3.3 : Three

1020 Words
Syahid berdecak samar dengan menepis pelan tangan gadis di sampingnya. Pemuda itu menarik diri merasa kesal dengan tingkah laku partner kerjanya itu yang tidak tahu tempat. Airin yang masih memandang keduanya hanya melongo kecil. Bibirnya sedari tadi menghela lirih melihat dua orang itu yang terlihat seperti ada hubungan. "Kamu beneran bermalam di rumah kan? Aku nunggu dari tadi, tapi kamunya belum muncul juga. Aku cemas makanya nanyain kamu ke Mister Christ, makanya sekarang aku nyusulin kamu kesini, babe." Tutur gadis berparas cantik dengan gaun minimnya itu yang nampak terlihat dewasa. Berbanding terbalik dengan image Airin yang imut dan kekanak-kanakan. "Gue gak bermalam hari ini, gue ada urusan." Balas Syahid tenang membuat Airin membelalakan matanya kaget. Tidak menyangka pemuda di hadapannya ini membenarkan ucapan gadis asing ini. "Kenapa? Bukannya kita udah janji?" Rengeknya kembali menggantungkan tangannya pada lengan Syahid membuat Syahid kembali menepisnya kasar. Airin masih terdiam dengan perlahan melemaskan bahu kecewa. Walaupun Airin terkenal akan kepolosan dan keluguannya, tapi soal beginian Airin hapal diluar kepala. Dua orang, laki-laki dan perempuan tinggal satu atap apalagi sampai bermalam di tempat yang sama pasti ada sesuatu. Ditambah lagi gadis jangkung ini nampak seksi dengan baju V-necknya. Pasti Syahid ataupun cowok manapun akan tergoda dan menerima ajakannya untuk bermalam. "Terus kenapa masih disini, bukannya kalian mau ke bar meet you ya?" Ujarnya dengan tersenyum manis lalu melirik kecil Airin di hadapannya yang masih memandangi keduanya, "dia siapa? Teman kamu atau pacar kamu?" Tanyanya dengan memicing ke arah Airin yang mengalihkan pandangannya. Merasa hatinya sudah patah sedari tadi. "Bukan." Balas Syahid tegas lalu berdiri di sebelah Airin yang sudah hilang semangat. "Calon istri." Katanya tanpa beban membuat Airin sontak mengangkat wajah dengan melebarkan matanya kaget. "Apasih. Kecil gini badannya, mendingan aku kemana-mana kan babe." "Ck. Gue bukan bapak lo, napa manggil babe sih?" Decak Syahid tidak suka membuat Airin makin mengkerutkan keningnya tidak mengerti. Sebenarnya dua orang ini punya hubungan apa. "Babe artinya sayang, panggilan sayang buat kamu," balas gadis itu masih kekeuh dengan suara manjanya. "Udah sana pergi duluan, gue antarin cewek gue dulu." Kata Syahid lalu menarik lengan Airin pergi, mendorong pelan tubuh mungil gadis itu untuk memasuki mobil sedan di sampingnya. Airin hanya pasrah walau menyempatkan kembali melirik gadis tadi yang nampak tidak suka padanya. Syahid mendudukan diri di depan kemudi dengan memasang safetybeltnya. Pemuda itu menoleh pelan ke arah Airin yang terlihat mengatupkan bibirnya rapat seperti banyak pikiran. Syahid menghela pelan lalu menarik gas pergi meninggalkan mitu bar disana. Sepanjang perjalanan tidak ada obrolan dari keduanya. Syahid hanya fokus menyetir dan Airin fokus memikirkan siapa sebenarnya gadis cantik tadi. Airin tersentak saat Syahid menghentikan mobilnya. Gadis berambut panjang lurus itu menoleh dan menghela panjang melihat gerbang rumahnya. Itu artinya mereka sudah sampai ditempat tujuan. "Makasih tumpangannya." Ujar Airin lalu membuka pintu mobil membuat Syahid berdecak samar lalu menahan lengan gadis itu membuat Airin kembali menoleh padanya. "Dia Vania, partner kerja gue. Gue sama dia jadi model di salah satu majalah, bermalam yang Vania bilang tadi bukan seperti yang lo bayangin." Jelas Syahid dengan mengambil nafas pelan, paling tidak