Bayi Kesurupan

1491 Words
Suara binatang malam memecah kesunyian malam, sedangkan bulan enggan menyinari gelapnya malam hingga menimbulkan kesan sunyi dan suram di desa tempat di mana keluarga Saman tinggal. Semilir angin memasuki celah-celah jendela kamar, hingga membuat tirai bergerak liar ke sana-sini. Udara dingin seketika menyelimuti seisi ruangan-ruangan kecil di dalam ruang yang hanya berdiameter kecil itu. "Cup-cup ... anak ibu, tidur, ya, Sayang," ujar Ayu sembari menggendong bayi kecil yang ia lahirkan beberapa bulan yang lalu, tepatnya tujuh bulan. Tak lama, Ayu menyanyikan lagu tidur untuk sang buah hatinya yang baru tujuh bulan lalu hadir di tengah-tengah keluarga dan melengkapi kebahagiaan keluarga kecilnya. Semilir angin berembus kencang hingga membuat dedaunan berserakan di halaman. Deru angin kian kencang hingga membuat suara-suara yang terkesan menyeramkan. Tak lama berselang, terdengar suara burung gagak yang mengelilingi rumah. Sontak hal itu membuat Ayu terheran-heran, semenjak ia melahirkan buah hatinya, tak jarang burung gagak bertengger di atap rumah milik keluarganya. Sudah beberapa kali, Saman berusaha untuk mengusir burung gagak itu, tetapi tak lama kemudian burung itu akan datang lagi dan kembali bersuara di sana. "Kenapa, sih, selalu ada burung itu selepas Maghrib," gumam Ayu yang merasa tak nyaman dengan adanya burung yang bertengger di atap rumahnya. "Pak, bisa tolong usir burung itu lagi?" pinta Ayu pada Saman yang kini tengah berada di ruang TV. Saman pun mendekat ke arah istrinya. "Tak coba dulu, ya, Bu," jawab Saman seraya berjalan ke luar rumah dan mencari keberadaan si burung gagak itu. Manik mata Saman meneliti sumber dari suara yang terus mengganggu keluarganya. Tak lama, ia melihat seekor burung hitam yang tengah bertengger tepat di atas atap rumahnya. Saman pun mengambil batu dan bersiap untuk melemparinya batu agar si burung gagak itu pergi dari rumahnya. "Pergilah burung!" teriak Saman dan melemparkan batu tepat ke arah si burung. Burung itu pun segera terbang dan tak lupa untuk kembali bersuara di atas udara. Kiak! Kiak! Kiak! "Ah, dasar, ada-ada saja. Bikin orang pusing," gerutu Saman sembari kembali masuk ke dalam rumah. Sementara itu, Ayu yang masih menggendong bayinya pun mendekat ke arah suaminya. "Gimana, Pak? Udah di usir?" tanya Ayu. "Udah, Bu. Bawa Sekar tidur, ini sudah malam," pinta Saman seraya melihat ke arah jam yang terletak di dinding rumah. Waktu telah menunjukkan pukul setengah delapan malam, sudah waktunya bagi seorang bayi untuk tidur lebih awal. "Iya, Pak. Ibu bawa Sekar ke kamar dulu," jawab Ayu. "Jangan lupa, Bu. Taruh kaca sama gunting di atas bantal bayi, kata Mbah Atma biar gak ada yang ganggu, Bu," ujar Saman mengingatkan. "Iya, Pak. Nanti aku taruh," jawab Ayu yang sudah berada di ambang pintu kamar. Ia berjalan ke dalam kamar, dengan perlahan-lahan ia meletakkan bayi Sekar ke dalam box bayi yang Saman buat sendiri dari kayu dengan kelambu berwarna senada. Bayi mungil itu terlihat tertidur dengan sangat damai. "Tidur, ya, Sayang," ujar Ayu seraya tersenyum manis melihat putri semata wayangnya terlelap. Ia membelai pelan rambut bayi itu. "Ah, iya, aku lupa meletakkan gunting dan kaca," gumamnya seraya mengambil gunting dan kaca di atas meja. Ayu meletakkan kedua benda itu di atas bantal bayinya, katanya itu dapat menjaga bayi dari gangguan mahluk halus. Setelah memastikan putrinya tertidur, ia segera beranjak dari box bayi menuju ruang tv guna menemani sang suami. Detik pun berganti menit, sudah cukup lama bayi mungil itu tertidur lelap. Kedua tangan mungil nan gemuk bergerak-gerak tanda bahwa sang bayi terbangun dari tidur, tetapi ia tak menangis melainkan hanya menatap langit-langit. Manik mata hitamnya tak berkedip ketika melihat sebuah sosok yang ada di langit-langit tepat di atasnya. Sosok wanita dengan rambut panjang tengah menggelantung tepat di langit-langit kamar. Wanita itu memutar kepalanya hingga 180°, kini wajahnya menghadap ke arah si bayi itu. Wajahnya hancur seperti tergerus aspal jalanan hingga sebelah matanya keluar dari tempat dan menggantung di wajahnya, darah hitam nan kental mengalir dengan deras dari luka-luka di tubuhnya. Kedua kakinya hancur, tubuhnya pun remuk, semua tulang belulang miliknya mencuat dari daging-dagingnya hingga sisa-sisa daging itu pun ikut menggantung. Tak jarang, belatung yang ada di tubuh wanita itu berjatuhan hingga mengenai tubuh sang bayi. Sekar yang saat itu hanyalah seorang bayi mungil tak terkejut melihat belatung yang menggeliat di sekitarnya, ia bahkan tertawa ketika sosok itu menjulurkan lidahnya. Tawa renyah keluar dari sang bayi, bagai mendapatkan sebuah mainan baru. Kedua tangannya bergerak-gerak karena senang, tanpa sadar telapak tangan mungilnya mengenai gunting dan kaca yang ada di sekitarnya. Ia menggenggam sisi tajam dari gunting, perlahan tapi pasti sisi tajam itu menggores telapak tangan bayi itu, hingga darah segar mengucur dari tangan mungilnya. Sontak, manik mata dari sosok yang berada di langit-langit itu membelalak. Mata merahnya berbinar-binar melihat darah segar bayi mungil itu. Ia melihat bayi itu bagaikan santapan yang empuk untuk mengambil energi yang besar. Sekar adalah bayi yang di lahirkan secara istimewa. Kelahirannya membawa sebuah misteri yang akan membuatnya menjadi seseorang yang istimewa. Bayi itu lahir membawa nasibnya sendiri, darah yang mengalir di tubuhnya mengandung pemikat para mahluk halus untuk mendekat. Terlebih, pantang baginya untuk terluka akibat benda tajam, itu akan membuat mahluk yang ada di sekitarnya akan mengincar dirinya, tentu dalam artian yang buruk. "Anak ... manis," ucap lirih wanita itu. Lidahnya menjulur seakan-akan tak sabar untuk mencicipi manisnya daging segar bayi itu. Ia menjatuhkan tubuhnya dari langit-langit dan berdiri tepat di samping box bayi. Tangan panjangnya ia ulurkan ke arah sang bayi, kuku tajamnya siap untuk mengoyak tubuh mungil nan rapuh itu. "Datanglah padaku, Anak manis," ucap sosok wanita menyeramkan itu. Perlahan-lahan, ia mulai menyentuh pipi mungil bayi itu dan tak lama kemudian, sosok itu terserap ke dalam tubuh sang bayi. Sementara itu, di ruang TV. Saman dan Ayu masih menonton TV bersama, semenjak kehadiran putri mereka, sepasang suami-istri itu pun jarang menghabiskan waktu bersama karena harus mengurus bayi dan pekerjaan secara bersamaan. Kini, mereka tengah menikmati acara malam di televisi sebagai ganti kebersamaan mereka. Brak! Namun, kedamaian itu terusik dengan suara benda jatuh yang berasal dari kamar bayi. Sontak kedua orang itu menoleh ke arah kamar yang tak jauh dari mereka dan hanya diterangi cahaya temaram dari lampu tidur. "Suara apa itu, Bu?" tanya Saman penasaran. "Aku juga gak tau, Pak." Ayu menjawab. Setelah bunyi pertama tak ada lagi suara benda-benda berjatuhan. Akan tetapi, tak lama kemudian. Oek! Oek! Suara bayi menangis dengan kencang pun terdengar dari kamar bayi yang sontak saja membuat kedua orang itu jadi khawatir. "Itu Sekar nangis, Bu. Takut ada apa-apa sama Sekar," pinta Saman pada istrinya. "Iya, Pak. Aku pergi dulu, lihat keadaan bayi kita," jawab Ayu seraya berjalan menuju kamar bayi untuk menenangkan bayinya. Kamar bayi itu tak begitu terang, hingga membuat pandangan ayu sedikit terhalang. Ia segera melangkah menuju box bayi guna melihat keadaan bayi yang ia lahirkan beberapa bulan yang lalu. Namun, sesuatu membuat Ayu terkejut. Bayi mungilnya tak ada di dalam box bayi. Hanya tersisa kain bekas gendongannya. ''Di mana Sekar? Bukankah dia tadi menangis?'' batinnya bertanya-tanya sambil mencari keberadaan Sekar. Ia mulai mencari Sekar di sekitar box bayi, takut jika bayinya terjatuh dari box bayinya. Akan tetapi, tak ada Sekar di sana, itu pun mustahil karena sisi box bayi itu tingginya mencapai setengah meter. Ayu mulai panik, ia mulai memikirkan hal yang tidak-tidak. "Pak! Pak! Ke sini!" teriak Ayu histeris, ia panik bukan main saat mengetahui anaknya tak ada di dalam kamar. Saman yang mendengar jeritan istrinya segera berlari menuju kamar bayi untuk memastikan apa yang terjadi. "Ada apa, Bu?" tanya Saman panik melihat istrinya yang juga panik. "Sekar, Pak! Sekar gak ada!" jawab Ayu histeris. "Apa?! Kok bisa? Tadi kan ada di sini, Bu!" Saman pun ikut panik melihat bayinya tak ada. "Bagiamana ini, Pak! Sekar diculik!" Ayu mulai menduga-duga karena kepanikannya. "Tenang dulu, Bu," pinta Saman berusaha untuk membuat istirahat tenang. Oek! Oek! Terdengar suara tangisan bayi dari penjuru kamar yang membuat kedua orang itu terkejut dan mencari sumber dari suara itu. "Itu Sekar, Pak." Ayu mulai berjalan mencari sumber dari suara itu. "Ayo kita cari, Bu. Suaranya gak jauh dari sini, dia ada di kamar ini," ujar Saman Kedua orang itu pun segera berjalan mencari sumber dari suara itu, suara tangisan bayi yang terdengar sangat dekat hingga mereka menduga bahwa sekar ada di lemari kayu tempat mereka menyimpan baju. "Mungkin ada di sana, Pak," ujar Ayu seraya menunjuk ke arah lemari kayu. "Aku cek dulu," ucap Saman seraya melangkah menuju lemari. Secara perlahan, ia membuka pintu lemari dan mencari keberadaan putrinya. Akan tetapi, tak ada tanda-tanda bahwa Sekar ada di sana. Suara tangisan itu pun menghilang dan membuat Saman semakin kebingungan. "Gak ada, Bu," ujar Saman. "Ya Tuhan. Di mana anakku," ucap Ayu ketakutan. Oek! Oek! Suara tangisan itu kembali muncul, terdengar sangat dekat dengan mereka. Ayu dan Saman segera melihat ke arah pojok kamar. Sontak mereka kembali dikejutkan dengan sebuah penampakan di sana. Bayi yang mereka cari, ada di pojok ruangan. Akan tetapi, itu bukanlah Sekar melainkan sosok wanita yang merasuk ke dalam tubuh bayi itu. Bayi itu berdiri tegap, padahal umurnya belum genap tujuh bulan. Manik matanya menatap tajam ke arah Saman dan juga Ayu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD