Adrian tiba di desa seperti biasa mendekati jam 9 malam, rutinitas ini membuat Bu Salma selalu menyiapkan makan malam untuknya. Saat pertama setelah menikah, Adrian hanya ke desa jika ia sudah di telepon ayahnya untuk datang, tetapi sekarang tanpa di telepon ayahnya dia terbiasa untuk datang. kamar tamu akhirnya sudah di ubah menjadi kamar buat Adrian, perabotan dan perlengkapannyapun sudah siap menunggu pemiliknya pulang.
Setiap Jum’at malam Sabtu saat weekend, orangtuanya menunggu kedatangan Adrian dengan menonton televisi. Terkadang saat cuaca lagi hangat mereka akan menunggu di luar menikmati udara yang sejuk dan pemandangan langit malam. Seperti malam ini, mereka berdua menunggu Adrian di luar di temani milktea hangat.
Suara mobil yang mengarah ke jalan rumah terdengar, tak lama kemudian mobil Adrian sudah berhenti, sang pemiliknya keluar dan berjalan menuju mereka duduk.
“Assalamu’alaikum. Ayah, Ibu.” Sapa Adrian dengan tersenyum menghampiri mereka dan menyalami mereka sebelum duduk di kursi yang paling dekat dengan arahnya datang tadi.
“Bagaimana perjalanannya tadi?” ayahnya bertanya kepada Adrian.
“Lancar, Yah. Walaupun sedikit terjebak macet tadi sebelum persimpangan masuk ke arah desa.” Jelas Adrian sambil mengistirahatkan tubunya.
“Bagaimana perusahaan?” ayahnya bertanya kembali. “Aman?”
“Aman dan terkendali seperti biasa Yah.”
Melihat suaminya akan bertanya kembali kepada Adrian seperti ingin mengintrogasi, Bu Salma menyela dengan mulus.
“Mas, besok saja introgasi Adrian saat rutinitas kalian lari pagi. Sekarang Adrian pasti capek dan perlu menyegarkan dirinya dulu.” Suaminya ditegur hanya menyengir, dia terbiasa menanyai Adrian saat pulang kantor dulu saat mereka masih tinggal berdua dan kebiasaan itu sepertinya belum hilang.
“Adrian, lebih baik kamu mandi. Ibu akan memanaskan makan malammu. Belum makan kan?”
“Iya, Bu.” Adrian bangkit mengikuti Bu Salma yang sudah terlebih dahulu masuk ke dalam rumah. “Adri mandi dulu, Yah.” Ayahnya hanya mengangguk. Dia menghabiskan minumannya, setelah itu ikut masuk ke dalam sambil membawa gelas yang dia minum.
Adrian keluar dari kamar mandi saat makanan sudah dipanaskan, ia berjalan menuju meja makan yang sedang di siapkan ibu tirinya. Melihat Adrian mendekat, Bu Salma tersenyum.
“Makanannya sudah siap. Kamu habiskan semuanya saja kalau mau, kalau tidak habis kamu masukan saja ke dalam lemari es lagi. Piring kotornya letakan saja di tempat cuci piring. Ibu istirahat dulu.” Bu Salma berjalan menuju ke kamar utama kamarnya dengan suaminya, setengah perjalanannya dia menoleh kembali kearah Adrian yang sedang menikmati makanannya. “Ingat, piringnya tidak perlu kamu cuci. Tinggalkan saja di tempat cuci piring.”
Adrian menoleh dan tersenyum lalu mengangkat jempolnya bahwa dia mendengarkan dan mengerti yang dibicarakan ibu tirinya. Dia melanjutkan makannya, karena lapar dan masakannya enak membuat makanan yang ada ludes habis tak bersisa dimakannya.
Mengikuti apa yang dikatakan ibu tirinya, Adrian menumpuk semua peralatan makan yang ia gunakan dan membawa ketempat cuci piring. Kalau tidak terlalu capek, ia akan tetap mencuci piring tersebut walaupun besoknya ia akan diomelin ibu tirinya itu. Tetapi untuk malam ini, Adrian tidak memiliki tenaga yang cukup karena ia menghabiskan banyak waktu dan tenaga untuk menyelesaikan semua pekerjaannya agar dapat berlibur kali ini.
Saat diawal pernikahan, Adrian sempat tidak setuju. Dia takut jika orang yang akan menikahi ayahnya hanya tertarik dengan harta yang dimiliki oleh keluarga mereka. Tetapi itu tidak terjadi, ibu tirinya tidak pernah menuntut apapun dari ayahnya, bahkan ayahnya juga yang bersikeras agar rumah ini di renovasi secara bertahap.
Sebulan belakang ayahnya sudah menata ulang tanah yang ada di belakang rumah, kebun Bu Salma tetap dipertahankan tetapi lebih ditata dengan dibuat petakan sesuai dengan jenis tanaman yang ada. Di samping itu tanah sisa yang tidak terpakai dibuat kolam renang, sebenarnya bukan tanah sisa tetapi memang sengaja di tata untuk membuat kolam renang.
Ibu tirinya juga sangat perhatian kepadanya, rasa memiliki keluarga utuh kembali dirasakan oleh Adrian. Hal ini membuat Adrian betah tinggal di desa, bahkan saat dia berada di kota untuk mengurus pekerjaannya ia akan merasa rindu untuk pulang ke rumah ini.
Tetapi ada satu orang yang belum bisa menerinya dengan baik, walaupun ia sudah berusaha untuk melakukan berbagai hal agar hatinya luluh, Violet. Iya itu memang salahnya karena menuduh Violet bahwa mereka akan memoroti uang ayahnya dan mau hidup senang dengan menikmati harta yang dimiliki ayahnya. Saat mereka berkumpul bersama permusuhan yang diberikan Violet tidak pernah keluar, walaupun dia tidak terlalu banyak bicara karena anaknya memang pendiam. Tetapi jika mereka hanya berdua, kebencian itu sangat terasa. Bukan benci yang mendatangkan adanya dendam kesumat, tetapi lebih menjaga jarak dan tidak pernah mau lembut kepadanya.
Adrian sendiri tidak tahu, dia sudah mencoba untuk dekat dengan Violet. Namun setiap kali mereka bersama, selalu saja ada hal yang membuat dia begitu tidak suka dengan sikap Violet yang cuek, ketus dan bahkan sedikit kasar kepadanya atau bahkan cara dia berinteraksi dengan teman sekolahnya, membuat Adrian tidak suka dan langsung mengambil langkah frontal yang akan berakhir dengan mereka bertengkar lagi. Violet hanya akan luluh jika ada kata-kata akan membuat orang tua mereka sedih atau kecewa, seberat apapun hal itu dia akan memenuhinya dengan sepenuh hati walaupun dengan terpaksa.
Setiap pagi saat Adrian datang ke desa, ayahnya akan mengajaknya untuk menikmati suasana desa, dari setelah subuh mereka berdua berolahraga dengan berlari pagi keliling kampung. Suasana yang damai dengan udara yang segar membuat mereka berdua sangat betah, ditambah dengan pemandangan yang indah. Ini menjadi rutinitas mereka berdua, jika Adrian ke desa.
Setelah mereka berolahraga, biasanya mereka akan mencari tempat untuk duduk dan menikmati sunrise fanorama alam yang sangat cantik terutama mentari yang akan muncul menyingkap tabir kelam untuk memulai hari. Di saat seperti ini, mereka berdua akan berbicara semua hal, baik yang ringan bahkan sedikit berat.
∞
Saat subuh menjelang kesibukan mulai terdengar dari rumah itu, aktifitas yang pertama dilakukan tentu saja menunaikan kewajiban mereka setiap pagi sebagai muslim. Adrian tidak ketinggalan walaupun sedikit telat bangun dibandingkan dengan anggota keluarga yang lain.
Hari ini Adrian dan ayahnya akan melakukan kegiatan rutin mereka olahraga pagi dengan lari keliling kampung. Adrian juga sudah menyiapkan apa saja yang akan ditanyakan kepada ayahnya, untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan perkataan Violet tentang hutang budi. Adrian tidak pernah mendengar bahwa ada anak yang terus menekankan bahwa dia memiliki hutang budi dengan orangtuanya.
Setelah olahraga seperti biasa mereka akan mencari tempat untuk beristirahat dan sedikit berbicara. Adrian akan memulai aksinya dengan mengorek cerita dari ayahnya.
“Yah, bagaimana ceritanya ayah ketemu dengan Bu Salma?” melihat ayahnya akan menegur karena dia memanggil istrinya dengan sebutan Bu Salma kembali, Adrian segera meralat perkataannya. “Maksud Adri, ayah ketemu ibu di mana pertama kali?”
“Ibumu teman sekolah ayah dulu. Kita sempat menjalin hubungan. Saat kuliah, ayah hilang kontak dengannya. Mengapa kamu ingin tahu?”
“Adri penasaran saja. Kalau sama bunda, ayah kan dijodohkan oleh eyang. Makanya Adri penasaran bagaimana ayah bertemu dengan ibu. First love Dad?” Ayahnya hanya tersenyum mendengar Adrian yang sedikit menggodanya.
Melihat suasana hati ayahnya yang senang karena mengenang masa lalunya, ya sejak ayahnya menikah lagi hati ayahnya selalu senang tidak ada sama sekali mendung di wajahnya itu, hanya wajah kebahagiaan yang tergambar.
“Suami pertama ibu dulu meninggal juga Yah?”
“Ibumu belum pernah menikah.” Jawab beliau sendu, dan kemudian diam tidak melanjutkan lagi.
“Kalau ibu tidak pernah menikah, terus Violet bagaimana bisa hadir? Ayah ada-ada saja.” Adrian mencoba bergurau, walaupun dia sudah mulai banyak prasangka yang tidak-tidak di benaknya.
“Violet, diadopsi oleh ibumu saat dia masih bayi. Kedua orang tua Vio meninggal saat kecelakaan tunggal dengan mobil yang mereka kendarai, hanya dia yang selamat.”
“Violet tahu bahwa dia bukan anak kandung ibu?”
“Dia tahu dari dia bisa mengingat, keluarga ibumu tidak menutupinya dan juga semua orang yang ada di desa ini juga tahu latar belakang Violet.”
Akhirnya mereka diam sibuk dengan pikiran masing-masing. Setelah keduanya terdiam cukup lama, terutama Adrian yang mencerna apa yang baru saja dikatakan ayahnya. Tiba-tiba ayahnya mengganggil dirinya.
“Adri...” panggil ayahnya dengan cukup keras karena melihat Adrian memandang jauh ke kejauhan seperti banyak yang sedang dipikirkannya.
“Ada apa, Yah?” Adrian tersentak dari lamunannya, akhirnya dia tahu mengapa Violet selalu mengatakan tentang hutang budi.
“em...ayah punya satu permintaan kepadamu.”
“Apa yang ayah mau Adrian lakukan?” kata Adrian lembut, dia masih sendu karena tersentuh dengan kisah Violet.
“Ayah ingin kamu menikah dengan Violet. Jadikan dia benar-benar bagian dari keluarga ini. Ayah merasa dia sedikit menjaga jarak dengan kita. Dia bahkan tidak pernah meminta uang untuk keperluan sekolahnya. Ayah hanya memberikan uang saku bulanan untuknya dan uang semesterannya saja.” Ayahnya menghela nafas berat. “Bukan berarti dia tidak menganggap ayah sebagai orangtuanya, tetapi ayah merasa dia sedikit berjarak. Walaupun ibumu sudah menyakinkan ayah bahwa sifat Violet dari kecil seperti itu, tetapi bagi ayah itu terasa tidak benar.”
Adrian sangat terkejut dengan permintaan dan perasaan ayahnya. Dia sedikit merasa bahwa dia memiliki andil yang besar dengan sikap Violet yang tidak pernah meminta apapun kepada ayahnya. Tetapi untuk menyetujui apa yang ayahnya minta itu sangat sulit. Adrian hanya diam tanpa menjawab ayahnya.
“Kamu tidak harus menjawab sekarang, tetapi ayah minta kamu akan menyetujuinya.”
Melihat tidak adanya respon dari Adrian membuat ayahnya membuang nafas berat, sebelum akhirnya mengajak Adrian untuk kembali ke rumah.
“Ayo kita pulang, ibumu dan Violet pasti sudah menunggu kita sekarang.”
Mereka berdua akhirnya berjalan beriringan kembali ke rumah, biasanya mereka akan bercanda disepanjang jalan. Tetapi hari ini, mereka sama-sama diam dan sibuk dengan pikiran masing-masing.