Bab 2 - Perjodohan

1367 Words
Kayla mengusap keningnya yang berkeringat. Entah sudah berapa lama waktu yang dia tempuh untuk mencari kontrakan kecil sebagai tempat tinggal. Teriknya matahari, terasa menyengat kulitnya yang memerah. Mengiringi langkahnya yang menyusuri lorong-lorong kecil demi mencari kontrakan yang masih kosong. Beruntung, dirinya memiliki tabungan sehingga memiliki harapan untuk menyewa kontrakan sampai 2 bulan ke depan. Dan untuk biaya hidup sehari-hari, rasanya masih cukup sampai dirinya menemukan pekerjaan. “Permisi, Bu,” ucap Kayla pada seorang wanita paruh baya yang sedang menyapu halaman rumahnya. “adakah kontrakan di sekitar sini?” lanjutnya dengan ramah. Wanita itu tak juga menjawab pertanyaan Kayla, justru menatapi Kayla mulai dari atas sampai bawah. “Kamu bukan orang sini. Ibu tak pernah melihatmu sebelumnya,” jawab ibu itu. Kayla mengangguk. “Iya, Bu. Saya dari desa,” jawabnya terpaksa berbohong demi mendapatkan tempat tinggal. Dia tau, sekarang dirinya menjadi buronan, dan jika ibu-ibu itu tau, maka harapannya untuk mendapatkan tempat tinggal justru akan berakhir di penjara. “Oalah, begitu.” Ibu itu mangut-mangut. “kebetulan, ruangan di samping rumah saya, saya kontrakan. Hanya ada sebuah kamar, ruang tamu yang kecil dan kamar mandi yang kecil juga. Untuk dapurnya, maaf tidak ada. Mungkin, kamu berkenan?” “Boleh, Bu. Tidak apa-apa. Yang penting saya mendapatkan tempat tinggal.” Kayla berbinar senang. “Kalau begitu, mari bicarakan di dalam,” ucap ibu itu dan Kayla pun mengikuti ibu itu masuk ke rumahnya. Sebuah ruang tamu kecil ber cat hijau menyapa dirinya dengan ramah begitu masuk ke dalam rumah itu. Ada beberapa lukisan bunga juga pemandangan alam yang terpanjang di dinding sehingga menambah kesan kedamaian di sana. “Perkenalkan, nama saya Bu Linda. Saya pemilik rumah yang akan kamu kontrak. Kebetulan saya hidup bersama anak saya satu-satunya. Namanya Rian, dan dia bekerja kalau pagi. Malam baru pulang,” “Dan nama saya Kayla, Bu,” balas Kayla. Sebuah senyuman terbit di bibirnya. Dia bersyukur bisa bertemu dengan bu Linda yang ramah dan baik. Lebih bersyukurnya, karena dia bisa mendapatkan tempat tinggal untuk bersembunyi—meski hanya sementara waktu. “Lalu, berapa biaya kontrakan untuk 1 bulan ke depan, Bu?” tanya Kayla sambil membuka tas yang dia bawa. Semoga saja, uangnya cukup untuk membayar kontrakan dan keperluannya selama 1 bulan ke depan. “500 ribu saja, Kayla. Kamu juga belum tentu betah. Rumah ibu kecil sekali loh itu.” Bu Linda tertawa tipis. Sadar diri, dengan rumah kontrakannya yang sangat kecil. Kayla menggeleng pelan. “Tidak masalah, Bu. Yang penting, saya bisa mendapatkan tempat tinggal,” jawabnya. Dia pun, mengambil lembaran uang yang berada di dalam tasnya dan segera memberikan uang tersebut pada Bu Linda. “saya bayar untuk 1 bulan ke depan ya, Bu.” Lanjutnya dan mendapat anggukan dari bu Linda. “Semoga kamu betah ya, Kayla,” ucap bu Linda dengan senyuman lebar. “Terima kasih, Bu. Saya permisi dulu. Mau istirahat.” “Emm ... tidak mau makan dulu? Kebetulan saya sudah masak,” tawar bu Linda dan Kayla menolak dengan gelengan pelan. “Terima kasih, Bu. Tidak perlu repot-repot. Saya mau beres-beres pakaian saya dulu. Lagi pula, saya juga masih kenyang,” tolaknya dengan halus. Bu Linda sekali lagi tersenyum. Sepertinya, Kayla adalah gadis baik-baik. Adabnya saat berbicara dengan orang tua pun sangat santun. “Baiklah, Kayla. Semoga betah.” Kayla pamit undur diri dari sana. Dia keluar dari rumah bu Linda, dan masuk ke rumah bu Linda yang kini sudah menjadi kontrakannya. Sebenarnya, rumahnya tidak terlalu kecil jika hanya ditinggal olehnya seorang diri. Ada ruang tamu mini, yang sejuk di pandang, karena ruangan itu juga terpajang beberapa lukisan yang nyaris sama seperti ruang tamu bu Linda yang dilihatnya tadi. Kayla pun masuk ke kamarnya. Kamar berukuran 3x4 meter yang ber cat biru muda. Di kamar itu, ada sebuah lemari kayu juga sebuah kursi dan meja kayu yang di atasnya ada lampu belajar dan bunga mainan berbentuk bunga mawar dengan warna merah. Kayla meletakkan tas yang di bawanya di atas ranjang. Ranjangnya yang berukuran kecil itu sama sekali tak berdebu dan sepreinya pun masih baru. Rupanya, bu Linda merawat rumahnya ini dengan baik pula. Sehingga pertama kali menginjakkan kaki di sana, dirinya sama sekali tak merasa pengap. Kayla menjatuhkan tubuhnya di ranjang dengan posisi terlentang. Berjalan selama seharian, membuatnya pegal dan lelah. Beruntung, dia masih bisa menemukan kontrakan ini. Jika tidak? Entah bagaimana nasibnya sekarang. Bisa dipastikan, dirinya sudah berada di penjara atas kesalahan yang ayahnya perbuat. “Aku harus merapikan bajuku, kemudian mandi dan setelahnya bisa membeli beberapa barang yang aku butuh kan. Besok, aku harus bisa menemukan tempat kerja.” Tekadnya meski tak begitu yakin. Bisa bernapas bebas seperti ini pun rasanya sebentar lagi tak akan dia rasakan. Hanya saja, dia berharap Tuhan masih akan berbaik hati padanya dengan membuatnya aman dari kejaran polisi. Kayla pun bangkit dari posisinya tadi kemudian segera memasukkan bajunya ke dalam lemari. “Ayah ...” Sebuah lirihan terdengar dari bibirnya, saat dia menemukan foto ayahnya yang juga dia bawa serta ke dalam tasnya. Dia tak pernah menyangka, ayahnya akan melakukan perbuatan curang itu. Menipu kemudian membawa pergi uang perusahaan yang menjadi partner kerjanya selama beberapa bulan. Selama ini, yang dia tau ayahnya adalah orang yang jujur dalam bekerja. Jadi, mendengar kabar ini, dia masih bimbang antara harus mempercayainya atau tidak. Tapi, jika saja ayahnya tak pergi meninggalkannya begitu saja, dia pasti akan percaya jika ayahnya tak bersalah. Tapi, yang terjadi adalah, ayahnya menghilang begitu saja tanpa jejak. Kayla mengusap wajahnya kasar. Sekarang, ibunya dan saudaranya Devira, juga meninggalkannya sendirian. Entah bagaimana dirinya akan terus bertahan dan bersembunyi dari kejaran aparat kepolisian. Lambat laun, dirinya pasti akan segera ditemukan. Dan saat itu tiba, dirinya harus rela masuk penjara demi mempertanggung jawab kan kesalahan ayahnya. “Tuhan akan membantuku,” lirih Kayla dengan yakin. Dia meletakkan foto ayahnya itu di dalam lemari kemudian menuju kamar mandi. Setidaknya, dia bisa istirahat sebentar setelah mandi sambil menunggu malam tiba. Malam hari, adalah waktu yang tepat untuk keluar dari persembunyiannya. *** Gean memarkirkan mobilnya di bagasi. Niatnya untuk mencari keberadaan putri Elliot harus tertunda, karena ayahnya secara tiba-tiba menghubunginya dan memintanya untuk segera pulang. Tak memiliki pilihan lain, atau pun menolak. Akhirnya, Gean segera memenuhi titah itu. Gean turun dari mobil dan segera melangkah cepat. Dia membuka pintu rumahnya lebar-lebar, dan sedikit terkejut begitu melihat ruang tamunya di ramaikan oleh beberapa orang. “Itu dia sudah datang,” Celetukan ayah Gean—Arvyno Raka Setiawan membuat semua orang yang berada di sana, menoleh ke arah Gean yang masih belum melanjutkan langkahnya. Gean tentu saja bingung, atas tamu asing yang berada di rumahnya sekarang. “ Gean, kemari. Kenapa kamu hanya diam di sana?” ucap Arvyn lagi membuat Gean akhirnya melangkah masuk ke dalam rumah—menuju ruang tamu. “Perkenalkan, teman Ayah. Namanya, Om Bram dan istrinya Siena. Dan putri mereka, Elena Siena,” ucap Arvyn dan Gean pun menyalami ke dua orang itu satu persatu dengan sopan. “Saya, Geandra. Senang bisa bertemu dengan, Anda,” ucap Gean dengan ramah. Dia pun menyalami wanita muda bernama Elena itu dengan ramah pula. “Hy, aku Elena,” ucap wanita muda dengan penampilan elegan itu. “Gean, “ balas Gean kilas. Jujur, wanita itu memang cantik. Tapi, entah kenapa masih belum membuatnya tertarik. “Oiya, Gean. Elena akan menjadi calon istrimu karena Ayah akan menjodohkanmu dengannya.” “Apa?!” rasa terkejut Gean dengan suaranya yang naik satu oktaf, membuat Airyn yang tadinya masih membuat minuman, berjalan tergopoh-gopoh dengan nampan ditangannya. Dia harus bisa mengalihkan suasana, atau semuanya akan menjadi kacau karena Gean akan memberontak atas keputusan apa pun yang tidak Gean suka. “Maaf, sudah membuat kalian menunggu lama.” Potong Airyn dengan cepat. Dia meletakkan minuman yang dia bawa, ke atas meja, lengkap dengan makanan kecil yang dia bawa. “silakan dinikmati. Maaf, aku harus membawa putra dan suamiku ke dalam sebentar.” Lanjutnya dengan senyuman cantiknya. Airyn memutar tubuhnya. Dia menatap Gean dan Arvyn yang saling menatap tajam. Lagi-lagi, dirinya yang harus menjadi jalan tengah mereka. “Ikut aku ke dalam. Kalian harus sama-sama aku luruskan,” ucap Airyn nyaris seperti sebuah bisikan. Dia harus bisa membuat ke dua pria itu, mendingin dan merdeka dengan keputusan yang akan mereka sepakati. *** Selamat membaca novel (Bukan) Istri Pengganti
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD