1. Permintaan yang tak masuk akal

1121 Words
" Ra, aku mohon . . ." " Maaf, Gas! Aku tak bisa . . . Ini adalah sebuah permintaan yang tidak masuk akal sama sekali bagiku. Bahkan tahu kalau Una itu adalah sahabatku, bagaimana bisa aku menghianati dia dengan mnerimamu menjadi suamiku ?" Kata Fara dengan nada tegas. " Una, dia yang meminta kamu menjadi madunya. . " perkataannya menggantung karena seakan-akan dirinya berat untuk mengatakan Yang Sejujurnya kepada Fara. "Hah? Kenapa?" Wajah Farah menelisik mantan sahabatnya itu karena memang semenjak Bagas dan Una menikah dirinya menarik mundur karena dia yakin tidak ada persahabatan antara laki-laki dan wanita yang abadi jadi dia yang tidak ingin menjadi orang kedua dalam pernikahan sahabat-sahabatnya itu berusaha untuk pergi dari mereka berdua. Dan kabar baiknya ketika itu dia dilamar oleh seseorang yang merupakan jodoh yang dipilihkan oleh kedua orang tuanya. Walaupun perjodohannya singkat karena baru saja suaminya itu dipanggil oleh Tuhan, dan Fara balik ke kota di mana orang tuanya berada, tapi Fara merasa bahagia dengan pernikahan nya dengan Demas Wangsa, bahkan dari pernikahannya dengan Demas itu dia sudah memiliki anak laki-laki yang bernama Alden. " Karena Una menderita penyakit yang membuatnya tidak bisa memiliki seorang anak dan dia memaksaku untuk mencari wanita lain yang bisa memberikan keturunan bagi keluarga Wikatama. Dia merasa bersalah karena tidak bisa melainkan keturunan langsung buat keluarga Wikatama, padahal seperti yang kamu tahu aku adalah anak tunggal dari keluarga Wikatama." katanya dengan sendu. Fara tahu Bagas mencintai Una, pasti dia juga tidak masalah kalau seandainya tidak memiliki keturunan langsung. Dan kalau seandainya dirinya masuk ke dalam lingkaran mereka pasti dia akan merasakan nelangsa karena dia tahu kalau Bagas pasti lebih mencintai Una daripada dirinya. Maka ia memilih untuk tidak meracuni hatinya dengan pernikahan tanpa cinta. " Gas, aku turut bersedih karena kondisi yang dialami oleh Una namun dia akan tambah bersedih lagi kalau kamu mendua. Apalagi kalau seandainya nanti aku melahirkan keturunan buat kamu tentu Una akan semakin rendah diri lagi. Ini permintaan yang sangat gila dari kedua orang yang mungkin sudah gila." cemooh Fara dengan nada sarkas. Bagas menatap mata sahabatnya itu dengan kesedihan yang luar biasa, entah karena penolakan yang diberikan Fara kepadanya atau memang karena dia merasa bahwa mustahil memiliki keturunan dari Una. Fara yang tidak ingin melemah dengan tatapan Bagas, langsung meminta ijin untuk menengok anaknya yang ada di kamar. Mereka memang berada di ruamg tamu keluarga Baskara, karena disinilah sekarang mereka, Fara dan Alden tinggal, setelah Demas meninggal. Demas sendiri sudah yatim piatu dan hanya memiliki seorang adik laki laki yang berusia 27 th, dan bekerja sebagai seorang tentara, yang bernama Dimas. Fara masuk ke dalam kamarnya yang dihuninya bersama dengan anaknya dan melihat kalau Al masih tidur dengan tenang. Ia menatapnya dengan pandangan sayang. "Dia tampan sekali ya, Ra!" kata Bagas dengan tatapan penuh cinta yang diberikannya kepada Al yang masih tertidur nyenyak. Fara terkejut dengan kehadiran Bagas di kamarnya, Karena bagaimanapun Bagas itu adalah suami sahabatnya dan dia tidak ingin menodai kepercayaan dari Una kepada dirinya. “Gas, maaf tapi ini . . . “ “Please Raa! Kamu jenguk kondisi Una terlebih dulu, baru kamu bisa memutuskan!” “ Dari sini saja aku sudah bisa melihat kalau kamu lebih mencintai Una daripada aku! Aku tidak bisa, Gas! Maaf!” kata Fara dengan tegas. “Bukan, bukan begitu, Ra! Dengarkanlah dulu penjelasanku, Una itu . . . Una itu hidupnya takkan lama lagi.” Duerrr!! Perkataan dari Bagas itu membuat Fara langsung menoleh ke arah laki-laki yang saat ini sedang menundukkan kepalanya dan terlihat ada bulir-bulir air mata yang jatuh ke bawah karena ternyata laki-laki itu sedang menangisi kondisi rumah tangganya yang saat ini. Fara terkejut, tangannya bergetar karena tidak percaya akan kondisi yang diceritakan oleh Bagas tadi. Bagas sendiri merasa sedih dan tidak kuat karena istrinya sedang bertaruh nyawa, dan kemungkinan usianya tidak akan lama lagi. Konyolnya istrinya itu justru memiliki permintaan terakhir yaitu bisa melihat dirinya menikah dengan Fara yang notabene adalah sahabatnya. Una ingin mencarikan wanita yang terbaik dan juga istri yang benar-benar bisa menjadi Belahan Jiwa dari Bagas karena Una tahu kalau Bagas itu sangat tampan dan juga banyak wanita yang mengejar-ngejar dirinya namun tidak semua wanita yang mengejar Bagas itu adalah orang baik maka Una ingin menjodohkan Bagas dengan Fara. “Dan ini adalah permintaan terakhirnya . . . Dokter memang berkata bahwa kemungkinan mukjizat itu masih tetap bisa terjadi namun kalau secara kedokteran sendiri usianya hanya 3 sampai 4 bulan ini. Kita tidak pernah bisa mendahului Tuhan namun inilah fakta yang sebenarnya bahwa Una sedang berada di ambang hidup dan mati. Bukannya aku tidak adil kepada kalian nantinya tapi paling tidak kamu dan aku bisa memberikan kenangan terbaik di saat-saat terakhirnya.” Fara menangkupkan kedua belah tangannya di wajahnya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya karena dia berada di dalam sebuah dilema di mana Dirinya benar-benar tidak sanggup untuk berbagi. Namun benar seperti apa yang dikatakan oleh Bagas bahwa ini juga masalah kemanusiaan. “Gas, beri waktu aku berpikir?” sahut Fara dengan sendu. Ia tak mungkin sanggup melihat laki laki yang berlabel suami nya kelak bermesraan dengan wanita lain yang berlabel sama dengan dirinya yaitu istri. “Bukan aku tak mau memberimu waktu. Bagaimana kalau kamu menjenguk Una di rumah sakit?Apakah kamu bersedia?” tanya Bagas sambil menatap Al yang bergerak gelisah di kasurnya. “Sekarang?” Fara berpikir kalau lebih bijak kalau seandainya ia mempercepat pertemuan karena ia takkan pernah tahu waktu Tuhan. Oeeekk . . .Oeek.. “Anak kamu bangun, Ra!” katanya sambil menetap Alden dengan takjub, mungkin ia saking kepingin memiliki buah hati jadinya seperti itu. “Iya . . . Uluh uluh anak mami sudah bangun?” tanya Fara seperti bisa ketika anaknya terbangun, ia langsung mengurusinya. “Kepanasan kali, Ra!” kata Bagas sambil menatap Alden yang ada di gendonganku. “Hmm mungkin,” sahut Fara dengan ringan sambil menepuk nepuk p****t Alden karena takut kalau mungkin saja pampersnya penuh. “Boleh aku gendong, Ra?” tanya Bagas dengan wajah penuh harap. Fara hanya menatap Bagas, lalu mencoba menyerahkan anaknya untuk di gendong Bagas. “ Uhh, anak ganteng! Kepanasan ya?” tanya Bagas dengan suara lembut sambil menimang nimang Alden, membuat Alden nyaman dan memejamkan matanya kembali. Dia tak mungkin lapar karena ia baru saja minum s**u dan pisang trus tidur. Fara menatap Bagas dengan tatapan sedih karena mungkin ia merasa kasihan dengan Bagas yang merindukan kehadiran anak juga. “Aku akan menitipkan Al sama mama . . . kita berangkat ke rumah sakit sekarang saja.” kata Fara sambil mengambil Al dari gendongan Bagas, yang membuat Bagas merasa kehilangan. Bagas menatap Fara dan Al dengan keinginan memeluk mereka berdua. Aneh, padahal dulu ia sudah memilih Una, tapi perasaan apa ini? Apa karena ia menginginkan keturunan jadi ia sedikit melankolis seperti ini?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD