"Haha... tadinya datang galak, mau mukulin segala. Pas dikasih pelajaran, ngomongnya malah malu mukulin di depan orang banyak. Preman macam apa itu? Bilang saja nggak berani. Hahaha..." kata salah satu penghuni kos sambil tertawa, tidak bisa menahan diri melihat sikap Alek yang mencari alasan, padahal sebenarnya takut menghadapi Roni.
"Kau memang pahlawan, Bang. Hebat! Aku kira cuma bisa ngalahin tiga orang saja, ternyata bisa mempermalukan lebih banyak preman itu. Hebat, tak kusangka pokoknya!" kata Bayu sambil memuji Roni.
"Ya, benar. Ternyata kita punya pahlawan sekarang di sini. Jadi preman-preman itu tidak lagi berani mengganggu kita," tambah salah satu penghuni kos lainnya.
Banyak penghuni kos lama di tempat itu yang sering dipalak oleh preman tersebut, terutama saat Mbak Maya masih belum bercerai dengan Anton. Karena Anton sudah lama bekerja sama dengan preman-preman itu, ia sering berbuat semaunya.
Sementara itu, Mbak Maya hanya termenung diam sambil tersenyum ke arah Roni yang masih berdiri menatap kepergian para preman itu. Roni tidak hanya tampan, tapi juga gagah berani dan pandai bela diri. Semua ini membuat Mbak Maya tidak bisa menahan diri untuk jatuh cinta pada Roni. Namun, statusnya sebagai seorang janda membuatnya malu untuk mengakuinya secara langsung di depan Roni.
"Baiklah, sekarang semua sudah aman. Kalian bisa beristirahat," kata Roni, mencoba menenangkan suasana.
"Sebentar, sebenarnya hubungan kalian bagaimana sih? Benar kalau kamu itu calon suami Mbak Maya?" tanya Bayu penasaran, mengingat tadi Mbak Maya sempat mengatakannya.
Mendengar pertanyaan itu, dan merasa tidak enak, Mbak Maya langsung menjelaskan, "Tidak, kami hanya teman saja. Tadi itu aku cuma bilang begitu karena nggak mau Anton kembali menggangguku."
"Ooh, walah, begitu ya. Kukira kalian..." kata Bayu sambil menunjuk mereka berdua.
Mbak Maya tersipu malu. Sebenarnya, ia memang berharap ucapannya tadi menjadi kenyataan. Namun, ia merasa malu di depan Roni yang masih muda, bujangan, dan pantasnya mendapatkan seorang gadis, bukan seorang janda seperti dirinya.
"Huaaamm... Saya mengantuk. Saya masuk tidur kembali, ya. Kalian beristirahatlah. Anggap saja kejadian tadi tidak pernah terjadi," kata Roni sambil berbalik masuk ke dalam rumah Mbak Maya, tanpa memedulikan perkataan Bayu tadi. Roni memang masih mengantuk sehingga tidak terlalu memikirkan apa yang dikatakan Bayu.
"Benar, kalian istirahatlah. Maaf karena istirahat kalian jadi terganggu tadi," tambah Mbak Maya.
Para penghuni kos langsung kembali ke kamar mereka. Namun, beberapa di antaranya masih memperhatikan Mbak Maya yang memakai pakaian seksi, membuat para pria diam-diam tergoda.
"Hai... matamu! Jaga pandanganmu, ya! Kalau tidak, aku nggak mau tidur sama kamu lagi," tegur seorang cewek pada pasangannya, yang sempat terganggu karena ulah preman tadi.
"Walah, sayang, nggak gitu juga. Ayo, kita lanjut. Jadi makin b*******h, nih," balas pria itu.
"Alah, bilang saja b*******h karena lihat bodi Mbak Maya, kan? Ngaku saja," sindir si cewek.
"Enggaklah, sayang," elak pria itu, yang bernama Jefri. Padahal, dalam hatinya, ia memang sering membayangkan sedang bersama Mbak Maya saat bersama kekasihnya.
Banyak pemuda yang ngekos di tempat Mbak Maya sebenarnya punya tujuan terselubung, yaitu agar bisa melihat bodi Mbak Maya setiap hari. Tidak bisa dipungkiri, Mbak Maya memang cantik dan seksi. Sayangnya, Mbak Maya cenderung cuek dan tidak terlalu menanggapi godaan para pria.
Setelah masuk ke dalam rumah, Mbak Maya menyusul Roni. Saat ia berjalan di dalam, ia melihat Roni kembali dari dapur sambil membawa segelas air putih. Tubuh Roni yang masih basah oleh keringat, dengan perut kotak-kotak yang jelas terlihat, membuat Mbak Maya tidak tahan untuk tidak memperhatikannya.
"Mbak, kenapa bengong di sana? Nggak jadi pergi ke rumah sakit?" tanya Roni, membuyarkan lamunan Mbak Maya.
"Ooh... nanti. Mobilku masih di gang depan karena tadi preman-preman itu menghadang di sana," jawab Mbak Maya.
"Mbak nggak diapain, kan, sama mereka?" tanya Roni dengan nada sedikit khawatir.
"Tidak kok," jawab Mbak Maya. Ia merasa senang mendengar kekhawatiran Roni terhadap dirinya.
"Roni..." panggil Mbak Maya dengan suara pelan.
"Ya, ada apa, Mbak?" sahut Roni, belum mengerti maksud Mbak Maya yang memanggilnya dengan nada genit.
"Itu..." jawab Mbak Maya sambil melirik malu ke arah tubuh Roni. Namun, Roni tetap belum paham.
"Itu apa?" tanya Roni lagi.
"Eee... nggak ada deh," ujar Mbak Maya, merasa malu. Biasanya, ia langsung mengutarakan apa yang diinginkannya. Namun, kali ini ia merasa sungkan. Ia semakin menyukai Roni, terutama setelah kejadian tadi.
Namun, Roni sendiri tidak menyadari maksud ucapan Bayu maupun kode-kode yang diberikan oleh Mbak Maya.
Roni menghela napas, menarik handuk dari atas meja untuk mengusap keringat yang masih membasahi kulitnya. "Baiklah, aku rasa aku akan kembali tidur kecuali kamu bergabung denganku, mbak," katanya, berpaling untuk melihat kekasihnya yang sudah melepas kancing blusnya, mengungkapkan satu buah d**a yang menggoda.
"Jangan bilang kamu masih lelah, Roni," Maya menggoda, suaranya tebal dengan keinginan saat dia melepas bra-nya, meninggalkan d**a telanjangnya terpampang. "Aku tidak bisa menunggu lebih lama lagi."
Kelelahan Roni menguap dalam sekejap, digantikan oleh gelora nafsu saat dia menikmati pemandangan d**a telanjang Maya. Matanya mengembara dengan lapar melintasi lekuk tubuhnya, tekadnya melemah setiap detik.
Roni memperhatikan hal ini ketika mba Maya mengambil segelas air dan menuangkannya ke dadanya. Roni tidak dapat menahan diri untuk tidak diprovokasi seperti itu. Celananya terasa lebih ketat. Mba Maya memperhatikannya karena terlihat jelas dari luar lalu menghampiri Roni dan menyentuhnya. Milik Roni yang besar dan hangat. "Ahhh..." Roni tiba-tiba mengerang, dan tangan kanan mbak Maya memegang apa yang ada di dalam celananya. Dia mengangkat kepalanya dan menunggu Roni menciumnya. Roni menunduk dan melumat bibir M'Bak Maya, lalu terangkat tangannya mendekap d**a M'Bak Maya, namun rasa kantuk Roni belum juga hilang dan ia ingin segera menuntaskannya. Sambil membalikkan tubuh M'bak Maya untuk menopangnya, ia melepaskan celananya dan mengarahkan benda besarnya ke arah yang telah disiapkan untuknya, kemudian perlahan Roni menarik b****g mbak Maya dengan cara yang membuat mbak Maya terkesiap. "Oh...itulah yang aku cari, Roni," kata Maya, dan Roni menggigit bibirnya. Roni terus mendorong dengan tangannya, mempercepat gerakannya membuat Maya mengerang lebih keras. Ia lalu menenangkan Roni dengan berkata, "Roni, aku bersenang-senang, aku suka ini." Roni menjadi lebih bersemangat dan mulai bergerak lebih cepat. Cuaca hari ini begitu panas, keringatnya mulai bercucuran dan aktivitasnya yang panas membuat suasana makin panas. Roni mengangkat tubuh M'Bak Maya dan meletakkannya di atas meja, lalu mendorongnya kembali ke bawah. Suara meja beradu, saling bersentuhan, dan berciuman, diikuti erangan keras M'Bak Maya, membuat ruangan sedikit berisik, tetapi syukurlah tidak ada orang di sekitar rumah,dan ada orang di luar, mereka akan mendengar dan melihat aktivitas mereka, tanpa peduli pada dunia luar. Yang penting mereka menikmati satu sama lain. "Roni, aku di sini..." kata mba Maya, dan Roni mempercepat gerakannya, dan setelah beberapa detik... "Oh... oh..." Roni berteriak, mencapai akhir gairahnya. sesuatu mengalir masuk, semuanya tumpah di sana diikuti Roni yang melambat. Menunjukkan bahwa aktivitas telah selesai.
"Terimakasih Roni," ujar mbak maya sambil mengecup bibir roni dan berjalan meninggalkan roni menuju kamar mandi, Roni hanya menggelengkan kepala sambil menormalkan nafasnya yang masih ngos-ngosan.
Di tempat lain, tepatnya di kampung halaman Roni, terlihat ayu masih duduk merenung memikirkan Roni, dia masih menunggu surat atau kabar dari Roni.
Dia membutuhkan kabar itu, agar dia semakin bersemangat menunggu kepulangan Roni, walaupun dia beberapa kali di paksa menikah oleh bapak nya dengan anak pejabat yaitu roki, anak pejabat yang selalu menginginkan Ayu.