Bab 19 Opera Keliling dan Runa

1014 Words
"Kamu bisa membungkus sebagian nantinya. Makan dan ceritakanlah keadaan di luar!" bujuk Anne dengan senyum kecil tersungging di bibirnya. "Ya! Terima kasih, nona Anne!" tangannya segera meraih beberapa macaron sekaligus, menggigitnya dengan lahap dengan mata berbinar-binar penuh keharuan. Beberapa saat ia melahap habis macaron ukuran sedang, ia pun bersemangat memulai cerita perjalanan singkatnya yang penuh dengan banyak kejadian seru. "Minum dulu, Runa! Habiskan, ya!" Anne terkikik pelan, memberikan secangkir teh padanya. Pelayan muda itu salah tingkah karena dituangkan teh yang mahal, wajahnya merona hebat. "Te-terima kasih, nona, Anne! Aku akan meminum tehnya sampai habis!" ia pun meraih cangkir itu dan mulai meneguknya dengan ekspresi kepanasan. "RUNA! ITU MASIH PANAS! MAKSUDMU MINUM SEDIKIT-SEDIKIT! BUKAN LANGSUNG SAMPAI HABIS SEKALI TEGUK!" Sang pelayan tampak menahan kesakitan yang menjalar di dalam mulut dan tenggorokannya, Anne buru-buru memberikan seteko air padanya. Santai, dong! Bikin kaget saja! Dasar loyalitas yang menakutkan! pekik Anne dalam hati, kesal bertubi-tubi sampai nadi di pelipisnya berdenyut hebat. Sudut-sudut bibirnya berkedut memandang Runa dengan perasaan kesal yang menggemaskan. Setelah meminum isi teko yang hampir habis setengah—langsung dari tekonya yang Anne yakin akan membuat kepala pelayan akan memarahi karyawannya jika ketahuan, dengan wajah menahan sakit ia tertawa sejenak dan langsung masuk ke inti paling seru dari perjalanannya. "Katanya di ibukota, kita akan kedatangan rombongan opera terkenal dari daratan timur!" "Hah? Opera keliling?" Anne seketika juga antusias mendengarnya, selama ini ia tak pernah menonton acara drama. Tak ada TV di jaman yang ditinggalinya sekarang, bagaimana ia bisa menghibur dirinya dengan tontonan menarik? Apalagi ia dikurung bagai burung dalam sangkar emas. Untung saja selama di mansion, waktunya dihabiskan dengan menikmati pemandangan indah taman mawar sambil sesekali tertidur tanpa sadar. Tak ada yang berani menegurnya, kecuali ibunya yang datang bersama dokter Marvin untuk kunjungan rutin guna mengecek keadaannya, lalu menghilang dengan kesibukannya yang misterius. Ia juga melukis beberapa hal yang berasal dari dunianya yang dulu sebagai pelampiasan rindu tak berujungnya, kemudian selalu dikatakannya semua inspirasi itu berasal dari mimpinya. Dan para penghuni mansion yang tak tahu dunia modern seoranga Sakamoto Sayako percaya begitu saja padanya. Buku novel? Anne menemukan beberapa jenis bacaan itu di perpustakaan kediaman Barnett, ia hampir sudah membaca semuanya. Tapi, ia yang sering membaca buku di kehidupannya yang lalu sudah kenyang menikmati cerita-cerita novel genre jaman dulu. Tak beda jauh dengan yang ada di dunia baru tempatnya sekarang berada. Ia bahkan mendapati novel-novel karya William Shakespeare* di dunia ini. -------- * William Shakespeare adalah seorang pujangga, dramawan, dan aktor Inggris, secara luas dianggap sebagai penulis drama berbahasa Inggris terhebat dan dramawan termasyhur di dunia. Ia sering disebut sebagai penyair nasional Inggris dan dijuluki "Pujangga dari Avon". Karya terkenalnya: Romeo and Juliet, Hamlet, Macbeth, Othello, dan Julius Cesar. ------- Melihat ada karya sastra klasik itu, ia bisa menyimpulkan bahwa ia terlempar ke dunia alternatif. Atau bisa jadi benar-benar sedang koma? (Setiap kali Anne berpikir ia sedang koma, ia mencubit dirinya sampai menjerit histeris dan kulitnya memerah. Dengan perasaan terpaksa, ia pun memastikan bahwa ia terlempar ke dunia alternatif. Entah bagaimana caranya dan kenapa, ia tak mau memikirkannya lagi. Mentalnya sungguh terkuras mencari jawabannya yang sulit dan mustahil untuk ditemukan.) Ia juga membaca buku terlarang Runa beberapa kali. Novel erotis dan panas memang sangat menarik dan menantang, tapi itu semua bisa menjadi bacaan yang sangat, sangat membosankan ketika telah mencapai batas tertentu. Apa aku menulis ceritanya saja dan meminta pihak opera melakukan adegannya? batin Anne dengan perasaan seolah mendapat hidayah. Mungkin ia bisa memulai karir baru di dunia barunya! Ide itu surut secepat ia datang. Apa mungkin kedua orang tuanya mengizinkan anak kesayangan mereka bekerja dan berkeringat? Rasa skeptis dan pesimis menyelubungi hatinya dalam sekejap mata. Anne adalah putri satu-satunya bangsawan Barnett, bangsawan yang menjalankan Kerajaan Devereux yang sangat luas dan besar. Mau ditaruh di mana muka mereka menemukan anaknya terselip di gedung opera dengan gagasan sandiwara yang bisa jadi menyinggung kerajaannya sendiri atau malah kekaisaran? Bulu tengkuknya berdiri. Lebih baik menghindari masalah! batinnya mantap. Anne berusaha kembali serius menanggapi Runa, fokus dan serius, tapi santai. "Iya, nona! Opera keliling! Menurut yang kudengar, pihak kerajaan kita yang mengundangnya!" "Oh! Apa itu artinya mereka akan tampil di mansion?" Runa menautkan kening mendengar pertanyaan ini, berhenti menguyah macaronnya. "Mungkin saja, nona. Tapi, meski demikian, mereka mungkin tampil tak seseru jika dibandingkan dengan saat mereka tampil di gedung opera ibukota." "Hah? Kenapa begitu?" Anne bertanya penuh minat, badannya maju sedikit. "Nona ini bagaimana? Tentu saja akan ada adegan-adegan yang menurut penulisnya tak pantas dipersembahkan di hadapan para anggota kerajaan!" "Sudah kuduga...." gumam Anne sambil bertopang dagu, punggung disandarkan. "Jika di gedung opera ibukota, kita bisa melihat adegan yang bikin hati berdebar, nona Anne! Kyaaaa!!" Runa menjerit tertahan dengan suara kecil, mata dipejamkan kuat-kuat. "Hah? Loh? Bikin hati berdebar-debar? Kyaaaa?!" Anne melongo mengulangi beberapa ucapan Runa. Oi, oi! Jangan bilang mereka menampilkan adegan panas secara langsung di depan penonton? batin Anne, cemas tapi sedikit tergugah dan penasaran. "Ciuman panas dan menggelora~!" kedua tangan Runa menekan kedua pipinya, wajahnya sungguh bersemangat dan ceria. Kedua matanya berbinar bahagia. Sial! Ternyata itu! pekik Anne dalam hati, sedikit kecewa, sedikit lega. Di otak Anne terlihat sebuah ide mengulik informasi untuk menghapus keraguan dalam hatinya. "Runa, apa kau pernah menonton opera? Apa aku pernah?" Runa mengangguk keras. "Beberapa kali! Saya bahkan pernah menabung gaji saya selama sebulan penuh hanya untuk membeli tiket mahal mereka! Dan dulunya nona sangat suka nonton opera, loh!" "Ohhh... be-benarkah itu?" "Ya! Tapi karena opera di ibukota hanya memainkan drama yang sama hampir setiap minggu, nona Anne sampai muak dan bosan menontonnya." "Begitu rupanya." Runa mengangguk cepat. "Hmmm... apa kau pergi bersama seseorang? Bersamaku atau seoerang kekasih, mungkin?" Wajah Runa memerah hebat seperti tomat merah. Ia jadi salah tingkah sampai remah-remah biskuit yang baru digigitnya jatuh berserakan ke atas aproannya. Ei... reaksi macam apa ini? Kok, aku tidak suka, ya? batin Anne dengan senyum kecut di hatinya, perasaannya timbul tenggelam seperti kapal yang tengah akan karam. "Jadi. kekasih, ya?" Anne berusaha menebak. Runa gelagapan dengan wajah merah padam seolah asap akan keluar dari puncak kepalanya. Ia kembali terbayang adegan memalukan itu sewaktu terjatuh menimpa Arlo Sang Playboy Ibukota. "I-ITU TIDAK BENAR, NONA!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD