Wujud yang Tersembunyi

1432 Words
"Gisella, ini anakmu yang katanya cantik jelita itu?” Tanya Hera ketika melihat penampilan Caramel yang masih uarakan. Maklum, belum mandi. “iya, ini lo anakku yang cantik itu. Perkenalkan dia Caramel, manis dan cantik seperti namanya. Caramel sini nak, ” ujar Gisella penuh semangat. Senyuman Gisella merekah ketika memanggil Caramel, berbanding terbalik dengan Hera yang telihat seperti jijik saat memandang Caramel. Apa keluarga Moccasizo bakal membatalkan perjodohan dengan keluarga Agenta saat melihat penampilan Caramel yang ‘iyuuuhh’?. Bagaimana tidak berpikir bakal membatalkan perjodohan, style Caramel hari ini sangat kacau balau, enggak banget kalau dilihat. Baju tidur warna kuning, celana tidur warna merah, jaket warna ijo, udah kayak warna ‘rasta’ berjalan. Eitss, tidak hanya dengan warna ‘rasta’ saja, tapi juga dengan rambut yang belum disisir, wajah yang belum di basuh sama sekali dan sandal rumahan yang beda sebelah membuat keluarga Moccasizo terutama Hera Angela Moccasizo sangat berpikir untuk membatalkan perjodohan hanya dengan melihat penampilan Caramel yang tidak elegan dan berkelas seperti nama dari keluarga Agenta yang mana termasuk keluarga terpandang. Caramel dan Rey saling tatap penuh kebencian, siap menerkam satu sama lain. Sementara Deon dan Juan bergabung dengan Frans yang sedang duduk santai dan tetap menampilkan senyuman misteriusnya. Karena merasa dipanggil, Caramel berjalan dengan ogahan dan menghampiri Gisella dan Hera. “Apa ma?” ujar Caramel saat baru saja sampai di hadapan Gisella. “Kenalin ini tante Hera Angela Moccasizo, calon mama masa depanmu” ujar Gisella mengenalkan Hera pada Caramel. Hera mengajukan tangannya di depan Caramel bermaksud sopan namun Caramel tidak langsung menyambutnya. Caramel menggaruk rambutnya yang sudah seperti sarang walet tapi berminyak, dan menyambut jabatan tangan Hera. “Caramel, tante” ucap Caramel. Tentu saja Hera syok melihat tangannya yang di pegang oleh Caramel. Bukan karena kesenangan disambut dengan baik olehnya, tapi karena tangan yang di gunakan Caramel untuk menyambut tangannya sekarang itu adalah bekas menggaruk rambutnya yang mungkin saja sudah banyak ketombe dan kutu yang bersarang disana. “Hera Angela Moccasizo,” ucap Hera agak kaget dan berusaha tersenyum se-natural mungkin. “Ini beneran anakmu? Aku gak bermimpi kan? Kok penampilannya kayak pembantu sih, gak ter-urus banget” Bisik Hera pada Gisella. Gisella tidak tersinggung mendengar bisikan sindiran dari Hera, justru dia tersenyum karena hati Gisella sudah sekuat baja namun tetap selembut rasa. “Iya, ini anakku yang aku banggakan itu. Tenang aja, dia kayak gini karena belum mandi kok. Kalau gak salah, dia mandi seminggu yang lalu deh” ujar Gisella santai. Gisella tidak menyadari ekspresi Hera yang menunjukkan sesuatu yang berbeda, tersenyum palsu nan berat hati sekali. Keluarga Moccasizo termasuk keluarga yang terpandang, jadi Hera bersikap sesopan mungkin dan mengesampingkan kekecewaannya. “Ooo… gitu ya. Aku bergabung sama yang lain dulu kalau begitu” ujar Hera dan tersenyum. “Iya, aku mandiin Caramel dulu kalau begitu” ujar Gisella dan membawa Caramel ke kamar atas. **** Sesampai di kamar atas, tepatnya di kamar Caramel, Gisella langsung menanyakan pendapat putrinya tentang keluaga Moccasizo sambil melepaskan Caramel bajunya. Biasa, Caramel memang selalu dimajakan oleh keluarga Agenta, terlebih Gisella. Gisella terlihat sangat berharap sekali melihat Caramel menjadi bagian dari keluarga Moccasizo atau setidaknya putrinya itu bisa mengubah sikapnya menjadi Caramel yang dulu. “Bagaimana menurutmu keluarga Moccasizo? Bagaimana pendapaatmu tentang Rey, dia kan calon suamimu” ujar Gisella kegirangan. “Mama serius menanyakan pendapat Amel?” Tanya Caramel balik. “Iyalah,” ujar Gisella. “Keluarga Moccasizo terlihat seperti keluarga yang berkelas dan terpandang. Dilihat dari cara mereka berbicara dan pakaian mereka sudah mencerminkan identitas jati diri keluarga Moccasizo” jawab Caramel sambil berjalan ke kamar mandi miliknya. “Kalau Rey, calonmu?” Tanya Gisella dengan cepat. “Asalkan mama tau ya, Rey itu temperamennya sangat buruk. Emosinya mudah meledak dan dia itu bicaranya sangat kasar. Beberapa hari yang lalu Amel kan keluar dari rumah buat beli makanan Catty, kebetulan waktu itu dia juga mau beli makanan kucing di toko yang sama. Tapi stok makanan kucing di toko itu tinggal satu, nah saat itu adalah pertemuan pertama kami. Karena kami sibuk saling cekcok, berantem dan memperebutkan siapa yang duluan bisa beli makanan kucing, kita keduluan sama pelanggan yang lain. Alhasil, kita berdua tidak bisa beli makanan kucing deh. Waktu itu Amel marah banget sama dia, kalau saja dia tidak menghalangi Amel mengambil bungkus makanan itu, pasti sudah Amel beli dan Catty tidak puasa lagi. Kan Amel tidak tau kalau sebenarnya mama sudah kasi makan Catty. Terus kami berdua keluar dari toko itu, tapi kami masih berantem. Aku jambak rambutnya, tendang kakinya juga. Dia juga bilang kalau Amel ini orang gila. Amel sadar sih kalau penampilan Amel yang urakan, pasti semua orang juga bilang kalau Amel orang gila. Makanya Amel mengabaikan ucapan Rey dan pergi begitu saja. Ehh, mama tau gak? Rey juga bilang kalau Amel harus tanggung jawab, terus Amel jawab kalau Amel bersedia tanggung jawab kalau Amel hamilin dia. Lucunya, dia jawab kalau bersedia dihamilin sama amel. Kan yang hamil perempuan, bukan laki” ujar Caramel panjang lebar. Caramel menceritakan pertemuan pertamanya dengan Rey dengan raut muka yang kesal dan sesekali melempar busa di bathup mewah miliknya. Sebenarnya, kamar tidur milik Caramel sangat luas dan mewah jika bersih dan rapi, tapi pemiliknya aja yang terlalu malas merapikannya. “Itukan masih pertemuan pertama, kan kalian belum kenalan lebih mendalam lagi. Siapa tau setelah ini Amel merasa nyaman dengan Rey” ucap Gisella. “Idihh, ogah banget. Sebenarnya Amel gak mau dijodohin sama makhluk astral seperti dia, tapi karena mama sama papa janji kalau memang nanti Amel gak nyaman, perjodohan ini bisa dibatalkan” ujar Caramel. “Iya, mama sama papa tidak memaksa Amel kok. Kalau menurut Amel, Rey ganteng gak?” Tanya Gisella. “Kalau dari tampangnya yang songong itu, dia sih memang tampan dan fashionable banget. Dia pantas punya cewek banyak” jawab Caramel. “Tenang aja, sayang. Dia tidak punya pacar kok” ujar Gisella semangat. "Not My Bussiness alias bodo amat” ucap Caramel tidak perduli dan fokus membersihkan badannya. *** Caramel keluar dari kamar mandi dan berjalan menuju walk in closet yang terhubung dengan kamar mandi miliknya. Dengan balutan baju mandi dan handuk di kepalanya, dia berjalan santai menghampiri Gisella yang sibuk mencarikannya baju yang pantas untuk acara perjodohan dirinya dengan putra keluarga Moccasizo. “Nah, ini pas untukmu deh” ujar Gisella sambil tersenyum bangga melihat gaun yang dipilihnya. Gisella memilih gaun selutut berwarna hitam yang sederhana namun elegan dengan balutan mutiara di pinggang. Tidak hanya itu saja, namun di setiap titik dan sudut gaun itu, terselip sesuatu yang spesial sehingga membuatnya tampak mengkilap jika terkena cahaya. Sederhana namun tampak elegan dan mewah. “Terserah mama aja. Amel kan nurut” ujar Caramel dan duduk di depan meja rias khusus di walk in closet. “Ini aja. Cocok kok nanti, pasti Rey pangling liat Amel nanti dan langsung jatuh cinta”ucap Gisella . “Alahh. Lebay banget”jawab Caramel. Gisella menaruh gaun itu di meja berbentuk sofa dan menghampiri Caramel yang sedang bengong melihat dirinya di depan cermin. Gisella mengambil alat-alat make up yang sebenarnya sudah lama terpajang di meja rias ini namun tidak pernah disentuh oleh Caramel. Dengan telaten Gisella menyapukan kuas make up ke wajah Caramel agar terlihat cantik namun senatural mungkin. Selang beberapa lama, Gisella selesai merias Caramel dan tersenyum bangga melihat karyanya di wajah putrinya. “Finally. Udah cantik anak mama. Sekarang waktunya memakai gaun cantik di tubuh indahnya anak mama” ujar Gisella penuh semangat. Gisella memakaikan gaun hitam itu ditubuh Caramel yang hanya manut saja di pasangkan ini-itu oleh Gisella. Bahkan bisa dikatakan kalau saat ini Caramel seperti patung yang biasa digunakan untuk dipasangkan pakaian oleh seller. “Tuh kan, cocok di tubuh Amel. Kayaknya rambutnya di gerai aja deh” ujar Gisella. Gisella dengan semangat mondar-mandir, ambil ini-itu untuk merias anaknya. Caramel hanya bengong saja bagai patung. “Wahh, cantik banget anak mama. Bagaimana menurut kamu?” Tanya Gisella. “Biasa aja, malah kayak ondel-ondel” jawab caramel. “Berarti udah cantik dong. Ayo kita turun dan membuat semua orang terpana melihat penampilan Amel yang mengalahkan model internasional sekalipun” ujar Gisella dan kemudian mengajak Caramel turun ke tempat dimana kedua keluarga sedang berkumpul. Gisella dan Caramel keluar dari walk in closet. Dengan balutan gaun selutut sederhana nan elegan, rambut hitam semampai yang digerai, make up natural dan dengan flat shoes yang bukan sembarangan flat shoes, Caramel turun dengan biasa aja, namun beda halnya dengan Gisella yang terus sumringah. Saat sampai di undakan terakhir tangga, semua orang menyadari kehadiran dua perempuan yang baru saja terlihat setelah menghilang beberapa menit yang lalu. Semua orang berdiri dan menganga tidak percaya dengan seseorang yang baru saja mereka lihat. Terutama Rey yang menganga dan terpana, bahkan dia tidak percaya dengan seseorang yang baru saja turun dan memperlihatkan wujud aslinya yang tersembunyi. “Kalau memang Rey tidak mau dijodohkan dengan Caramel, aku mau kok!” ujar Juan tanpa sadar. “Awas aja!” jawab Rey dan Hera serempak. Apa mungkin Rey sudah jatuh cinta pada pandangan pertama?. Entah, hati siapa yang tau.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD