14. Gadis SomeByMi

1782 Words
Kisa mengerjap beberapa saat, mencoba menyadarkan diri kalau yang ada di hadapannya kini bukan Dewi Nawang Wulan atau Nyi Roro Kidul yang lagi patroli ke Bumi. Tapi sungguh, baru kali ini dia melihat cewek secantik Liura yang mirip-mirip sama model iklan Some By Mi atau Scarlett yang suka seliweran di beranda **. Dan baru kali ini juga Kisa merasakan apa itu insecure. "Pacar?" Kisa cengo seusai Rangga bilang kalau Liura adalah pacarnya. "Liura, kenalin ini Kisa, temen baru gue. Kisa, ini Liura." "Hello, I'm Liura." Liura mengulurkan tangannya pada Kisa, Kisa ragu untuk menjabat balik tapi pada akhirnya mereka saling berjabat tangan. Kulit Kisa memang tak se-ireng Saka atau bisa dibilang kulitnya cukup putih, tapi kulit Liura jauh lebih putih dan pucat. "Gue Kisa." Cewek itu menyeringai. "Lo bule, ya?" Liura agak mengernyit. "I'm half Indonesian-American." Kisa manggut-manggut. "Jadi, kalian pada blasteran? Sama dong gue juga blasteran. Bapak gue orang Jakarta, ibu gue orang Jawa." Kisa mencoba melawak. "Why you're so funny?" Liura terkekeh dengan anggunnya, berbeda jauh dengan Kisa yang kalau tertawa sudah bisa menggemparkan jagat raya. "You gak bisa apa speak Indonesia? Lidah gue suka keseleo kalo ngomong bahasa Inggris." "Bisa kok." "Kenapa gak dari tadi, Maemunah?!" "Maemunah siapa?" Kisa langsung melakban mulutnya. "Bukan siapa-siapa kok. Hehe." Liura sepertinya bukan anak sekolah sini. Soalnya cewek itu juga tidak kelihatan memakai seragam yang sama dengan Kisa maupun Rangga. "Eh gue duluan ya, lagi ditungguin temen soalnya." Kisa mencoba buat pamit tapi batal ketika Rangga mencegatnya. "Tunggu!" Rangga memanggil sambil mengeluarkan sesuatu dari sakunya yang entah apa itu. "Ini birthday invitation. Datang ya besok di pesta ulang tahun yang ke-enam belas gue jam tujuh malem." "Serius lo ngundang gue?" "Kalo gak ngundang, ngapain gue ngasih undanganya ke elo?" Dengan ragu Kisa mengambil kartu undangan itu. Meskipun sejujurnya dia masih agak tidak yakin untuk bisa hadir. Akhirnya, cewek itu mengiakan dan setuju kemudian segera pergi dari sana setelah sebelumnya dadah-dadah pada Rangga dan Dewi Nawang Wulan itu. *** "Lo lama banget dah! Kita hampir mati kehausan nih." Kisa yang baru datang langsung dicerca oleh dua temannya, Saka dan Kasa. "Ck. Masih mending gue dateng." Kisa melirik malas pada mereka. "Abis dari mana lo? Kok lama?" Kasa bertanya. "Gue tadi abis ketemu Nyi Roro Kidul. Sumpah ya, dilihat dari deket cantiknya ngalahin Laudya Cynthia Bella kali." Saka dan Kasa yang lagi minum kompak melirik Kisa dengan randomnya. Ekspresinya luar biasa cengo dan bingung ketika Kisa bilang begitu. "Nyi Roro Kidul gimana maksudnya?" "Itu pacarnya Rangga. Gue ketemu sama dia tadi." "Terus?" "Lo gak tau aja gue tadi insinyur gila. Asal lo tau ya gak kayak biasanya gue bisa insinyur, tapi ngeliat Liura yang secakep itu gue ngerasa jadi cewek terjelek sedunia." Kisa memang bukan tipe cewek yang kenal dengan segala macam t***k bengek perskincarean atau sejenisnya. Dia termasuk orang yang bodoh amat kalau soal penampilan. Kisa cuman tahu bedak sama lipstick itu pun dia pakai kalau lagi mode alim saja atau lagi ada acara khusus contohnya pas Kartinian di SMP tahun lalu. Kasa lebih mending karena terbilang lebih rajin merawat mukanya sendiri meskipun tak selengkap perskincarean Liura yang sudah bisa menembus ke Korea Selatan untuk sekadar luluran saja. Berbeda jauh dengan Kisa yang kalau mau pakai face wash saja sudah wajib disyukuri kalau perlu sampai potong tumpeng. Soalnya cewek itu tidak tahu menahu soal dunia skincare, pakai sekali saja nggak pernah. "Bukan jelek, itu mah lo kurang poles aja." Saka menyahut bikin Kisa mendelik. "Gue juga diundang ke pesta ulang tahunnya Rangga besok malem." Saka dan Kasa melotot ketika Kisa sambil menujukkan surat undangannya pada mereka. Ternyata Kisa nggak lagi bohongan. "Terus sekarang gue bingung." "Bingung kenapa? Tinggal dateng doang apa susahnya?" "Justru ini bencana bagi gue. Pestanya Rangga pasti bakal penuh sama bule-bule gitu terus gue dateng masa pake setelan denim ya gak mungkin dong. Seenggaknya gue harus pake dress." Saka hampir menahan tawa. "Ck. Serius lo mau pake dress? Pake kebaya aja udah kayak orang mau mati saking gak sanggupnya." "Dari mana lo tahu? Emang lo pernah liat gue pake kebaya?" "Gak. Gue ngira-ngira aja." "Eh, kenapa banyak bule? Si Rangga emangnya bule?" Kasa bertanya. "Ya iya lah. Dia tuh blasteran Korea sama Indonesia. Si Liura juga bule dia mah blasterannya sama Amerika malah." "Keren juga lo punya temen bule." Kasa jadi terkagum-kagum. "Gendheng. Malah gue nih sekarang bingung mau dapet dress dari mana. Jujur nih ya, gue juga ogah sih pake begituan." "Kalo itu gak usah dipikirin. Serahin aja ke gue." Kasa dengan percaya dirinya menyerahkan diri seolah siap membantu temannya kapan saja. *** Akriel tidak bertanya soal kejadian yang melibatkan Dara dan Sheryl kemarin. Soalnya dia agak canggung karena Dara lebih banyak diam dari biasanya. Saat agenda bersih-bersih taman saja, mereka saling diam tak ada yang bicara seorang pun. Akriel sekarang tahu cewek yang memasang jebakan ember berisi air pada Dara itu bernama Sheryl. Anak kelas sebelah yang katanya adalah musuh Dara sejak dua tahun terakhir menurut penuturan dari teman-teman sekelasnya. Akriel tidak tahu menahu kenapa mereka bisa saling berselisih. Bahkan setelah pelajaran selesai, Dara masih diam dan enggan melontarkan tanya pada Akriel di sampingnya. Sampai akhirnya cewek itu keluar kelas meninggalkan Akriel sendirian di ruangan itu. Akriel juga sengaja tak berbicara apapun karena kelihatannya Dara betulan lagi gak mood. Akriel berniat cabut dari kelas, tapi laki-laki itu tak sengaja berpapasan dengan Sheryl beserta kedua temannya yang kini masuk ke kelasnya tanpa ijin. Pandangan mereka bertemu sesaat. Sheryl melewati Akriel begitu saja, yang bikin Akriel mengernyit cewek itu berjalan ke meja Dara. "Apa yang kamu lakukan?" Akriel tak habis pikir ketika Sheryl mulai mencoret-coreti meja Dara dengan spidol dan kapur. Mereka tampak menulis kata-kata tak senonoh dan kasar di sana. Sheryl berkacak pinggang menatap ke arah Akriel yang masih berdiri di depan pintu. "Gak ada urusannya sama lo, mending gak usah ikut campur." "Jelas itu urusan saya juga. Dara itu teman saya." "Masih jaman emangnya? Norak! Jangan sok membela." Sheryl tersenyum miring. "Asal lo tahu kelakuan asli Dara gak sebaik yang ada di pikiran lo. Lo belum tau aja dia sebejat apa." Kening Akriel mengkerut. "Maksud kamu?" "Liat aja nanti. Lo juga bakal liat sosok asli Dara itu kayak gimana." Akriel masih mencoba mencerna kata-kata Sheryl, ia masih agak kebingungan. Dilihatnya cewek itu mulai cabut lagi dari sana setelah urusan mengotori meja Dara selesai dan Akriel dibikin tercengang ketika Dara tahu-tahu sudah ada di belakangnya. "Well." Sheryl dan Dara kini berhadapan. "Gue ada surprise buat lo. Pasti lo suka deh." Dara memalingkan wajahnya dan segera masuk ke kelas. Akriel sempat ingin menahannya untuk tidak pergi ke mejanya yang kini penuh tulisan-tulisan kasar akibat ulah Sheryl, tapi tidak sempat karena Dara sudah lebih dulu melenggang pergi. Sheryl tampak menyeringai puas ketika Dara berhasil tercekat usai melihat kondisi bangkunya. Pencuri, perusak, daughter of thief man. Begitulah sekiranya kata-kata yang tertulis di mejanya kini. "Apa lo seneng ngelakuin ini?" Dara melirik Sheryl tak kalah sinis. "Kenapa? Lo gak terima kenyataan?" Dara menyunggingkan sudut bibirnya. "Justru lo! Mau sampe kapan lo sembunyi dan lari dari fakta kalo lo anak dari pencuri yang sebenernya?!" Dara menggertakkan giginya saking emosi, tatapannya tak kalah tajam dari Sheryl yang sama menatap Dara penuh kebencian dan dendam. Akriel hanya bisa menyaksikan tanpa mengetahui masalah apa yang terjadi diantara Dara dan Sheryl sampai mereka bisa saling sebenci itu. Sheryl menjerit sebagai pelampiasan akan amarahnya. Pada akhirnya, cewek itu cabut dari sana diikuti kedua temannya. *** Dari sekian banyaknya rasa minuman yang ada di dunia, s**u stroberi adalah favorit Kasa. Minuman itu selalu tak absen diambilnya dari vending machine kalau jam istirahat. Tapi, ada yang berbeda sekarang. Dia tak hanya mengambil satu botol s**u stroberi saja, ada satu lagi yaitu s**u cokelat yang jelas bukan buat dia soalnya cewek itu tidak suka cokelat. Dia berjalan di sepanjang koridor dan sesuai ekspektasinya dia berpapasan dengan Badrol yang baru selesai main bola sepertinya. Kasa agak jengkel ketika menyadari ada sebuah pulpen nyelip di telinga cowok itu. Warna kuning bergambar bunga matahari. "Lo abis nyopet pulpen lagi ya?" "Gue abis main bola. Gak liat gue keringetan?" "Dih. Terus itu pulpen siapa?" Cowok itu mengambil pulpen itu. "Gue nemu." "Nemu di tempat pensil orang sih iya." "Wah, sembarangan lu kalo ngomong." "Emang bener, kan?" "Jangan sotoy. Ini gue beneran nemu." "Di mana?" "Di atas buku yang ditinggalin pemiliknya di lapangan." "Sama aja nyuri." "Bukan nyuri." "Terus." "Ngambil tanpa ijin." Demi apapun, Kasa pengin banget nenggelamin cowok yang kini ada di hadapannya ke Segitiga Bermuda biar langsung hilang sekalian. "Sama aja, Junaedi!" Badrol tergelak. "Eh, lo bawa dua minuman tuh. Minta satu dong. Gue haus nih." Cowok itu jelas merujuk pada s**u cokelat yang dipegang Kasa. Kasa sok jual mahal dulu gitu lho, tidak mungkin dia langsung memberikan minuman itu pada Badrol, meskipun sebetulnya Kasa memang sengaja membeli s**u cokelat itu buat Badrol. "Ini?" Cowok itu manggut-manggut sampai kepalanya mau copot. "Kalo gue gak mau?" "Ceilah, pelit amat lo. Kalo gak ikhlas mending gak usah deh, gue bisa beli sendiri lagian gue gak miskin-miskin amat." Kasa memutar kedua bola matanya. Lalu tanpa disangka dia langsung mengalihkan minuman cokelat itu dari genggamannya ke genggaman Badrol, cowok itu sempat tercekat. "Tumben." "Adab kalo ada orang yang ngasih itu langsung bilang terima kasih bukan bilang tumben." Kasa mendelik. Cowok itu tampak mendengkus. "Terima kasih, Kasa cantik." Waduh, muka Kasa kini sudah sebelas-dua belas kayak warna saus tomat delmonte alias merah tak karuan. Cewek itu mencoba untuk tidak salting. "Jangan baper, gue gak bisa tanggung jawab lagian gue cuman bercanda." Kasa langsung mendelik. "Aduh mon maap nih, Pak. Siapa juga manusia yang mau baper sama lo? Sembilan puluh sembilan persen dijamin ogah kalo harus baper sama lo." Iya, soalnya yang satu persennya itu Kasalira Sabina seorang. Ceilah, bisa aja. "Lo gak tahu aja mantan gue ada berapa." Kata Badrol seusai meminum tegukan pertama minumannya. "Kayak punya mantan aja lo." "Jangan salah lo. Gini-gini mantan gue ada satu." Kasa tersenyum miring agak menghina. "Cih, satu doang? Cancelled." "Iya, satu. Satu lusin." Kasa mendengkus. "Sok-sok-an nimbun mantan." "Napa lo? Cemburu karena mantan gue ada banyak?" "Aduh, lo tuh kepedean amat dah hidupnya. Gue masih waras kali mana mungkin cemburu sama hal begituan. Lagian mon maap nih sekali lagi gue ogah banget harus cemburu sama mantan-mantan lo itu." Badrol tampak menyunggingkan bibir. "Eh, Sa." Kasa menoleh dan langsung dibikin tercekat ditambah jantungnya yang luar biasa berdebar nyaris menggemparkan jagat raya ketika Badrol tiba-tiba menarik jepit rambut dari rambut Kasa sampai membuat sebagian poninya runtuh menutupi dahinya. "Lo lebih bagus kalo gak pake jepit rambut. Kayak anak PAUD aja pake ginian." Badrol kemudian pergi setelah mengembalikan jepit rambut bergambar bunga sakura itu ke pemiliknya lagi. Kasa hanya bisa menonton sosok Badrol yang semakin menjauh. Kasa masih diam di tempatnya sedangkan perasaannya makin tak karuan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD