-happyreading-
BRAKK!
"LO UDAH PERNAH CIUMAN DEK?,"
Tatapan tajam langsung tertuju pada Aya. Tatapan yang membuat nyali semua orang yang ada di sana ciut, termasuk Angga sekali pun.
Aya memang sudah menceritakan kejadian bagaimana bisa ia berciuman dengan Angga. Dia pikir Rival tidak akan marah karena itu hanya ketidaksengajaan, namun kenyataan tak sesuai dengan apa yang ia pikirkan.
Rival berdiri dan berjalan mendekati Aya dengan wajah yang merah padam "JAWAB DEK!,".
Aya mendongak, dengan tatapan tak kalah tajam "Gue udah bilang kalo gue.gak.sengaja!," jawab Aya dengan penekanan di setiap katanya.
"TAPI KENAPA LO GA PERNAH CERITA KE GUE HAH?!,"
"GIMANA GUE MAU CERITA KALO GUE AJA BARU ADA DI RUMAH SEKARANG!?,"
"DEK, GUE GAK MAU LO KENAPA-KENAPA, LO NGERTI GA SIH?!,"
"Gue gak mau kejadian itu ke ulang 2 kali dek," sambung Rival dengan nada lirih
Aya hanya diam, tidak mau menjawab lagi.
Merasakan hawa tak enak dari Rival, Valerie langsung mendekat dan menenangkan Rival. Sedangkan Aya, ia langsung duduk lesu di sebelah Angga. Aya mendongak untuk melihat Rival, wajahnya merah padam dengan d**a naik turun menahan emosi.
"Dek, gue minta maaf," ucap Riva menyesall sambil berjalan mendekati Aya
Aya mengangkat sebelah alisnya seolah berkata 'untuk?'.
"Udah ngebentak lo,"
"Sans, gue juga minta maaf," ucap Aya sambil mengeluarkan senyum yang tak pernah Rival liat sebelumnya.
Rival langsung memeluk Aya dan mengelus punggung adiknya lembut. Namun, ada rasa yang mengganjal. Tubuh Aya terasa panas, laki-laki itu langsung melepaskan pelukannya dan mengecek suhu tubuh Aya.
"Lo sakit?," tanya Rival
"Iya Kak, dia sakit makanya dia gak turun tadi pagi," sahut Ara yang tiba-tiba menjawab pertanyaan Rival.
"Yang ditanya siapa, yang ngejawab siapa," ucap Dilta sambil menoyor kepala Ara
"Tau lo," Valerie ikut menoyor kepala Ara
"Toyor aja terus," Ucap Ara kesal
"Lo pasti sakit gara-gara balapan semalam?!," ujar Rival mendengus kasar.
"Maaf, lo tau alasan kenapa gue balapan." ujar Aya menunduk dalam.
"Berhenti ngelakuin hal yang bisa ngebahayain diri lo sendiri," sahut Ara membuat Aya tersenyum.
Aya menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi lalu menatap Ara yang duduk di samping Aca. Lalu Gadis itu melirik cemilan yang ada di atas meja.
"Em... Ra gue mau nanya deh" ucap Aya sambil memakan cemilan yang entah milik siapa.
"Apa?!"
"Lo punya sodara cowok?"
"Punya, kenapa?,"
"Pantesan,"
"Pantesan kenapa?,"
"Tadi gue ketemu bokap lo, terus dia ngomong gini 'Kamu baik dan sopan, cocok sama anak saya' katanya gitu," ucap Aya sambil memperagakan gaya bicara Daffa tadi.
Mendengar itu, semua orang yang berada di sana tersenyum penuh arti, kecuali Angga yang hanya memasang tampang datar dan menggerutu dalam hati. Bagaimana tidak? Orang yang dimaksud Aya ialah dirinya.
Aya yang melihat mereka semua tersenyum pun merasa sedikit bingung. Ia ikut menolehkan kepalanya ke arah Angga karena semua orang tersenyum pada Angga. Saat ia menoleh ke arah Angga, tanpa sengaja mata mereka bertemu.
Mereka berdua bertatapan cukup lama, tidak ada yang ingin memutuskan kontak mata itu. Mereka berdua sama-sama terhanyut dalam tatapan yang tak bisa di artikan. Angga dan Aya, sama-sama merasa aneh pada diri mereka, Entah itu perasaan apa.
"Kenapa tatapan dia bikin gue tenang?," batin Aya
"Mata yang indah," batin Angga
"Eh buset gue mikirin apa barusan? Gak gak gak!"
Keduanya membatin sambil menggelengkan kepala.
"Lo berdua pake telepati apaan?," tanya Aca heran saat melihat mereka berdua bertatapan sambil menggeleng.
Aya dan Angga sama-sama tersentak dari lamunan mereka saat mendengar suara Aca, dengan cepat Aya memutuskan kontak matanya dan langsung menolehkan kepalanya ke arah lain.
Begitu juga dengan Angga, ia langsung berdehem untuk menetralkan suasana dan menampilkan wajah datarnya kembali. Ia menatap tajam Aca seolah berkata 'bacot b*****t!'.
Tapi tunggu!
Aya menolehkan kepala kembali melihat Angga. Ia baru sadar bahwa dia tadi menatap orang yang sudah merenggut ciuman pertamanya. Ia pun langsung melipat tangan diatas d**a, lalu menatap garang Angga.
"Lo, ngapain lo disini?!," tanya Aya ketus
"..."
"Eh, es batu kalo ditanya itu jawab! bisu lo?!,"
"Buset berani banget lo ngatain dia," sahut Aldo yang sedari tadi diam
"Emang dia siapa gue harus takut?," tanya Aya bingung
"Dia itu ketua osis, orang yang di segani di sekolah, dan yang terpenting dia anak pemilik sekolah," sahut Dilta yang juga sedari tadi diam.
Wajah Aya memucat, tangannya pun terasa dingin. Ia menatap Angga untuk meminta penjelasan dan Angga pun hanya mengeluarkan smirknya. Ia merasa puas melihat wajah kaget Aya.
"Se-serius lo?," tanya Aya
"Yaiyalah, masa gue bohong"
"See, lo udah berurusan sama siapa?," tanya Angga dengan menampilkan smirk yang menyeramkan.
"Gue gak takut sama itu anjir!," Sahut Aya sambil memutar bola matanya
"Terus?," tanya mereka semua
"Berarti orang yang dimaksud sama Om Daffa itu, lo?,"
"Iya Aya!" jawab mereka bersamaan dengan gemas.
"Ih amit-amit!!!,"
Aldo menggelengkan kepala melihat Rival "Adek lo ajaib Val," ucapnya yang di angguki oleh Aca yang setuju.
Rival tersenyum miring sambil menatap Aya "Jangankan Angga, gue abangnya aja kadang dia ngelawan" ucap Rival yang mendapat toyoran gratis dari Aya.
"Gak usah sok sedih gitu mukanya, lo masih hutang penjelasan sama gue," Sahut Aya ketus
"Penjelasan?," tanya Rival bingung
Aya menatap datar Valerie, mengerti kode yang di beri Aya, Rival hanya menyengir "Sorry gue lupa,".
Rival memang selalu bercerita kepada Aya jika ia mempunyai kekasih karena adiknya itu tidak mau jika ia memacari sembarang orang. Rival juga akan curhat kepada Aya jika ada masalah. Kadang ia juga meminta solusi kepada Aya jika sedang bertengkar dengan kekasihnya.
"Lo juga hutang penjelasan sama kita," sahut Ara membuat Aya mendengus.
"Gue mana tau kalo Rival yang kalian maksud abang gue. Lagian gue manggil dia Aldy bukan Rival," jelas Aya mengerti maksud Ara.
"Bisa-bisanya lo gak tau panggilan abang lo di sekolah,"
Aya hanya memutarkan bola matanya dan langsung berjalan menuju ke kamar yang berada di lantai 2.
"Gue naik ya, gue mau tidur," ucapnya yang hanya di angguki oleh mereka semua kecuali Angga.
Sesampainya di kamar, Aya langsung berbaring di kasur dan tidur karena kepalanya terasa sakit.
>~tok...tok...tok
Ketukan pintu itu berhasil menganggu tidur Aya, ia terbangun sembari mengucek matanya yang masih ingin terpejam. Dengan langkah gontai, ia berjalan ke arah pintu untuk melihat siapa yang mengetuk pintu.
Saat ia membuka pintu betapa terkejutnya ia mendapati Mamanya membawa 3 gaun yang menurutnya norak, serta membawa seperangkat alat make up yang entah untuk apa. Belum sempat ia membuka suara, Stephanie sudah lebih dulu masuk ke kamar tanpa menghiraukan Aya yang sedari tadi menggerutu karena ulahnya yang rempong.
Setelah meletakkan alat make up dan gaun yang di bawanya di atas kasur Aya, Stephanie kini sibuk menarik Aya untuk duduk dan mencocokan gaun yang di bawanya tadi. Aya hanya pasrah melihat kelakuan Mamanya.
"Kamu mau pake yang mana dek?," tanya Stephanie sambil melihatkan 3 gaun yang di bawanya.
Gaun pertama terlihat cukup norak, gaun selutut berwarna merah darah dengan glitter di seluruh bagiannya. Sedangkan gaun yang kedua terlalu terbuka, gaun panjang semata kaki dengan kombinasi warna hitam dan gold yang memberi kesan glamour tapi terbuka di bagian punggung dan paha. Sedangkan yang terakhir, gaun selutut bewarna biru kesukaan Aya, gaun simple dengan panjang di atas lutut dengan pita dibagian perut, terlihat sangat simple tapi menarik dimata Aya.
Aya menunjuk gaun ketiga yang di perlihatkan Mamanya dengan acuh "Yang biru aja mah,".
"Nice, pilihan yang tepat," jawab Stephanie sambil tersenyum kepada putrinya.
Aya yang melihat Mamahnya tersenyum pun ikut tersenyum, sepertinya Mamanya terlihat sangat senang sekali. Tapi apa yang membuat Mamanya begitu senang?
"Yaudah kamu mandi dulu mamah tungguin disini," pinta Stephanie yang hanya diangguki oleh Aya.
Aya pun segara berjalan ke arah pintu kamar mandi dan sesampainya di depan pintu, ia langsung masuk untuk melakukan ritual mandinya.
>~~~Deg
Semua orang yang berada di sana memandang Aya takjub tak terkecuali Angga. Ia sampai tak berkedip karena ingin memandang mata indah milik Aya. Lagi dan lagi, mata mereka saling bertemu. Mereka bertatapan cukup lama melupakan bahwa di ruangan itu ada banyak orang.
Angga tersentak saat ada seorang yang memengang bahunya. Ia pun menoleh dan melihat sang Bunda yang tersenyum.
"Kamu jemput gih Bang!," pinta Dita pada Angga.
Tak mengerti maksud Bundanya, Angga mengernyit heran "Maksud Bunda?,"
"Kamu jemput Aya, buruan!," jawab Dita sambil mendorong pelan bahu Angga.
Mau tak mau, Angga pun berjalan menuju ke arah Aya yang masih diam mematung. Semakin ia mendekat, jantung semakin berdetak cepat. Begitu juga sebaliknya, Aya yang melihat Angga berjalan kearahnya, membuat ia menjadi salah tingkah.
Tanpa basa-basi, Angga langsung menarik dan menggandeng Aya untuk menuju ketempat keluarga mereka berkumpul. Aya yang belum siap pun tersentak kaget, jika Angga tidak memegang tangannya, mungkin ia sudah jatuh.
Bugh
"Kalo narik orang pelan-pelan b**o!," gerutu Aya malu.
"Berisik!," jawab Angga dingin yang membuat Aya mengumpat dalam hati.
Sesampainya disana, mereka berdua langsung duduk bersebelahan. Tak lupa sebelum itu, Aya menyalimi kedua orang tua Angga dan ber-tos ria dengan Ara.
Melihat semua sudah lengkap, Daffa pun membuka suara untuk menyampaikan tujuan mengapa ia datang kesini.
"Oke, tujuan saya kesini adalah untuk membicarakan soal pertunangan kalian," ucapnya to the point.
"Tunangan!?," tanya mereka berdua bersamaan.
"Haduhh jodoh emang ga kemana ya jeng, nanya aja sama-sama," Dita cekikikan dengan Stephanie membuat Angga memutarkan bola matanya jengah.
"Iya, kami akan menjodohkan kalian berdua dalam status pertunangan," jawab Reky sambil tersenyum.
"Oh tunangan," jawab Aya santai
"WHATTT?!! TUNANGAN?," sambungnya saat menyadari perkataan Reky barusan.
"Iya, kamu dan Angga akan bertunangan minggu depan," jawab Reky
"Tapi Pah Ade---,"
"Papah tidak menerima penolakkan Aya," jawab Reky memotong ucapan Aya dengan nada yang tak bisa terbantahkan.
"Bagaimana Angga, kamu mau bertunangan dengan anak Om?," tanya Reky ramah pada Angga.
Angga pun mendongak, sebelum itu ia melihat Aya yang sedang menatapnya dengan tatapan seolah berkata 'jangan'.
Angga menampilkan smirknya, ia pun menolehkan kepalanya pada Reky dan menangguk..
"Iya Om saya mau!,"