suka berbicara panjang lebar begini. "Malam ini ada pemotretan, biasanya gue bakal bermalam di studio. Vania juga gitu, tapi di tempat yang beda. Gue di lantai atas sama Mister Christ dan kru gue. Sedangkan Vania dilantai bawah sama managernya," tambah Syahid masih dengan wajah tenangnya membuat Airin mengerjap samar. Tidak menyangka pemuda ini akan menjelaskan sampai sedetail ini. "Jadi kalian berdua gak begituan kan?" Syahid menautkan alis. Berusaha mencerna omongan Airin yang nampak ambigu baginya. "Begituan apaan?" Airin menelan salivanya kasar merasa salah tingkah karena sudah salah paham dan berpikiran negatif tentang pemuda di depannya ini. "Maksud aku ya begituan, orang dewasa yang tinggal dalam satu atap mustahil kan gak ngelakuin apa-apa. Apalagi ceweknya kayak mbak tadi, itunya kemana-mana." Kata Airin dengan memainkan jemarinya sembari merunduk membuat Syahid tersenyum samar lalu mengusap kepala Airin lembut. "Gak usah berpikir yang aneh-aneh. Kalaupun harus begituan cuma sama lo, tapi nanti kalau kita udah sah." Kata Syahid tenang dengan wajah datarnya membuat Airin menciut malu dengan menutup wajahnya dengan kedua tangan. "Apasih. Kenapa ja-jadi bahas itu," "Kan lo yang mulai. Sana masuk, udah malam." Tutur Syahid dengan tersenyum samar membuat Airin mengangguk lemah lalu melompat keluar dan melambai kecil ke arah Syahid yang hanya mengangguk. Pemuda itu menarik gas pergi meninggalkan Airin di depan rumahnya yang sudah memekik kesenangan karena ucapan manis pemuda tadi. ______ Syahid melangkah masuk ke dalam gedung bertingkat itu dengan berjalan santai dengan wajah dinginnya. Pemuda jangkung itu mengeraskan rahangnya lalu berjalan masuk ke dalam ruangan CEO agensi yang bekerja sama dengannya. Syahid menghela kasar melihat Vania juga berada di sana sudah duduk dengan melambai manis ke arahnya. "Kenapa terlambat, kita kan ada pemotretan." "Ck. Jadi agensi ini juga punya Oma gue?" Tanya Syahid dingin dengan mengepalkan tangannya erat membuat Vania menghela kasar. "Emang lo selama ini kira siapa yang nopang kehidupan lo? Ibu Clara, Oma lo." Kata Vania dengan menggelengkan kepalanya heran. "Elo kira selama ini lo bisa sukses dan masuk agensi karena usaha lo sendiri?" Tanyanya menyindir, "enggak, Oma lo yang menyamarkan namanya agar lo bisa bertahan di dunia yang keras ini." Tambah Vania membuat Syahid mengeraskan rahangnya kasar. Syahid beranjak berdiri hendak keluar namun Vania kembali menahannya, "elo mau kemana?" "Pergi. Gue out dari agensi ini," balas Syahid dingin membuat Vania terkekeh pelan. "Elo tuh udah terikat kontrak sama agensi ini. Elo gak bisa seenaknya keluar begitu saja, elo bakalan dikenai pasal berlapis," "Gue gak peduli," Syahid hendak keluar namun pintu kembali terbuka membuat Vania sontak mengangguk ramah ke arah wanita berpakaian rapi itu. Syahid sendiri hanya membeku dengan menatap lurus perempuan di hadapannya ini. "Beliau CEO yang sekarang, beliau itu anaknya ibu Clara." Mendengar itu Syahid makin melebarkan matanya masih tidak berkedip memandang wanita di depannya. "Cantik kan? Gue paling suka sama beliau." Jelas Vania lagi masih berbisik-bisik pada Syahid. Wanita di depan keduanya tersenyum samar lalu menjulurkan tangan ke arah Syahid. "Jadi kamu yang namanya Syahid, model yang terkenal akan tatapan tajamnya itu?" Syahid tidak menjawab masih tidak bergeming. "Senang bisa bertatap muka dengan kamu. Saya CEO baru disini," "Siapa?" "Hmm?" "Anda siapa?" "Saya Alisa, Alisa Aurora."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD