WCC 3 – Perjumpaan Pertama

1205 Words
Keke membuka mata. Kepalanya begitu sakit, dan tubuhnya terasa sakit. Setelah membuka mata, Keke mendapati dirinya tengah diikat. Keke pun memejamkan matanya lagi lalu membukanya. Dia berharap apa yang dilihatnya hanyalah mimpi.   “Aku, berada di mana?” tanya Keke, dia sangat bingung. Kesadarannya belum pulih.   Keke merasakan kepalanya sangat sakit, namun naasnya dia tidak bisa menggerakkan tangannya sekadar memijat pelipisnya. “Argh!” Keke mengerang frustasi.   Keke menyapukan pandangannya kesekitar. Ternyata dia berada di sebuah kamar yang sangat mewah. Dalam hati Keke bertanya-tanya apa yang telah terjadi hingga dia bisa berujung di sini. Di tempat mewah yang asing dan dia tahu sangat berbahaya.   “Semua yang di luar! Tolong sayaaa!” teriak Keke.   Keke mulai berharap agar ada orang yang datang membantunya. Di saat-saat seperti pikirannya mulai mengharapkan kehadiran Danu. Namun, itu sangatlah tidak mungkin mengingat Danu yang belum menaruh hati padanya, dan bahkan terlihat tidak suka padanya.   “Tolooong!” teriak Keke sekali lagi, kali ini dia berteriak sekuat tenaga.   Perut Keke keroncongan sebab belum terisi makanan sejak semalam. Keke kini ingat jelas apa yang terjadi. Dia ingat semalam dia pulang bersama sahabatnya, Lusi, lalu melihat mobil lamborgini yang sangat di sukainya, dan tiba-tiba ditarik oleh orang yang ada di dalam mobil itu.   “Toloooong! Tolong keluarkan saya dari sini!” teriak Keke. Keke benar-beanr sangat ingin pergi dari ruangan yang sama sekali tidak dikenal olehnya itu.   BRAKKK!   Seseorang membanting pintu. Keke yang merupakan seorang penulis mulai membayangkan ada pangeran yang datang menyelamatkannya. Tentu saja pangeran yang ada dibenaknya adalah Danu. Laki-laki yang sedang duduk nyaman di kantor.   “Dan.. Lho siapa kamu?” tanya Keke smabil berteriak, kini rasa penasaran dan rasa takut berkumpul menjadi satu dalam dirinya.   “Kalau kamu teriak sekali lagi, saya akan melakban mulut kamu!” teriak seorang pria botak berotot besar. Tampilannya sangatlah meyeramkan, dia bahkan terlihat seperti preman-preman yang ada di serial telebisi yang sering ditontonnya.   Tak lama kemudian datang seorang pria tampan. Keke sempat mengagumi wajah itu sebentar. Namun, melihat gaya angkuh dan dingin dari pria tersebut, dia seakan tahu pria itulah yang menculiknya.   “Selamat datang, Pak!” seru Si Botak sambil membungkukkan tubuhnya.   Pria itu tidak menjawab sapaan Si Botak. Dia terus berjalan menghampiri Keke. Keke yang melihat dia mendekat membuatnya sedikit ketakutan.   “Jangan mendekat!” teriak Keke.   Pria itu tidak mengindahkan kata-kata Keke. Dia terus berjalan mendekati Keke. Sampai di depan Keke, dia berjongkok, menyetarakan tubuhnya dengan Keke. Pria itu memiliki tatapan yang begitu mengintimidasi.   Tuhan, apa yang akan dia lakukan padaku? –batin Keke.   Keke tidak ingin terlihat takut dihadapan pria di hadapannya ini. Jadi, Keke memilih menampilkan sorot membenci padanya. Bagi Keke biarlah dia terlihat kuat. Keke benar-benar tidak mau dikatakan sebagai orang yang cengeng dan mudah putus asa.   “Lepaskan saya!” seru Keke protes sambil terus meronta-ronta.   Pria itu hanya tersenyum miring. Dia mulai mendekatkan wajahnya ke wajah Keke. Keke semakin ketakutan, kali ini dia benar-benar tidak bisa membuat tameng dengan wajah galaknya.   CUH!   Keke meludahi pria di hadapannya. Pria itu menggeram dan langsung menjambak rambut Keke, hingga kepala Keke tertarik ke belakangan.   “Sepertinya kamu tidak pantas untuk saya bebaskan.” kata Pria itu. Giginya bergemeletuk, membuat nyali Keke benar-benar ciut.   Si Botak menghampiri pira ini lalu memberikan sapu tangan. Pria tampan ini mengangkat tangan kanannya, mengisyaratkan kalau dia tidak memerlukan sapu tangan. Tangan kirinya masih berada di rambut Keke.   “Tolong lepaskan saya.” kata Keke, kali ini suaranya seperti benar-benar memohon.   “Kau mulai takut, hah?” seru pria ini lagi sambil kembali menarik rambut Keke.   “Maafkan saya, Tuan. Saya.. Saya tidak sengaja. Tolong maafkan saya. Saya ingin bebas, saya ingin pulang.” kata Keke. Kali ini air matanya terjatuh. “Lagi pula apa salah saya, Tuan? Sampai saya diculik seperti ini? Ini bukan novel. Ini dunia nyata, ternyata seperti inilah rasanya diculik, sakit dan takut sekali.” kata Keke sambil terisak.   Dalam novel yang pernah Keke baca, pria cenderung tidak tahan melihat air mata wanita, jadi, Keke berniat terus menangis agar dia lekas dibebaskan.   “Air matamu tidak sedikitpun meluluhkan hati saya.” kata pria itu mencemooh.   “Saya mohon, Tuan. Tolong lepaskan saya, saya mohon. Saya berjanji tidak akan melaporkan tuan ke polisi. Saya berjanji akan tutup mulut rapat-rapat.” kata Keke mencoba melobi pria ini.   Sebetulnya Keke bukanlah wanita yang sedang dicarinya. Hanya saja pria ini tidak mau mengatakan hal yang sebenarnya karena dia masih memiliki gengsi yang tinggi.   “Saya mohon, Tuan. Saya janji tidak akan lapor polisi atau berkata apa-apa tentang kejadian ini pada siapapun. Saya juga tidak akan bertemu dengan tuan lagi. Saya akan pergi jauh.” kata Keke.   “Baiklah, dengan satu syarat.” katanya.   “Apa, Tuan? Saya akan memenuhi persyaratan itu. Saya janji.” kata Keke.   Bagi Keke tak masalah apapun persyaratan itu. Yang jelas dia harus pergi dulu dari sini. Orang tua dan Danu pasti mencemaskannya.   “Bersihkan ludah ini.” kata pria tampan ini sambil menujuk dahinya.   “Baiklah, Tuan. Buka dulu saja tangan saya, nanti saya berjanji akan membersih wajah Tuan.” kata Keke.   “Tidak. Kamu haru tahu bagaimana rasanya menjilat ludahmu sendiri.” kata pria ini.   Keke bergeming. Itu adalah hal menjiikan. Memikirkan ia yang harus menjilat ludah yang telah dibuangnya membuat perutnya tiba-tiba mual. Namun, Keke merasa harus bertahan, lagi pula ini salahnya. Dia harus bisa lepas dari sini bagaimanapun caranya.   “Mendekatlah, Tuan.” kata Keke.   Keke menutup mata dan meyakinkan pada dirinya sendiri kalai ini dalah bentuk upaya meloloskan diri dari kurungan pria tampan ini.   Pria tampan itu tidak beranjak sedikitpun. “Saya bukan orang yang bisa sembarang kamu perintah.” katanya.   Keke berteriak dalam hati. Pria ini sangat sulit ditaklukan. Keke pun mendekati pria itu lalu mulai membersihkan ludahnya dengan lidahnya sendiri. Air mata Keke menderas. Ini kali pertamanya diculik dan diperlakukan seperti ini.   Perutnya benar-benar mual namun dia terus memaksakan diri. Ini satu-satunya cara untuk keluar dari sini, yakinnya pada diri sendiri. Pria itu tersenyum miring. Dia jelas tahu apa yang dirasakan oleh Keke. Namun, biarlah, biarkan ini menjadi hukuman bagi orang yang sudah dengan tidak sopan meludahinya.   Setelah selesai, Keke menjauhkan wajahnya. Mengingat bagaimana dia menjilati ludahnya sendiri membuat perutnya kembali mual dan..   WOEEEKKK!   Keke muntah. Persis di jas pria itu.   “Botak!” teriak pria itu sambil memberikan isyarat. Pria itu membuka jasnya, dan membuangnya denga kesal.   Keke ketakutan. Benar-benar ketakutan. “Maafkan saya, Tuan. Maafkan saya.”   “Sekali kita bertemu, kamu tidak akan pernah saya lepaskan.” kecam pria itu.   “Botak!” teriak pria itu.   Si Botak buru-buru membekap mulut Keke hingga Keke kembali kehilangan kesadarannya. Seorang pria cantik menghampiri pria itu dan mengambil jas yang dibuang pria itu ke lantai.   “Biar saya ambilkan baju baru, Pak.” katanya.   “Kembalikan dia ke asalnya!” seru pria itu dengan suara yang sangat menakutkan.   “Baik, Pak.” jawab Si Botak patuh.   Si Botak yang merasa diperintah buru-buru, melepaskan ikatan Keke dan membawa Keke ke dalam Mobil. Di dalam mobil sudah ada Danar.   “Kembalikan dia. Pastikan dia tidak memberitahu siapapun!” seru Si Botak.   “Baik, Pak.” jawab Danar.   “Tunggu!” seru Hardi.   Hardi mendekati Keke dan memberikan beberapa tanda di leher Keke. Hardi tersenyum miring membayangkan apa yang akan di lakukan Keke saat tahu apa yang telah diperbuatnya.   “Terimalah hadiah dariku, Bodoh!” seru Hardi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD