32. Musuh Diam-diam

1751 Words
Kasa mematung tepat di depan gerbang sebuah rumah yang amat besar. Dia melongo beberapa detik melihat rumah bak istana tersebut. "Permisi!" Kasa tersentak oleh kehadiran seorang wanita di sana. "Ada yang bisa saya bantu?" Tanya wanita itu, kelihatannya dia salah satu pelayan rumah itu. "Saya ingin menemui Sheryl." Jawab Kasa. "Ada keperluan apa ya?" "Saya ingin berbicara dengan Sheryl. Apa saya bisa?" "Ngomong-ngomong, Adik ini siapa?" "Saya satu sekolah dengan Sheryl." Jawab Kasa masih mencoba meyakinkan wanita itu untuk masuk ke dalam rumahnya Sheryl. Wanita itu mengangguk kemudian membuka gerbang rumah lebih lebar lagi seolah mempersilakan Kasa untuk masuk. "Silakan." Kasa terpana dengan bagian teras rumah Sheryl yang sudah semegah istana negara. Padahal baru teras, pasti bagian dalamnya akan jauh lebih luar biasa megahnya. "Silakan duduk. Saya akan panggil Nona Sheryl dulu." Kasa duduk di salah satu sofa. Benar sesuai prakiraannya, bagian dalam rumahnya lebih megah lagi. Di tengah ruang tamu itu terdapat lampu gantung besar. Ada banyak lukisan seni yang terpampang di dinding juga beberapa macam guci dan vas berwarna emas yang berjejer rapi di atas lemari dan meja. Kasa yakin kalau vas itu betulan terbuat dari emas. Kasa sengaja melihat-lihat beberapa foto di bingkai kecil yang menampilkan Sheryl sendiri. Ada juga foto yang terpampang jelas dan besar di dinding yang menampilkan Sheryl serta kedua orang tuanya. Kasa sampai geleng-geleng kepala melihat foto segede itu, ukurannya mungkin saingan sama spanduk capres dan cawapres yang selalu berjejer di pinggir jalan pas masa-masa kampanye. Di sana sepi, tidak ada orang lain lagi kecuali Kasa sendiri. Kasa membuka tas selempangnya dan mengambil sesuatu dari sana. Detik berikutnya, Kasa menyelipkan benda itu ke dalam bunga di dalam vas di atas meja. Tak lama, Sheryl pun datang dan cewek itu langsung tercekat melihat kehadiran Kasa. Dia mengernyit. "Siapa lo?" Kasa berdiri dari duduknya dan menghadap Sheryl. "Gue Kasalira." Tapi Sheryl tetap kebingungan. "Mau apa lo ke sini?" Kasa mengambil sesuatu lagi dari dalam tasnya. "Ini lip gloss lo, kan? Gue kemarin liat lo pake lip gloss ini pas di kantin dan ternyata lo kayaknya lupa buat bawa balik." Sheryl sedikit curiga. Namun, akhirnya cewek itu mengambil lip gloss dari tangan Kasa. Sheryl bisa saja membeli lip gloss baru kalau dia kehilangan lip glossnya. Dia tidak akan mencari lip glossnya yang hilang atau ketinggalan di sebuah tempat. Lagipula Sheryl punya banyak benda itu di kamarnya. Kehilangan satu lip gloss tidak akan berarti apa-apa bagi Sheryl. Sheryl tidak kenal siapa Kasa dan entah karena cewek itu terlalu baik hati sehingga mau mengembalikan lip glossnya yang ketinggalan di kantin atau memang karena ada hal lain yang tidak diketahui Sheryl. Katanya mereka satu sekolah, hanya itu yang Sheryl ketahui dari penuturan pelayannya. "Jadi, lo ke sini cuma mau balikin lip gloss gue?" Tanya Sheryl. Kasa menggeleng. "Enggak, gue mau ngucapin sesuatu juga buat lo." Sheryl mengernyit. "Apa?" "Semoga lo menang di persidangan besok dan bisa ngalahin Dara secepatnya. Semoga beruntung." Sheryl merasa tersentak ketika Kasa bicara begitu. Apa maksudnya memberikan ucapan semacam itu pada Sheryl? Apakah ada maskud terselubung yang ditujunya? Sheryl sedikit curiga. "Kalo gitu gue pamit pulang. Terima kasih." Kata Kasa lalu berjalan pergi menuju pintu keluar. *** Akriel sengaja bangun pagi-pagi sekali. Hari ini adalah hari persidangan itu akan kembali dimulai. Akriel tengah mempersiapkan diri sebagai seorang saksi meskipun sidang itu akan dimulai beberapa jam lagi. Saka sudah berangkat ke sekolah. Sedangkan Akriel masih berada di dalam asrama. Meskipun luka di punggungnya belum sepenuhnya sembuh, tapi Akriel tetap memaksa dirinya untuk hadir ke persidangan itu demi Dara. Tok tok tok Di tengah kegemingannya, tiba-tiba ada seseorang yang mengetuk pintu kamarnya. Akriel agak mengernyit, mungkin saja itu Saka. Akriel beranjak untuk membukakannya. Cklek Akriel mengernyitkan kening, rupanya orang itu bukan Saka melainkan teman sekelas Akriel sendiri. "Lo ditungguin Dara di tempat sepi di samping sekolah." Katanya kemudian. "Dara?" "Iya, lo disuruh ke sana sekarang juga." Akriel hanya mengangguk sambil kebingungan mendengar perkataan cowok di depannya. Tanpa mengatakan hal lain lagi, cowok itu langsung pergi setelah memberikan kabar kepada Akriel. Sementara Akriel masih geming di tempatnya. Dia heran kenapa Dara ingin menemuinya di tempat sepi di samping sekolah. Tanpa berpikir-pikir lagi, Akriel pun pergi ke tempat yang dimaksud untuk menemui Dara. Setelah sampai di samping sekolahnya, Akriel kebingungan di sana. Banyak semak belukar yang tingginya sudah saingan dengan tinggi badan Akriel sendiri. Bahkan mungkin semak-semak itu sudah dijadikan puluhan sarang ular saking balanya karena sepertinya tempat itu belum terjamah oleh manusia seorang pun dalam waktu lama. Sampai beberapa menit, Dara tak kunjung kelihatan. Padahal katanya kan cewek itu mau menemui Akriel di tempat ini. Tapi cewek itu malah tidak ada. Kenapa juga Dara mau menemui Akriel di tempat bala begini seperti tidak ada tempat lain saja yang lebih nyaman. Begitu menurut benak Akriel. Kemudian dari arah belakangnya, Akriel bisa merasakan ada orang yang tengah mendekatinya. Setelah berbalik laki-laki itu mengernyit, ia pikir itu Dara namun ternyata bukan. Akriel tercekat dan dia pun tak sempat untuk melarikan diri dari orang itu. *** Saka dan Kisa sudah lebih dulu pergi ke sekolah, sementara Kasa masih sibuk dengan urusannya di depan laptop. Kasa terus fokus mendengarkan percakapan di balik headphonenya. Percakapan antara Sheryl dan Renita. Iya, saat Kasa ke rumah Sheryl kemarin, dia sengaja meletakan alat perekam suara yang ia selipkan pada vas bunga. Kini, Kasa bisa mendengarkan percakapan antara ibu dan anak itu kalau-kalau mereka tengah merencanakan sesuatu. Sidang kedua kasus Dara dan Sheryl akan dilaksanakan dalam beberapa jam lagi. Jadi, Kasa harus buru-buru untuk mengecek percakapan Sheryl dan Renita. Bisa saja mereka tengah membuat rencana licik lagi. Dan dengan cara meletakan alat perekam di rumah Sheryl, Kasa bisa dengan mudah mengetahui hal apa yang akan terjadi. Sheryl : Mama gak punya cara lain lagi? Kalo sampai saksi Dara yang namanya Akriel itu beneran datang ke sidang itu, kita bisa habis. Mama harus singkirin dia secepatnya. Renita : Mama udah lakuin hal itu. Tapi, kayaknya anak itu gak cukup dihajar satu kali. Kasa yang tengah mendengarkan percakapan itu melalui headohonenya melotot seketika. Jadi, dalang di mana Akriel dihajar oleh segerombolan orang adalah ulah Renita? Kasa tercengang. Sheryl : Terus Mama bakal ngelakuin apa lagi sekarang? Renita : Mama udah suruh beberapa anak buah Mama buat nyulik Akriel. Kasa benar-benar nyaris terjengkang setelah mendengar perkataan Renita. Dengan segera dia berlari meninggalkan kamarnya setelah melepaskan headphonenya. Dia bergegas menuju kamar Akriel. Kasa panik sampai cewek itu beberapa kali hampir menabrak benda apa pun di sepanjang lorong menuju kamar Akriel. Selama di perjalanan, Kasa terus mencoba menghubungi Akriel melalui smart watch. Ngomong-ngomong, semalam Kasa sempat memberikan smart watch Kasa yang lama pada Akriel untuk memudahkannya menghubungi laki-laki itu. Tapi, ternyata Akriel tak kunjung menjawabnya meskipun sudah dihubungi beberapa kali. Saat itu juga, Kasa khawatir. Sesampainya di sana, Kasa langsung menggedor-gedor pintu kamarnya. Namun tak mendapat jawaban. Kasa mencoba masuk dan rupanya pintu itu tak dikunci. Akriel tidak ada di sana. Kasa tidak mau berpikiran negatif dulu. Ah, mungkin saja Akriel ada di kelasnya. Kasa berlari sekuat tenaga menuju kelas Akriel. Cewek itu sambil terengah-engah. Dan setelah tiba di kelas Akriel, Kasa masih tak mendapati laki-laki itu ada di sana. Kasa masih mencoba untuk menghubungi Akriel melalui smart watch, namun Akriel masih tak kunjung memberi jawaban. "Kasa!" Kasa menoleh pada yang berseru. Dari nametagnya, Kasa langsung menyimpulkam kalau cewek itu bernama Fany. "Lo liat Akriel di mana?" Tanya Fany. Kasa masih mencoba membenarkan napasnya yang terpogoh-pogoh. "Justru gue juga lagi nyari dia sekarang. Akriel hilang." Terlihat Fany mengernyit sekaligus kaget. "Gak mungkin. Akriel harus segera ketemu. Lo udah coba hubungin dia?" "Bahkan puluhan kali udah coba gue telepon, tapi Akriel gak ngejawab." Jelas Kasa. "Kalo gitu kita harus nyari dia sekarang juga." Ajak Fany. "Kita gak boleh biarin sesuatu terjadi sama dia atau kejadian di masa lalu bakal terulang lagi." *** Akriel baru saja tersadar. Laki-laki itu mengernyit ketika terbangun di tempat yang tidak ia kenali sama sekali. Seperti sebuah gudang tua dan kotor serta gelap, hanya ada sedikit cahaya yang masuk dari celah jendela. Terakhir yang Akriel ingat, dia berada di di samping sekolahnya diantara semak belukar yang tinggi. Lalu entah bagaimana laki-laki itu bisa ada di sini sekarang. Smart watch di tangannya terus bergetar. Tapi Akriel tidak bisa melihat siapa yang menghubunginya karena tangannya yang diikat ke belakang kursi. Bukan cuma tangannya, seluruh tubuhnya diikat dengan tali sampai Akriel tidak bisa melakukan apa-apa. Akriel susah payah membuka tali itu namun ikatannya terlalu kuat. Tak lama, dari balik pintu muncul seseorang. Akriel menyipit karena cahaya yang masuk dari balik pintu membuat matanya silau. Dan ternyata wanita itu tak lain dan tak bukan adalah Renita. Dia tengah berjalan menghampiri Akriel. Akriel menatap tajam ke arah Renita. Sementara Renita balik menatap Akriel dengan datar namun menohok. "Kamu sudah cukup macam-macam pada saya." Kata Renita dengan datar. "Sekarang lihat apa yang kamu dapatkan." "Kenapa kamu membawa saya ke sini?" Ucap Akriel dengan nada dingin. Renita memalingkan wajahnya dari hadapan Akriel. "Kamu pikir siapa kamu berani-beraninya menghalangi jalan saya? Siapa pun orang yang telah menghalangi jalan saya, saya tak segan untuk membunuhnya." Renita berjalan semakin mendekat ke arah Akriel. Lalu tanpa disangka, wanita itu menampar Akriel dengan keras sampai suaranya terdengar begitu lantang. Rahang Akriel tak lama berdarah karena tergores oleh cincin yang ada di jari Renita. "Berhenti ikut campur atau kamu akan mati di tangan saya!" Teriak Renita disertai amarahnya yang menggebu. Akriel masih geming lalu sepersekian detik kemudian dia melirik Renita dengan sangat sinis. Ada senyum miring yang terlukis di wajah laki-laki itu. "Jadi, kamu mau melakukan hal yang sama kepada saya? Sama seperti kamu melakukannya dulu kepada Karan? Dasar pembunuh." Ucapan Akriel seolah memantik amarah Renita untuk kian membesar. "Benar. Saya memang seorang pembunuh. Saya bisa menyingkirkan kamu dari dunia ini hanya dengan menjentikkan jari. Maka dari itu, jangan berurusan dengan saya." "Dasar wanita gila." Akriel terkekeh menghina. "Hanya itu yang bisa kamu lakukan? Kamu menyingkirkan semua orang yang mengetahui kebenaran agar kamu tetap aman? Pecundang!" Emosi Renita semakin tersulut lagi. Wanita itu mengangkat tangannya tinggi-tinggi dan dengan sekuat tenaga dia menampar rahang Akriel untuk yang kedua kalinya. Darah Akriel semakin bercucuran dari rahangnya sampai merembes ke seragamnya. Sementara Renita menyaksikan dengan puas terhadap keadaan Akriel. Wanita itu tersenyum miring lalu ia melepaskan cincinnya yang sudah berlumuran darah. Dengan muak, Renita pergi dari gudang itu meninggalkan Akriel yang masih di sana. Akriel menatap pintu yang kini telah terkunci lagi. Napasnya menggebu. Baru kali ini dia membenci seseorang dengan amatnya. Akriel tidak bisa terus terdiam di sini, dia harus kembali ke sekolah. Dia tidak akan berakhir seperti Karan. Akriel berjanji akan membalas dendam pada Renita.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD