PART 89

1129 Words
"Awas, b***h!" Deg Nyatanya Naufal tidak akan berubah lembut seperti dulu. Kila bergeser, kembali ke tempat duduknya semula. Ia berusaha mati-matian agar air matanya tidak jatuh ketika itu juga. Mereka berdua kembali diam. "Gue minta maaf," Kila bersuara memecahkan keheningan. Naufal tak menjawab. Entah Cowok itu mendengar atau pura-pura tak mendengar. Kila merurtuki dirinya sendiri. Seharusnya ia sadar kalau Naufal sudah membencinya. Lusi yang baru saja keluar dari kamar mandi, dia melihat Kila dan Naufal di depan kelas. Sepertinya mereka berdua dihukum. "Sil, kamu duluan aja ya." ujar Lusi pada Sila--teman sekelasnya. Sila mengernyit, pada akhirnya dia mengiyakan. Lusi bergegas mendatangi mereka berdua. "Kamu dihukum lagi?" Lusi menatap iba Naufal. Tatapannya beralih pada Kila. "Kamu juga?" Kila mengangguk. "Fal, kamu duduk aja dulu. Pasti capek kan?" tangan Lusi mengusap kening Naufal yang basah sedikit akibat keringat. "Reza udah pergi?" "Pak Reza maksudnya? Dia udah pergi kok. Emang kenapa, Fal?" Lusi menyelidik. "Gue mau pulang." Naufal menurunkan tangan yang tadi menjewer kedua telinga. Ia berdiri tegak seperti biasa. "Tapi--" Naufal mencium pipi Lusi membuat Kila seketika bungkam sekaligus merasa... cemburu. "Gue pulang ya, sayang." ujar Naufal sangat lembut pada Lusi. Kila memalingkan muka. "Kamu yakin mau bolos?" tanya Lusi ragu. "Nanti kalau kamu kepergok guru gimana?" Naufal menangkup pipi Lusi, "Itu gak jadi masalah. Gue pergi ya." Tatapan Naufal membuat Lusi tak bisa melawan lagi. Gadis itu akhirnya mengangguk pertanda setuju sedangkan Kila sudah sangat gatal ingin melarang Naufal, tapi larangan nya itu pasti tidak dihiraukan. Naufal lari secepat kilat. Mata Lusi tak berhentinya mengamati Naufal. Usai Cowok itu hilang di belokan, Lusi baru saja akan pergi tetapi Kila malah memanggil. "Kenapa, Kil?" sahut Lusi penuh tanda tanya. "Lo seharusnya bawa Naufal ke jalan yang benar. Kenapa lo biarin dia bolos? Lo tau kan, apa yang akan terjadi kalo dia sampai ketauan?" Perkataan Kila membuat emosi Lusi tersulut. Tangan kurusnya mengepal. "Nggak baik kalau maksain orang buat ngelakuin hal yang orang itu gak suka, Kil. Aku mau bikin Naufal bahagia. Dan juga, aku nggak mau Naufal merasa tertekan." "Kalau lo biarin dia terlalu bebas, itu nggak baik, Lus. Kenapa seakan lo gak bisa membedakan mana yang baik dan buruk? Apa orangtua lo gak ngajarin tentang hal itu?" Lusi makin emosi. Kila sudah menghina orang tuanya secara tidak langsung. Ia menahan agar u*****n itu tidak lolos dari bibirnya. Perlahan sudut bibir Lusi terangkat. "Aku mau balik ke kelas ya." "Lo belum jawab pertanyaan gue!" peringat Kila. Terlanjur. Lusi berlalu meninggalkannya. Kila mendengus sebal. ****** "Gue mau main ke rumah lo! Boleh kan?" pertanyaan Dania yang tiba-tiba berhasil membuat Kila panik. Ia gelagapan, terlihat sangat gugup akan mengatakan apa. "Mending jangan deh," Dasha membersut. "Karena?" "Gue mau pergi. Maaf ya." "Pergi ke mana? Gue bisa ikut kan?" Dania tampak begitu memohon. Kila jadi merasa tidak enak. Tapi, tidak ada pilihan lain. Masa iya, dia mengatakan yang sebenarnya. Kila tak bisa membayangkan bagaimana reaksi Dania. "Gak bisa, Dan. Sekali lagi, maaf." Kila menghela nafas, kemudian kembali mengalihkan pandangan ke depan. "Yah, gue padahal mau main di di ke rumah lo," Dania menunduk kecewa. "Terus kapan gue bisa main ke rumah lo?" "Nggak tau, Dan." Kila menyahut. Angkutan umum sudah datang. Kila masuk, sedangkan Dania tidak masuk sebab ia membawa motor. ****** 2 hari libur. Kila membuang nafas panjang. Pasti dua hari itu amat membosankan. Menghabiskan waktu sepanjang hari dengan 'mengurung diri' di rumah sebesar ini. Sebenarnya ia bisa berbicara dengan tetangga di samping rumahnya, tapi Kila belum siap untuk membuka diri. Ia takut ditanya macam-macam. Kila membuka ponsel. Memencet ikon galeri. Di sana terdapat berbagai kenangan. Mulai dari foto ibu dan ayah dengan Kila, foto Kila berdua dengan Naufal, dan yang lebih menyakitkan, saat dia melihat foto bayi yang sengaja dia download dari situs internet. Kila sengaja mendownload foto itu untuk gambaran saja. Beribu kata maaf sudah diucapkan. Namun, percuma. Janin nya tidak akan kembali. Ddrrtt ddrtt HP bergetar. Nampak nama Abian di sana. Dengan cepat, dia mengangkatnya. "Halo. Kenapa telfon gue? Ada apa?" Bingung mau mengatakan apa, akhirnya Kila melontarkan pertanyaan itu. "Hari ini lo ada di rumah? Sibuk gak?" "Nggak. Mau apa emang?" "Gue ke rumah lo sekarang. Kita ke pasar malam nanti." Tut tut tut Kila mendecak sebal. Namun, detik kemudian Kila bereaksi bak telah menang lotere. Ia sudah lama tidak ke pasar malam! Setiap malam minggu, Kila rutin ke sana. Terakhir Kila ke pasar malam, sekitar empat atau mungkin setengah tahun lalu? Entah lah. Kila memilih untuk tidak memikirkan. Ia membuka lemari. Terpampang deretan baju-baju indah. Kila memilih untuk memakai kaos putih polos dibalut jaket jeans, sedangkan bagian bawahnya ia mengenakan rok putih selutut. Tak lupa, Kila memakai liptint. Memakai bedak secara tipis. Surai hitamnya ia ikat agar tidak ribet. Bel rumah berbunyi. Kila sudah tahu, pasti itu Abian. Pintu dibuka. "Udah siap?" Kila mengangguk semangat. "Eh, bentar. Gue mau ambil tas." Abian menunggu. Tidak sampai satu menit, Kila keluar dengan tas selempangnya berwarna hitam. Mereka berdua menaiki motor. Kila melingkarkan tangan di pinggang Abian. Tak terasa, mereka telah sampai. Suasana pasar malam begitu ramai. Ada yang berjualan pakaian obral, mainan anak-anak, dan berbagai macam makanan termasuk makanan kesukaan Kila. "Mau ke mana?" Abian penasaran saat Kila menarik lengannya. Mau tak mau dia mengikuti Gadis tersebut. "Mang, satu bungkus martabak telurnya yah!" pesan Kila begitu semangat. "Lo suka makanan itu?" "Iya. Kenapa?" "Gak apa-apa sih. Kok lo gak kasih tau." "Karena lo gak pernah nanya." Kila menjulurkan lidah. Sejenak Abian terpana. Kenapa hari ini Kila begitu cantik? "Dasha kenapa gak ikut?" Kila memecahkan lamunan Abian. Cowok itu tersadar. "Apa?" "Ish. Dasha kenapa gak ikut?" Kila mengulang pertanyaan. "Oh, dia nggak boleh keluar malam. Gue udah ajak dia, tapi orang tuanya ngelarang." "Padahal gue pengin dia ikut." Martabak yang dipesan Kila akhirnya susah siap. Kila memberikan uang dua puluh ribu. "Kita makan jagung bakar yuk!" lagi-lagi Kila mengajak. Tapi Abian tidak keberatan sih. Dia yang mengajak Kila ke sini berarti dia harus menanggung resikonya. Iya, resiko ditarik Kila menyusuri seisi pasar malam. "Jagung bakar nya dua, Bang." Kila memesan. Dua jagung bakar sudah siap. Mereka berdua duduk di bangku yang terletak lumayan jauh dari pedagang jagung bakar tadi. Kila menengok ke sana kemari. Banyak Cewek seumurannya duduk dengan cowok. Kila yakin, ini tempat pacaran. Ia menjadi gugup sendiri. "Kita pindah yuk." Kila berdiri. Lengan kurus berbalut jaket itu digenggam oleh Abian. "Gue capek." Nada bicara Abian terdengar berbeda. Dengan terpaksa, Kila kembali duduk. "Tadi di sekolah, kenapa dihukum?" Kila terkejut. Bagaimana Cowok itu bisa tahu? "Gue lupa ngerjain PR," lirih Kila. Rasa takut dan malunya bercampur aduk. "Kenapa lupa?" "Gue ketiduran," Kila cengengesan. Tunggu, kenapa roknya serasa ditarik oleh seseorang? Kila segera menengok. Tampak anak sepertinya berumur 7 tahunan dengan mata sembab. "Kakak, tolongin temen mama aku..."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD