"Dimana ini?" Suara khas orang bangun tidur
Aku membuka mata dan menguap "Kamarmu"
Joanne tersenyum,"Kau membawaku ke kamar?" Kilatan matanya terlihat berbeda.
"Ya, Joanne, kau tertidur di sofa dan aku tidak tega melihatmu."
"Terima kasih."
Aku hanya bisa mengangguk dan menelan ludah saat tidak sengaja melihat p******a bagian atasnya. Sial, salahkan tali tank topnya yang turun dari pundaknya.
Seperti sadar dengan tatapanku, Joanne tersenyum tengil.
Sial, kenapa aku harus ketiduran disini?
Sebelum aku sadar dari situasi ini, Joanne tiba-tiba mengejutkanku dengan duduk di pangkuanku, telapak tangannya menyentuh dadaku yang memburu.
Dia gadis kecil yang licik.
"Joanne.. "
"Kenapa?" Seringai menggoda nya mampu membuatku pusing.
Sialan. Joanne terlihat begitu polos dengan tank top hitam dan celana katun pendek yang memamerkan kaki putih jenjangnya.
Ini godaan paling berdosa.
Kedua tangan mungilnya di kedua sisi kepalaku, memijat lembut.
Aku tanpa sadar memejamkan mata dan mengeluarkan suara kenikmatan.
"Apa aku boleh menciummu?" Bibirnya membungkuk kearah bibirku. Aroma napasnya menggelitik. Aku tidak bisa bergerak dan malah memegang pinggangnya cukup erat.
"Seharusnya tidak."
"Dan kenapa tidak?" Hidung miliknya mengusap kulit leherku dan memperdayaiku dengan kelembutannya.
Ini pertanyaan yang mudah sekali dijawab tapi saat ini aku tidak bisa memberikan jawaban padanya.
"Tolong, biarkan aku pergi dari sini."
Susah sekali untuk menolak dan mengatakan kata 'tidak' padanya. Aku terlalu lemah.
"Hanya satu ciuman." Joanne berbisik di telingaku dengan merdu.
Pegangan tanganku di pinggang Joanne semakin erat tapi dia tidak sedikitpun mengernyit.
"Joanne.." Bisikku kala kepalanya mundur dari leherku dan sekarang matanya menatapku dengan keinginan kuat.
Dia membungkuk dan bibir kita akan menyentuh..
"Nona, tuan menunggu dibawah untuk sarapan." Ketukan dan diakhiri suara pelayan keluarga ini.
"Kau harus turun kebawah." Suaraku pelan.
"Gagal untuk kali ini." Joanne turun dari pangkuanku dan berjalan ke kamar mandi dengan cekikan.
Aku tidak bergerak dari ranjangnya saat mendengar suara air dari kamar mandi nya. Aku terlalu menikmati aroma tubuhnya di sekelilingku.
Sudah lama Joanne menggoda dan mengejekku seperti ini. Seharusnya aku sadar dengan pergi dan menjauh darinya, tapi kenyataannya terlalu sulit. Di umurku yang terlalu tua untuknya tiga puluh dua tahun, aku tidak harus main-main dengan gadis sembilan belas tahun. Tapi lihatnya aku, masih disini yang terkadang menikmati permainannya.
-
"Apa semalam putriku merepotkanmu?" Ayah Joanne menyinggung tabiat putrinya yang sedikit nakal.
"Jelas tidak, aku kebetulan selesai bertemu klien dan Joanne memintaku menjemputnya." Aku tidak tahu apa yang dicari Joanne dan teman-temannya di tempat hiburan seperti semalam.
"Terima kasih sudah menjaganya selama aku tidak disini." Ayah Joanne dan ayahku teman baik.
"Tentu, tidak masalah." Jawabku sambil menghirup aroma kopi. "
"Pagi, semua," Kata Joanne.
Sial. Aku hampir tersedak kopiku saat melihat apa yang dia pakai. Jeans super pendek yang tidak berhasil menutup pantatnya dan tank top sialan yang berbeda warna.
Gadis ini sengaja menyiksaku.
Joanne berdehem.
"Terima kasih sudah menjemput dan mengantar beberapa temanku dengan aman." Katanya dengan mengedipkan sebelah matanya.
"Tidak masalah." Jawabku tenang.
Gadis licik, rututku dalam hati.
"Berhenti main-main, sayang, fokus belajar." Ayah Joanne menatap putrinya dengan lembut.
"Ayah, aku masih peringkat dua di sekolah." Katanya menyeringai.
-
Aku terbangun saat seseorang terus menerus mengetuk pintu apartemenku. Di jam malam seperti ini hanya seorang Joanne Shin yang bisa mengganguku. Hidupnya tidak tahu aturan dalam mengganggu ketenanganku.
"Lama sekali membuka pintunya." Kalimat itu yang pertama kudengar saat membuka pintu apartemen. Joanne melenggang masuk kedalam meninggalkanku lagi dengan masalah baru.
"Kau tahu ini tengah malam dan aku sedang tidur dengan mimpi indah." Aku mengikutinya dari belakang. Joanne duduk tanpa permisi "Mimpi indahmu pasti berisi tubuh telanjangku dibawah tubuhmu?" Ucapnya tanpa malu.
Aku terkejut mendengarnya. Bocah ini terlalu blak-blakan.
"Aku bercanda." Kata Joanne tenang.
Aku duduk disampingnya, "Apa pestanya tidak menyenangkan?" Aku tahu dia kabur dari pesta yang membuatnya bosan. Joanne akan pulang pagi kalau pesta itu menyenangkan.
"Aku hanya merindukanmu dan memilih untuk disini." Joanne bergeser semakin dekat. "Beberapa hari lagi aku berangkat ke korea untuk pindah, jadi aku ingin menghabiskan sisa waktuku denganmu."
Benar.
Gadis ini akan pindah ke korea untuk tinggal bersama ibunya. Aku tidak tahu apa yang kurasakan dengan kepindahannya ke korea, apa aku akan senang dan terbebas dari gadis ini yang selalu mengganggu hari-hariku. Atau sebaliknya, aku akan merasa kesepian.
"Kau harus menyusulku ke korea dan bawa aku kembali, lalu kita menikah."
"Joanne." Ucapku terkejut.
Joanne terkekeh pelan yang membuatku tersenyum tanpa sadar. "Aku akan menunggumu dan bersumpah tidak akan tertarik dengan pria korea yang seumuran denganku." Kepalanya bersandar di pundakku.
"Aku merasa kau menyindirku secara halus soal perbedaan umur." Aku mendorong dahinya lalu menatap matanya dengan tajam. Jarak wajah kita hanya beberapa cm.
"Umur kita selisih dua belas tahun tapi aku.. menyukaimu." Bibirku merasa basah. Joanne menciumnya dengan lembut dan basah.
Aku harus hentikan ini. Namun bibirku bergerak sendiri, ikut membalas ciuman Joanne yang panas.
Aku selalu bisa menahan diri dari godaan Joanne dari yang paling ekstrem sampai paling biasa. Namun kali ini berbeda, apa aku terlalu sentimen mendengar keberangkatannya yang sebentar lagi.
Aku bisa merasakan jari-jari Joanne menyelinap kedalam kaos tidurku, mencoba merasakan panas tubuhku. Seharusnya aku mencegahnya tapi entah kenapa tidak bisa.
Lidahku menelusuri bibir bawahnya, mencoba mencari rasa terenak. Erangan dari Joanne semakin membuatku naik. Bahkan tangan kananku mendorong punggung Joanne agar tubuhnya semakin menempel denganku.
Aku mundur untuk melihat wajahnya cantiknya yang terengah-engah. "Apa tidak apa-apa?" Tanyaku.
"Aku milikmu." Hanya dengan dua kata itu aku sudah yakin.
Joanne milikku.
Aku mengangkat tubuhnya saat aku berdiri, kakinya yang panjang langsung melingkar erat di tubuhku. Aku membawanya ke kamarku.
-
Aku bangun beberapa jam kemudian dan melihat kearah Joanne yang sedang meringkuk seperti bayi di tengah-tengah kasur. Seprai kusut yang hanya menutupi sebagian tubuh telanjang, ingin ku tarik. Tapi aku tidak bisa, aku akan menyerang kembali Joanne. Joanne harus istirahat setelah semalaman aku memasukinya. Gadisku butuh istirahat. Bibirku tanpa sengaja tersenyum melihat kulit setengah telanjangnya yang hampir berkilauan dibawah sinar matahari pagi yang masuk melalui jendela.
Melihat Joanne yang seperti ini, membuatku berpikir untuk segera menikahinya. Tapi aku tidak bisa bersikap egois. Joanne akan langsung menerimaku dan tinggal disini. Aku tahu sudah lama Joanne menunggu kepulangannya ke Korea untuk tinggal bersama ibunya, jadi aku tidak bisa melakukan hal ini.
Tapi sial, Joanne sangat cantik. Aku bersumpah tidak akan melepaskannya meskipun dia harus pindah ke luar negeri.
Mata Joanne terbuka lebar dan tatapannya langsung kearahku. Senyum lembutnya muncul.
"Joanne, aku pasti menyusulmu ke Korea." Aku mendekat kearahnya. "Jangan main mata dengan pria muda." Bisikku menggigit bahu telanjangnya.
Joanne terkikik. "Aku tidak akan." Sambungnya.
Aku saat ini hanya menikmati waktuku bersama Joanne sebelum dia pergi, tidak ada rasa kehilangan karena aku percaya dengan janjinya untuk menungguku.