2

1168 Words
"Kamar mandinya ada di sana, kalau kamu ingin membersihkan tubuhmu. Tidak apa-apa, pakai saja untuk sementara. Itu kamar mandi saya," kata Maya sambil menunjukkan arah kamar mandi kepada Roni. "Terima kasih banyak, Mbak Maya. Saya benar-benar merepotkan Anda," ucap Roni dengan sopan. "Ah, tidak apa-apa. Anggap saja seperti rumah sendiri. Omong-omong, tujuan kamu ke kota ini apa ya, kalau saya boleh tahu?" tanya Maya penasaran. "Saya datang ke kota untuk melanjutkan kuliah, Mbak. Kebetulan saya mendapatkan beasiswa di kampus besar di sini. Selain itu, saya juga ingin mencari pekerjaan," jelas Roni dengan senyum yang membuat Maya terpesona. "Begitu, ya? Tapi hati-hati, ya. Jakarta itu keras. Banyak hal yang mungkin tidak kamu ketahui di sini, apalagi kalau kamu tidak punya kenalan," nasihat Maya dengan nada khawatir. "Iya, Mbak. Untungnya saya bertemu dengan orang baik seperti Mbak, jadi saya merasa lebih tenang," kata Roni sambil tersenyum lagi. Tiba-tiba terdengar suara ketukan di pintu. Tok! Tok! Tok! "Mbak, apa saya harus bersembunyi? Takutnya nanti mereka berpikiran aneh kalau melihat saya di sini," ucap Roni sedikit panik. "Tidak perlu, kamu tetap di sini saja. Mungkin itu salah satu penghuni kos. Saya akan bukakan pintunya," jawab Maya sambil berjalan ke pintu. Ketika pintu dibuka, seorang pemuda berdiri di sana. "Mbak, ada masalah di kamar saya. Atapnya bocor, air hujan masuk," kata pemuda itu, yang ternyata bernama Bayu. "Oh, begitu. Tunggu sebentar ya, saya akan meminta Pak Hasim untuk memperbaikinya," jawab Maya. Roni yang mendengar percakapan itu segera menawarkan diri. "Maaf, Mbak, tadi saya dengar ada atap yang rusak. Boleh saya lihat?" tanya Roni. "Kamu bisa memperbaiki atap?" Maya terkejut. "Kebetulan, di kampung saya sering memperbaiki atap sendiri kalau rusak. Saya bisa, kok, Mbak," jawab Roni dengan yakin. "Tapi ini sedang hujan, nanti kamu sakit. Lagipula, kamu baru sampai di kota. Istirahat saja, biar nanti tukang kebun saya yang memperbaikinya," saran Maya. "Tidak apa-apa, Mbak. Saya bisa mengatasinya. Ayo, Bayu, tunjukkan di mana atap yang rusak," ucap Roni penuh semangat. Bayu membawa Roni ke kamar yang bocor. Setelah mengambil tangga, Roni memeriksa kerusakannya. Dia menemukan beberapa genteng pecah dan segera menggantinya. Namun, saat berada di atas, dia mendengar suara aneh dari kamar sebelah. "Astaga, suara mereka bisa sekencang itu, ya? Mengalahkan suara hujan di atap," gumam Roni sambil menggelengkan kepala dan tersenyum kecil sebelum turun. "Sudah selesai, atapnya tidak akan bocor lagi," kata Roni kepada Bayu. "Terima kasih, Bang. Oh ya, saya baru pertama kali melihat Anda. Apa Anda orang baru di sini?" tanya Bayu penasaran. "Iya, kenalkan, saya Roni. Saya dari kampung. Kebetulan butuh tempat tinggal di kota, tapi karena di sini belum ada kamar kosong, Mbak Maya mengizinkan saya tinggal sementara," jelas Roni. "Oh, begitu. Katanya yang di kamar sebelah saya mau pulang kampung. Syukurlah. Jujur saja, saya sering terganggu setiap malam dengan suara-suara dari kamarnya," ucap Bayu. Roni tersenyum mendengar itu, teringat suara serupa saat memperbaiki atap tadi. "Memangnya tidak ada aturan di sini soal bawa pasangan ke kos?" tanya Roni heran. "Haha, di sini bebas, Bang. Asal tidak ribut, tidak ada yang melarang," jawab Bayu sambil tertawa. "Pantas saja. Kamu sendiri kenapa nggak ajak pacar biar nggak cuma dengar suara saja?" goda Roni. "Haha, saya ini anak polos, Bang. Belum mikir buat pacaran," jawab Bayu bercanda. Setelah mengobrol sebentar, Roni pamit untuk kembali ke rumah Maya. "Saya mau mandi dulu, Bayu. Badan saya basah kuyup. Besok kita ngobrol lagi, ya," kata Roni. "Baik, Bang. Jangan lupa main ke sini lagi, ya," jawab Bayu ramah. Ketika Roni kembali, Maya langsung memanggilnya. "Roni, ayo makan bersama. Saya sudah masak makanan," ucap Maya. "Astaga, saya merepotkan sekali, Mbak. Tidak perlu, saya bisa beli makanan di luar," jawab Roni merasa tidak enak. "Sudah, ayo sini. Jangan banyak bicara, makan saja," kata Maya sambil tersenyum. Roni melihat ke arah meja makan, namun matanya tanpa sengaja tertuju pada tubuh Maya yang mengenakan pakaian santai. Lekuk tubuh Maya membuatnya sulit mengalihkan pandangan. Maya yang sadar akan tatapan itu hanya tersenyum kecil. Khem! Dia berdehem, menyadarkan Roni yang sedang melamun. Setelah makan malam selesai, Maya meminta bantuan Roni membawa piring ke dapur. "Tolong bawakan piringnya ke dapur. Saya mau mencuci," pinta Maya. Roni menurut. Saat berjalan di belakang Maya, matanya lagi-lagi tertuju pada tubuh Maya yang mengenakan celana pendek. Hasratnya memuncak. Tanpa sadar, Roni memeluk Maya dari belakang. Tangan Roni menyentuh tubuh Maya dengan gemetar. Maya terdiam sejenak, namun bukannya marah, dia malah tersenyum tipis. "Roni... apa yang kamu lakukan?" bisiknya pelan. Roni yang sudah kehilangan kendali hanya bisa berbisik, "Maaf, Mbak... saya tidak bisa menahan diri." Suasana berubah menjadi penuh ketegangan di antara mereka, dan malam itu membawa cerita baru dalam hubungan mereka. "Mb... Mbak, izinkan saya melakukannya malam ini saja. Saya sungguh tidak tahan dengan keindahan tubuh Anda," ucap Roni dengan suara serak, tak lagi peduli pada rasa takut atau malu. Hasratnya meluap-luap, dan dia sangat menginginkan Maya. Maya menatap Roni dengan senyum kecil, menggoda. "Bukannya tadi di kamar mandi kamu sudah menuntaskannya sendiri?" katanya dengan nada bercanda, membuat Roni terkejut. "Mbak, kok tahu? Mbak ngintip ya?" balas Roni, suaranya sedikit panik, namun tangannya perlahan mulai mencium dan menjelajahi leher Maya. "Bukan ngintip, tapi suaranya cukup keras, jadi siapa pun pasti tahu. Saking menikmatinya, ya? Sampai nggak sadar ada orang lain," jawab Maya santai. Namun, Roni sudah tidak peduli lagi. Tangannya kini sibuk memainkan buah d**a Maya, membuat wanita itu sulit berkonsentrasi. "Roni, sabar sebentar. Saya mau selesaikan cucian dulu, baru kamu bisa melakukan apa pun yang kamu mau," ucap Maya sambil mendesah. Namun, Roni semakin tak bisa menahan diri, menurunkan tangannya ke arah s**********n Maya, membuat wanita itu kehilangan fokus sepenuhnya. "Mbak, saya sudah tidak tahan lagi. Anda terlalu menggoda," bisik Roni, suaranya berat. Maya akhirnya menyerah. Dengan nafas tersengal, dia berbalik badan, lalu melumat bibir Roni dengan penuh gairah. "Lakukanlah sepuasmu, Roni. Tubuhku milikmu malam ini. Jangan kecewakan aku," bisiknya lembut. Mendengar kata-kata itu, Roni tak lagi menahan diri. Dia membalas ciuman Maya dengan penuh semangat, sementara tangannya terus menjelajahi tubuh wanita itu. Saking bergairahnya mereka, beberapa piring terjatuh dari meja dapur dan pecah di lantai. Namun, keduanya seolah tak peduli. Roni dengan sigap mengangkat tubuh Maya yang mungil dan gemoy, lalu mendudukkannya di atas meja dapur. Dia turun ke bawah, membuka celana pendek yang dikenakan Maya, dan mulai mencium sesuatu yang sangat berharga di sana. Maya tidak lagi mampu menahan diri. Tubuhnya berguncang, dan desahan kecil keluar dari bibirnya. Sudah lama sejak dirinya merasakan hal seperti ini. Setelah perceraiannya dengan mantan suaminya, Maya seolah melupakan kenikmatan seperti ini, hingga Roni membangkitkan kembali gairah yang telah lama terkubur. "Roni... Kita pindah ke kamarku saja. Biar lebih leluasa," ucap Maya dengan suara bergetar. Namun, Roni tidak merespons. Dia masih sibuk dengan yang dilakukannya. Akhirnya, Maya menarik wajah Roni dan memaksanya untuk melihatnya. "Roni, ayo kita lanjut di kamar," bisiknya lembut. Roni mengerti. Dia menggendong Maya sambil terus mencium bibirnya. Mereka berjalan menuju kamar Maya. Begitu sampai, Roni meletakkan tubuh Maya di atas ranjang yang empuk. Hujan yang semula rintik kini turun semakin lebat, menciptakan irama yang menjadi saksi malam yang penuh gairah di antara mereka.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD