirnya membuka pintu dan keluar dari mobil. “Ma, kayaknya gak ada orang deh di rumah itu? sepi gini.” Randy menatap pintu rumah Rayana yang tertutup rapat. “Mungkin mereka ada di dalam. Sudah ayo masuk. Gak mungkinkan Mama bawa pulang lagi ini makanan.” Mila lalu membuka pagar itu, melangkah masuk ke dalam halaman rumah Rayana dengan Randy yang mau tak mau mengikuti dari belakang. Saat sampai di depan pintu rumah Rayana, Mila menekan bel yang ada di dekat pintu. Sedangkan Randy menatap sekeliling halaman rumah Rayana yang dipenuhi dengan tanaman bunga. Beberapa menit kemudian, pintu tak kunjung dibuka dari dalam. “Ma, apa aku bilang, rumahnya sepi, Ma. Mungkin dia lagi pergi sama ibunya. Atau dia malah lagi ngajar les di tempat lain.” “Mama coba lagi.” Mila kembali menekan bel itu. “Serah Mama deh!” kesal Randy lalu mendudukkan tubuhnya di kursi yang ada di depan teras. Mila mendengar suara dering ponselnya. Ia meminta Randy untuk memegang rantang yang dibawanya, karena dirinya akan mengambil ponselnya dari dalam tas jinjing yang dibawanya. “Pak Riki?” “Siapa, Ma?” “Klien Mama. Mama jawab dulu.” Mila melangkah menjauh sambil menjawab panggilan itu. “Ck, klien atau pacar Mama! kalau cuma klien, ngapain pakai menjauh gitu!” decak Randy kesal. Randy beranjak dari duduknya, karena pintu tak kunjung juga dibuka dari dalam. “Dia itu ada di rumah gak sih! Mama juga, dibilangin gak ada, masih aja ngeyel.” Randy menggedor pintu itu, karena sudah dua kali sang mama menekan bel, tapi pintu itu tak kunjung dibuka. Saat Randy ingin mengetuk pintu itu lagi, tiba-tiba pintu itu terbuka dari dalam. “Siapa sih bertamu gak sabaran gini!” kesal Rayana sambil menggosok rambut basahnya, karena ia sebenarnya baru saja selesai mandi. Dan suara gedoran di pintunya membuatnya merasa kesal dan mau tak mau langsung keluar dari kamarnya untuk melihat siapa yang bertamu ke rumahnya. “Randy!” seru Rayana terkejut. Randy menelan ludah dengan susah payah, saat melihat penampilan Rayana saat ini. “E—elo ... masih waraskan? E—lo gak nyadar, kalau penampilan lo ini ....” Rayana menundukkan wajahnya, menatap penampilannya saat ini. Seketika kedua matanya membulat dengan sempurna. “Aaaa!” teriak Rayana yang langsung menutup pintu rumahnya kembali. Randy mengulum senyum. “Seksi juga.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD