Saat ini Rachel sedang menggerutu tidak jelas di dalam kamarnya. Bagaimana dia tidak kesal? Dirinya di suruh mengerjakan tiga buku paket matematika dan harus di kumpulkan besok pagi. Pedahal, kan otak Rachel itu sangat minim tentang pelajaran tersebut.
Rachel meregangkan tangan nya saat kerasa pegal. Matanya menatap horor ke arah buu paket itu. "Lo kapan selesainya, sih? Tangan gue udah pegel banget," keluh Rachel memarahi kertas yang tak bersalah.
"Anak mama kenapa marah - marah terus sih?" Ujar Renata Dirgantara, istri dari Arman Dirgantara.
"Ini, mah, masa aku di suruh ngerjain matematika tiga paket, dan harus selesai besok pagi juga," rajuk Rachel mengerucutkan bibirnya.
Renata pun terkekeh melihat tingkah putrinya yang begitu menggemaskan. "Udah nanti lagi aja kerjain nya, sekarang mending kamu Siap - siap."
"Siap - siap ke mana, ma?" tanya Rachel mengernyitkan dahinya bingung. Bahkan Rachel baru menyadari bahwa mama nya itu berpenampilan rapi.
"Loh, kan mama udah bilang, kalau malam itu tuh ada acara makan malam bareng kolega papa," jawab Renata.
"Oh iya, astaga. Aku bahkan sampai melupakan nya karena mengerjakan tugas yang tidak pernah selesai," Rachel sampai menepuk dahinya.
"Ya udah, sekarang kamu siap - siap ya, dandan yang cantik, oke?" Renata menuntun tubuh Rachel ke arah kamar mandi.
Saat hendak memasuki pintu kamar mandi, Aurel menatap ke arah Renata dengan mata yang memicing. "Tapi gak ada udang di balik bat kan, ma?"
"Udah gak usah netthing, mending sekarang mandi. Kayanya tiga puluh menitan juga tamu nya bakal sampe," Renata mendorong tubuh Rachel agar memasuki kamar mandi.
Sedangkan di dalam kamar mandi, Rachel tidak langsung mandi. Dia duduk dulu di toilet. Sebenarnya tamu penting siapa, sih? Kenapa mama nya itu terlihat bahagia sekali.
Karena teriakan Renata sudah terdengar, Rachel segera mandi dengan mengguyur tubuhnya pakai shower.
Setelah 15 menit mandi, Rachel berjalan ke arah lemari untuk milih dress yang menurutnya cocok di kenakan malam ini. Tatapan Rachel jatuh pada sebuah dress berwarna biru dongker, dress ini memang tidak terlalu bagus. Tapi entah kenapa Rachel ingin mengenakan yang ini.
Setelah selesai memakai baju, Rachel berjalan ke arah kaca rias untuk memoleskan sedikit liptint pada bibir nya yang pucat, tidak lupa juga Rachel menaburkan sedikit bedak bayi pada wajahnya.
"Perfect," gumam Rachel menatap pantulan nya sendiri di cermin.
Setelah merasa sudah rapi, Rachel pun keluar menuruni undakan tangga dengan hati - hati.
"Ma, pa," panggil Rachel saat kedua orang tuanya mengobrol di sofa ruang tamu.
"Wah, putri papa cantik sekali," ujar Arman Dirgantara, dia mengecup puncak kepala Rachel dengan lembut.
Tin... Tin... tin
Suara klakson mobil yang berbunyi mengalihkan perhatian mereka. "Itu pasti tamunya," Renata segera berjalan ke arah pintu untuk menyambut ke datangan sang tamu.
"Ya ampun, jeng, udah lam banget gak ketemu," Renata bercipika cipiki dengan Anita Satyawidjaya. Yah, ternyata keluarga pak vino lah yang bertamu, tapi tentu saja Rachel belum mengetahui itu.
Adrian Satyawidjaya dan Arman langsung berjabat tangan. Ah, rasanya mereka sudah lama sekali tidak bertemu.
"Oh, iya. Perkenalkan, ini putri kami," ujar Renata memperkenalkan Rachel
"Rachel, Tan," Rachel menyalami tangan Renata dengan sopan.
"Ternyata kamu cantik banget, ya," puji Renata yang membuat pipi Rachel bersemu merah.
"Oh iya, anak kalian di mana?" tanya Renata saat tidak mendapati putra Anita dan Adrian.
"Kebetulan tadi kami berangkat nya terpisah, mungkin dia masih terjebak macet di jalan," jelas Adrian.
Renata dan Arman hanya menganggukan kepalanya. Sedangkan Rachel mengernyitkan kening nya bingung. Siapa yang di maksud oleh kedua orang tuanya? Bukan kah tamu nya hanya om Adrian dan Tante Anita? tanya Rachel dalam hati.
Sambil menunggu orang yang mereka tunggu, Renata dan Anita mengobrol bernostalgia tentang masa SMA. Ya memang, Renata dan Anita adalah sahabat satu sekolah. Sedangkan Arman dan Adrian, kedua pria itu nampak membahas tentang bisnis. Rachel yang merasa bosan pun memainkan ponselnya.
"Maaf, saya terlambat," ujar seorang pria yang baru saja datang.
Rachel yang tadinya fokus pada ponsel pun kini teralihkan pada pria yang memakai jas warna senada dengan dress yang si kenakan nya. Sontak Rachel langsung bangkit dari duduknya dengan mata yang melotot ke arah pria itu.
"PAK VINO!" teriak Rachel.
Vino yang di tatap sedemikian rupa oleh Rachel hanya mampu menampilkan senyum. Dia pun segera menghampiri kedua orang tua Rachel untuk bersalaman.
Tangan Rachel mengucek matanya beberapa kali, apakah yang baru datang itu benar pak Vino gurunya yang killer, dan judes itu?
Ternyata memang benar, Rachel sungguh - sungguh tidak berkhayal ataupun salah lihat. Pria itu adalah guru yang tadi pagi menghukumnya. Rachel berpikir, kenapa gurunya bisa ada di sini?
"Rachel, duduk," tegur Renata.
Rachel pun segera mendudukan tubuhnya di kursi yang tadi. Dia menatap heran ke arah Ima orang dewasa yang satu ruangan dengan dirinya.
'pak Vino ngapain sih, ke rumah gue, pake bawa keluarga nya segala,' batin Rachel bertanya - tanya.
Adrian, papa nya Vino berdehem, sebelum memulai pembicaraan yang serius.
"Kedatangan saya, bersama keluarga saya kemari adalah untuk melamar Rachelia Amora Dirgantara, putri dari bapak Arman Dirgantara. Untuk di jadikan istri bagi putra kami yang bernama, Vino Rakha Satyawidjaya," jelas Adrian yang tentu saja membuat Rachel kaget seketika.
"APA?" teriak Rachel.
***
"APA?" Rachel berteriak. Dia rasa orang tuanya sudah gila, bagaimana mungkin dia menikah dengan seseorang yang dia benci.
"Rachel, yang sopan," Renata yang berada di samping Rachel pun segera mencubit tangan putrinya itu.
Adrian dan Anita menatap keeah Arman seolah meminta penjelasan. Bukan kah rencana perjodohan ini sudah di bicarakan sejak lama? tapi kenapa Rachel seperti orang yang tidak tahu apa - apa.
"Sebenarnya kami memang belum memberitahu, Rachel, karena kami menunggu waktu yang tepat," jelas Arman.
"Tapi, ma, pa. Bagaimana mungkin aku di jodohin dengan guru Akau sendiri?" tanya Aurel memelas.
"Ya emang apa salahnya? Pak vino itu ganteng, pria yang bertanggung jawab. Kamu pasti akan hidup bahagia jika menikah dengan nya," jawab Renata dengan santai.
Gila. Rachel rasa ini sudah benar - benar gila. Jadi muridnya saja dia sudah di buat pusing tujuh keliling. Apalagi jika harus menjadi istrinya, mungkin dia akan merasa bosan karena hidup berdua dengan orang yang kaku seperti pak Vino. Di tambah lagi mulutnya yang super pedas seperti si masuki cabai.
Pokonya dia harus membuat perjodohan ini batal, bagaimanpun caranya. Selain dia tidak ingin hidup berdua dengan pak Vino, Rachel juga sudah punya kekasih. Dia tidak ingin jika harus meninggalkan Leo dan menyakiti hatinya.
"Tapi, ma, mama kan,sudah tahu kalau aku sudah punya pacar."
"Baru pacar, kan? Kamu masih bisa putusin dia sekarang," jawab Renata santai.
Rachel di buat menganga, bagaimana mungkin, mamanya bisa dengan gampang menyuruhnya untuk meninggalkan Leo? Apakah dia tidak memikirkan perasaan nya.
"Mama tau gak, dia itu udah tega menghukum aku. Bukan cuman satu kali, tapi dia sampai tiga kali nge hukum aku dalam satu hari," Rachel berusaha menjelaskan Vino di depan semua orang. Agar Renata tahu bagaimana kelakuan calon menantunya terhadap dirinya.
"Ya mungkin itu karena kamu nya yang nakal, benar kan, nak Vino?" tanya Renata meminta pendapat pada pak Vino.
"Benar, Tan, saya menghukum Rachel juga karena dia tidak mengerjakan tugas yang saya beri," jawab pak Vino.
Nafas Rachel memburu, kedua tangan nya mengepal erat. Dia menatap benci ke arah Vino yang dengan santainya tersenyum mengejek ke arah dirinya.
"Kenapa sih, mama, sama papa, pake nge jodohin Rachel segala? Lagian Rachel itu baru kelas XII. Masa depan Rachel tuh masih panjang, lagian Rachel juga bisa ko, cari calon suami yang lebih baik dari dia," ujar Aurel menggebu, Kedua matanya juga berkaca.
Arman menghembuskan nafasnya, sebenarnya dia juga tidak tega jika melihat Rachel di usia muda sudah harus menjadi istri. Tapi dia pun terpaksa melakukan ini,demi kebaikan putrinya.
"Papa tau masa depan Rachel itu masih panjang banget, tapi nikah mudah juga kan bukan masalahnya. Lagian papanya Vino itu donatur tertinggi di sekolah kamu, jadi para guru juga akan menutup rapat tentang pernikahan kamu," ucap Adrian membelai rambut putrinya.
"Tapi, pa, kenapa harus aku?" tanya Rachel dengan air mata yang sudah membasahi pipi.
"Karena kan, cuman kamu putri papa satu - satu nya. Masa papa mau nyuruh abang buat nikah sama pak Vino," ujar Adrian terkekeh di ikuti semua orang, kecuali Rachel, dia mengerucutkan bibirnya.
"Papa jodohin aku itu karena papa gak mau ngurus aku lagi, kan?" tanya Rachel dengan suara bergetar.
"Bukan nya papa gak mau ngurus, Rachel. Tapi papa sama mama harus menetap untuk sementara waktu di Jerman."
"Tuh kan, emang papa tuh udah bosen ngurusin aku, mangkanya papa pergi keluar negri," ujar Rachel dengan tangis yang semakin menjadi, dia tidak peduli jika keluarga pak Vino akan meledeknya.
"Bukan begitu, papa harus bantuin abang, kamu.karena perusahaan di sana sedang bermasalah, " Arman segera mendekap tubuh putrinya.
Arman merasa bersalah, seharusnya dia memberitahu kabar ini sebelumnya, agar Rachel tidak Shok seperti ini.
"Yaudah, kalau mama, papa mau pergi, ya pergi aja. Gak usah jodohin Rachel segala," Rachel segera mendorong tubuh papanya.
"Bagaimana mungkin papa pergi, dan ninggalin putri papa sendirian? Kalau kamu nikah dengan, nak Vino, kan papa ngerasa tenang. Karena kamu ada yang jagain."
"Rachel bisa jaga diri sendiri ko."
"Gak bisa, papa gak akan tenang, kalau ninggalin kamu tanpa ada yang jagain. Pokonya, mau gak mau kamu harus tetep mau nikah dengan Vino!" tegas Arman.
"Papa egois," Rachel segera berlari keluar rumah dengan berderai air mata.
Arman memijit pelipisnya yang terasa pening, ini salahnya karena terlalu memanjakan Rachel, sehingga kini putrinya itu jadi pemabngkang.
"Biar saya susul, om," izin, Vino. Arman pun hanya menganggukan kepalanya.
Vino sudah berkeliling di setiap sudut rumah ini, tapi dia belum juga menemukan Rachel.sebenarnya ke mana gadis itu pergi. Dia teringat, ada satu tempat lagi yang belum dia kunjungi. Taman belakang rumah.
Langkah kaki Vino berhenti saat susah berada di taman belakang rumah. Matanya menelisik ke seluruh penjuru taman, manik hitam legam itu memicing saat melihat seorang gadis yang sedang menelungkup kan kepalanya di atas lipatan lutut dengan bahu yang bergetar.
Tungkai Vino berjalan kearah gadis itu, dia menghela nafas saat orang yang sejak tadi di carinya ternyata malah di sini sambil menangis.
Saat merasa ada seseorang yang duduk, Rachel mendongakan kepalanya. Dia menatap nyalang ke arah orang itu saat tahu siapa yang duduk di samping nya.
"Ngapain lo ke sini?" tanya Rachel dengan wajah yang sembab.
"Mau nyamperin orang yang lagi nangis sendirian di taman," jawab Vino.
Rachel mencebikan bibirnya kesal, kaki yang sejak tadi di lipat kini di turunkan.
"Lo kenapa sih Nerima perjodohan ini?" tanya Rachel menatap ke bawah dengan kaki yang di ayunkan.
"Ingin membahagiakan orang tua."
Rachel merasa alasan itu cukup klise, bukan kan Vino sudah mapan, punya pekerjaan yang tetap apakah kedua orang tua nya belum juga cukup bahagia?
"Lo itu kan, udah punya penghasilan sendiri, dan juga pekerjaan yang tetap, masa orang tua Lo belum juga bahagia sih?"
"Mama dan papa saya ingin melihat saya menikah. Dan saya rasa, tidak ada salah nya saya menerima perjodohan ini jika itu bisa membuat mereka bahagia."
"Tapi kan, lo bisa nikah sama perempuan lain yang seumuran sama lo. Bukan sama bocil kaya gue, yang umurnya jauh sekali."
"Tapi orang tua saya hanya ingin saya menikah dengan kamu."
Rachel terdiam, bagaimana mungkin dia harus menikah dengan pria yang umurnya jauh sekali. Bahkan Vino lebih cocok menjadi abang nya.
Perbedaan umur Rachel dan Vino memang cukup jauh. Rachel 17 tahun, sedangkan Vino 25 tahun. Rachel pasti akan merasa canggung dengan perbedaan umur itu, di tambah lagi Vino yang berprofesi sebagai guru yang mengajar di sekolahnya.
"Saya tidak akan memaksa kamu untuk menerima perjodohan ini," ujar Vino lalu setelahnya dia meninggalkan Rachel.
Beberapa saat Rachel terdiam, dia berperang dengan hati dan pikiran. Setelah di rasa mendapatkan jawaban yang di rasa pas, Rachel pun kembali masuk ke dalam rumah.
"Bagaimana, apakah Kamu mau menikah dengan anak, tante? tanya Anita saat Rachel kembali mendudukan bokongnya di sofa.
Rachel menarik nafasnya, dia berusaha meyakinkan diri bahwa ini memang jawaban yang pas. Dengan pelan, Rachel menganggukan kepalanya. "Iya, Rachel mau menikah dengan, pak Vino."
"Alhamdulilah," ucap serentak semua orang di dalam ruangan itu.
Sedangkan Rachel hanya tersenyum kecut ketika melihat semua orang menyunggingkan senyum bahagianya. Sedangkan dirinya harus merelakan masa depan nya dengan menikahi gurunya sendiri.
"Kalau begitu, kita langsung tentukan saja tanggal pernikahan nya," ujar Adrian.
"Bagiamana kalau dua minggu lagi?" usul Arman meminta pendapat.
"Bagaimana, Rachel, apakah kamu setuju?" tanya Renata.
"Kalau Rachel sih, terserah kalian. Gimana baiknya aja," jawab Rachel. Rasanya dia sudah lelah dengan semua yang terjadi hari ini.
"Berarti sudah fixs ya, dua minggu lagi," ucap Anita.
"Karena sudah deal, bagaimana kalau kita merayakan nya dengam makan malam, dengan hidangan yang sudah kami siapkan?" ajak Renata.
Mereka semua pun segera berjalan ke arah meja makan. Malkan malam kali ini terlihat hangat di penuhi dengan canda tawa di antara kedua keluarga yang sebentar lagi akan menjadi besan.
Sedangkan Rachel hanya mengaduk makanan nya tidak berselera. Dia menyesali ajakan mama nya untuk makan malam bersama, jika saja tadi dia tetap berada di dalam kamar,mungkin perjodohan ini tidak akan terjadi.
Rachel berpikir bagaimana nanti jika dia sudah menjadi istri dari Vino, menjadi guru saja dia sudah bertindak se mena - Medan terhadap dirinya. Apalagi jika nanti sudah menjadi suami.