Ibu protes

657 Words
'Rumah tangga yang akur, akan mendatangkan rejeki yang makmur'. Beberapa kalimat yang selalu terngiang dari Mama dan Papa. Tak ada istri yang ingin durhaka kepada suami dan tak ada suami yang ingin membuat istrinya menangis. Tetapi terkadang, lingkungan memaksa suami-istri untuk bertengkar. Saat satu sama lain tak mendapatkan haknya. Tapi, jika ingin mendapatkan hak. Bukankah harus melakukan kewajiban terlebih dahulu? Kadang aku berpikir, mengapa aku tak bisa mendapatkan hakku sebagi istri? Namun, sudahkah aku menjalankan kewajiban untuk menjadi istri yang baik?. Sungguh ini membuatku tersadar. Bahwa jika ingin mendapatkan hak, haruslah menjalankan kewajiban dahulu. Mungkin selama ini aku kurang memperhatikan kewajiban apa yang belum kutunaikan untuk mas Satria. Ya, aku harus mengintropeksi diri ku sendiri mulai hari ini. "Dek, senyum dong." dia menjawil ujung dagu. Ini adalah hari ketiga aku berada dirumah Mama dan papa. Aku tersenyum tipis untuknya. "Sarapan apa pagi ini?" Mas Satria, mencoba membuka tudung saji "Sup wortel-kentang." Sahutku, sembari mennyendok nasi untuk mas Satria. "Udah segitu aja." Katanya kala aku menyendokkan nasi. "Daging ayam?" "Boleh." "Sayurnya juga?" Mas Satria mengangguk. "Eh, ada yang kelupaan." Dahiku mengerut. "Apa?" "Cium dulu." Katanya, aku menggeleng tak menyangka. Lalu tetap menuruti apa maunya. "Terima kasih, istriku." Katanya lalu melahap makanan yang sudah tersedia sebelum itu mas Satria membaca doa terlebih dahulu. Jujur terkadang suamiku itu bersikap romantis dan membuatku senang. Namun, sejatinya pernikahan bukanlah drama Korea yang setiap hari penuh dengan ungkapan cinta. Sedikit saja gombalan dari suami bisa membuat istri meleleh berhari-hari. "Mama dan bapak kemana dek?" Pertanyaan mas Satria seolah menyadarkan ku. Mama sengaja memberikan ruang untukku dan mas Satria setelah masalah tersebut. Aku sebenarnya malu, mereka mengetahui semuanya tapi tempat berlari seorang anak tetaplah pada kedua orang tuanya. Sesulit apapun itu tempat kembali tetaplah pada Bapak dan Mama. Aku bersyukur masih memiliki keluarga yang lengkap. Mereka selalu bersikap adil pada anak maupun menantunya. Selalu mendidik ku untuk berperilaku sopan kepada yang lebih tua serta menghormati suami. "Mereka sengaja memberikan kita waktu mas." "Maksudmu?" "Mama dan Bapak tahu masalah kita." "Kamu serius?" Tanya mas Satria sembari menggigit paha ayam. "Aku serius." "Kamu malu gak?" "Malu banget mas." "Lain kali, kalau ada masalah jangan diem terus. Jadinya gitu kan?" Aku justru memanyunkan bibir. Mas Satria malah menyalahkanku. Padahal semua ini karenanya. "Jadi aku nih yang salah?" tanyaku tak terima "Mas juga salah kare..." Ponsel mas Satria berdering, aku melirik nama seseorang yang menghubunginya. Ternyata dari ibu, aku penasaran dengan apa yang ingin beliau katakan. "Angkat aja Mas." "Gak usah dek, Mas tahu ujungnya." "Gak boleh gitu." Mas Satria menghela napas lalu mengambil ponselnya melalui tangan kiri. "Ya Bu?" "Aku masih sarapan." "Mas, coba di perkeras." Mas Satria mengikut arahanku. "Sarapan sama apa kamu?" nada bicara ibupun terdengar tak suka "Sama sup dan daging ayam Bu. Ibu sudah sarapan belum?" Terdengar helaan napas dari ibu mertua. "Satria.. Satria. Kamu disana enak-enakkan, ibu dan bapakmu makan ikan asin." Entah mengapa perkataan beliau membuatku merasa disudutkan. Ibu selalu saja seperti itu jika mas Satria lama berada di rumah ini. "Bu, syukuri saja apa yang ada. Lagi pula ini juga suguhan dari Mama gak mungkin Satria tolak." "Sudahlah Ibu capek ngomong sama kamu. Gak pernah paham! Cepet pulang Sinta nyariin kamu." Tut.. "Sinta masih nyari kamu mas?" Mas Satria mengangguk lemah. "Tetap saja mas Satria gak ingin nikah sama dia." "Aku tahu, tapi kalau keluarga Sinta meminta pertanggung jawaban perbuatanmu dulu bagaimana?" Sungguh aku takut akan hal itu, tapi tak bisa berbuat apa-apa. "Mas akan berusaha dek, tenang ya?" "Kalau gak bisa apa mas mau nikah dengan Sinta?" "Nggak dek." "Janji?" "Mas buktikan." aku cukup lega dengan kata-katanya. Setidaknya itu bisa menjadi pegangan ku dan obat rasa takut. Semoga saja Sinta segera menemukan pria yang baik dan cocok untuknya asal bukan suamiku. Ayo dong kak bantu nambahin lovenya menjadi 500 love. yang baca udah 600 lebih tapi love belum sampai 100. Mohon bantuan kalian ya pembaca setia MANDUL ?????. kalian penyemangat ku buat lanjutin ini
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD