Bab 17 Permohonan Runa

1008 Words
"Apa kau tak bisa keluar saja dari mansion itu? Kau, kan, bisa bekerja di kedai ini. Permintaan putri Bangsawan Barnett yang berbahaya itu bisa membuatmu kehilangan nyawa." Tiba-tiba Arlo menjadi serius. Runa terdiam. Suasana itu menjadi sedikit aneh dan canggung. Arlo mencemaskanku? batin Runa tak percaya. "Ini bukan permintaan nona. Aku yang menyarankannya." "APAAAAAA?!!" Arlo memekik kaget, ia memukul meja dengan tangan kanan hingga kedua pundak perempuan bertubuh kecil itu terlonjak kaget, "Runa! Kau bisa kerja tidak, sih? Apa kau tahu dia itu siapa? Jika putri kerajaan kita hilang, satu kerajaaan ini bisa berada dalam bahaya! Kita bisa dibantai, Runa!" Air mata Runa nyaris merebak mendengar omelan itu, giginya bergemelutukan menatap kemarahan di wajah sang playboy. "Aku hanya ingin membantu nona yang lupa ingatan!" ujarnya dengan nada penuh emosional. "Apa?" Arlo terdiam membeku, otaknya berusaha menceran perkataan tak masuk akal itu. "Iya! Nona mengalami amnesia! Sudah sebulan ini nona tak bisa mengingat apa pun! Benar-benar seperti bayi besar! Huhuhu..." kedua telapak tangannya menutupi wajahnya, meratap sedih. "H-hey! Apa maksudmu dengan putri kerajaan kita mengalami amnesia?" Runa menyeka air mata di sudut-sudut matanya, menelan ludah gugup. "Tolong rahasiakan ini! Aku bisa dalam masalah besar jika ada yang tahu!"   Lelaki itu mendengus kecut. "Kau ingin melibatkanku dalam masalah kerajaan? Gila, ya, kamu!" "Arlo! Nona Anne sama sekali tak ada ingatan apapun! Jika nona terus seperti itu, menurutmu bagaimana reaksi kekaisaran jika tahu calon istri putra mahkota Kekaisaran Leclair ternyata cacat?" Ekspresi Arlo melunak dengan wajah tak senang. "Gawat... kerajaan kita bisa dicap menghina kekaisaran..." gumamnya cemas. "Tetap saja, kan, kita mungkin akan dibantai! Walau kerajaan kita memiliki banyak pasukan, tapi Kekaisaran Leclair menaungi 24 kerajaan! Jika semua pasukan dari 23 kerajaan digabung, kita kalah telak, Arlo!" "Kau benar..." kedua bahu Arlo merosot, ekspresinya terlihat rumit. "Jadi, tolong bantu aku! Kumohon!" mata Runa berkaca-kaca dengan isakan pelan. "Kenapa kau yang harus mengurus masalah ini sendirian? Apa tindakan kediaman Barnett?" "Hari pengumuman pertunangan kurang dari 2 bulan lagi. Jika nona tak segera mendapatkan ingatannya, aku menduga pihak mansion akan memberikan pelatihan keras padanya selama sebulan penuh!" "Bukankah itu bagus?" "Kau tidak mengerti, Arlo!" Runa menyipratkan air kompresan ke muka lelaki itu, mata menyipit kesal. "Hey!" "Nona Anne sudah menganggapku sebagai saudari. Dan selama ini jasa-jasa nona sudah sangat membantuku. Nona Anne yang membuatku berpikir untuk menjalani kehidupan normal, bukan kehidupan jalanan sepertimu! Para guru tata krama bangsawan semuanya galak dan tegas! Mereka pasti menuntut kesempurnaan pada nona dalam waktu singkat, dan pasti akan menyiksa mentalnya! Jika itu sampai terjadi, nona pasti akan bersedih! Aku juga bisa jadi akan dipisahkan dengannya!" "Hah? Kehidupan jalanan tak buruk sama sekali. Kebebasan berada dalam genggaman. Tidak seperti mereka yang terikat aturan sosial yang ketat dan penuh persaingan kotor." "Arlo!" "Apa, sih!" "Baik! Kau tak mau membantu! Aku minta bantuan pada orang lain saja!" Runa berdiri dari duduknya, tapi kembali dicegat oleh lelaki itu. "Kau ini keras kepala sekali, ya! DUDUK!" hardiknya galak. "Mau bantu atau tidak?" "Iya! Iya! Aku bantu! Tapi, ada satu syarat!" ucapnya dengan nada genit di ujung kalimat, ia berjalan mendekat lalu dengan senyum misterius diam-diam, ia mendekatkan tubuhnya pada Runa. "Hah?" kedua bola mata Runa terbelalak kaget, jaraknya dan lelaki itu sangat dekat sampai bisa merasakan hembusan napasnya di wajahnya. Pelayan berambut pendek sebahu itu tak menyangka kejadian berikutnya akan membuat jantungnya nyaris copot dari tempatnya. "Temani aku nonton opera siang hari ini!" bisiknya di telinga Runa dengan nada sensual, bibir lelaki itu menempel di sana selama beberapa detik. Pufff!! Runa seketika memerah bak kepiting rebus, matanya berkunang-kunang sesaat. Kepalanya panas seolah asap putih bisa keluar dari puncak kepalanya. "JANGAN DEKAT-DEKAT! DASAR PRIA MENJIJIKKAN!" Kedua tangannya mendorong Arlo begitu keras hingga lelaki itu menariknya sebagai usaha mempertahankan keseimbangan untuk kedua kali. Alhasil, mereka berdua jatuh di atas meja dengan posisi Runa menimpa tubuh lelaki itu. "Apa? Kau ingin merasakan kehangatan istimewa dariku? Berani, ya, sekarang?!" Arlo tersenyum genit, tangan kanannya mengusap puncak kepala Runa. "Ba-ba... Ja-ja..." Runa kelimpungan dengan jarak mereka berdua, ia tergagap salah tingkah dengan pandangan mata berputar. Pelayan muda itu bisa merasakan panas dari tubuh lelaki itu meski mereka berdua masih mengenakan pakaian yang layak. Tubuhnya gemetar hebat. Arlo mendekap tubuhnya erat dan bagian 'bawah' lelaki itu mulai terasa menegang. Kedua bola mata perempuan itu melebar kaget, sesuatu menyembul dan keras mengenai pahanya. Detik berikutnya Runa tiba-tiba meletus seperti gunung api. Ia cepat-cepat berdiri dan menendang tulang kering Arlo hingga lelaki itu meringis kesakitan di atas meja. Wajahnya menahan tawa geli. "ARGGGGHHH!!! DASAR OTAK KOTOR! CEPAT KITA KE GEDUNG OPERA! AKU MAU MENONTON HAMLET* SAJA!" "Apa? Aku ingin menonton Macbeth*!" seru Arlo disela-sela menahan tawanya. ------ *Keduanya karya William Shakespeare. Hamlet, Tragedi ini menceritakan tentang seorang raja yang meninggal dengan misterius, jandanya lalu menikah dengan saudaranya. Arwah sang raja menghantui istana kerajaan. Ia ingin anaknya, Hamlet, untuk membalas dendam. Pangeran Hamlet yang berjiwa sensitif bersumpah untuk membalas dendam dengan segala cara yang akhirnya harus dibayar dengan mahal. Macbeth, Tragedi ini menceritakan tentang ambisi yang berubah menjadi kejahatan, seorang jenderal yang mengkhianati rajanya, sahabatnya, bahkan jiwanya sendiri. "Fair is foul, and foul is fair" adalah inti dari Macbeth yang mengisahkan pahlawan-panglima Macbeth dan istrinya yang berambisi menjadi raja dan ratu Skotlandia. Mereka mengira bahwa satu-satunya jalan menuju tahta raja adalah melalui pedang. Tetapi niat jahat memiliki rencana sendiri untuk menampakkan jati dirinya ------ "HAMLET!" raungnya galak, ia berbalik menatap Arlo dengan tatapan berapi-api siap untuk mencakarnya. "MACHBETH!" Lelaki itu berjalan tertatih-tatih ke arahnya. "JAGA JARAK! ATAU KUTENDANG SEKALI LAGI!" Telunjuk Runa dimajukan ke depan, tatapan galaknya memberikan sinyal keseriusan yang membuatnya seperti anak kucing liar yang tengah berusaha melawan sekuat tenaga pada seekor serigala lapar. Arlo menggigit bibir bawahnya, meringis. Bukan karena rasa sakit di tulang keringnya, melainkan karena gemas melihat Runa yang bertingkah begitu lucu. "Dasar perawan!" ledeknya seraya terbahak keras. "A-APAAA???" bola matanya membesar, dan sekali lagi ia mengumpat kesal meninggalkan ruangan itu, "KURANG AJAR!!!" Runa mengambil langkah-langkah besar dengan wajah menahan malu, mengambil jarak sejauh mungkin dari Arlo yang masih tertatih-tatih mengejarnya. Sang playboy tertawa riang. Belum pernah ia merasa sesenang ini dalam waktu yang lama. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD