Nafkah

1550 Words
Carissa yang telah selesai mandi itu masih mengenakan jubah mandinya keluar kamar mandi, melongok kan kepalanya dari dalam seraya mengedarkan pandangannya seluruh ruang kamar. Tidak di dapatinya suaminya di sana. Kemudian masuk kamar khusus pakaian yang masih menyatu di kamarnya. Memilih pakaian yang akan di pakainya serta beberapa aksesoris seperti gelang atau jam tangan dan jepitan rambut. Hari ini Carissa akan pergi ke butik nya. Selain memang pekerjaannya di sana sebagai desainer juga ada meeting dengan salah kliennya. Carissa memakai baju blouse putih dengan ada kancing di ujung bagian lengannya, dan rok cokelat di bawah lutut sebagai bawahannya. Juga sepatu high heels hitam. kemudian sedikit memoles wajahnya dengan bedak, dan memberikan lipstik pink alami di bibirnya tipisnya. Setelah merasa penampilannya cukup, Carissa hendak keluar dari ruang ganti itu terdiam mengingat sesuatu seraya menatap kearah lemari pakaian. "Tas ku semuanya ada di rumah. Terus sekarang pakai apa? " gumam Carissa pandangannya mencari sesuatu mungkin dia membawa salah satu tasnya. Kemudian memilih keluar ruangan itu dan mengambil dompetnya di kamar. Setelah itu mencari keberadaan suaminya. Dengan langkah tenang, Carissa menuruni tangga loteng karena kamarnya yang berada di atas itu. Pandangannya celingukan di ruangan bawah tangga yang merupakan ruang tengah, tidak ada tanda keberadaan suaminya. Kemudian melangkah menuju dapur, benar saja dugaan jika Ghava tengah berada di dapur sedang memasak. Carissa berjalan sangat pelan, supaya tidak menimbulkan suara. Membiarkan suaminya fokus memasak. Sementara dirinya duduk di salah satu kursi makan yang menghadap langsung ke dapur. Menatap punggung yang lebar itu dengan memakai kaos hitam kebesaran dan celana training warna senada. "Masak apa? " tanya Carissa yang tidak bisa diam karena ingin bertanya. Berbeda dengan Ghava yang terkejut langsung menoleh, untung dia tidak melepas pegangan penggorengan yang tengah di pegangnya. "Mm..hanya omelet saja, sebab tidak ada bahan makanan lain di kulkas." sahut Ghava seraya tangannya membenarkan letak Kacamatanya, namun kemudian kembali membelakangi. "Oh.. Ya, enggak apa-apa. " balas Carissa mengangguk. Itu lebih baik daripada dirinya yang bahkan selama ini tidak pernah membuatkan sarapan. Carissa juga dapat makan apa saja. "Aku mau buat kopi, kamu mau enggak, Va !?" tanya Carissa menawarkan seraya bangkit dari duduknya kemudian berjalan ke pantry dekat meja bar yang bersebelahan dengan kitchen set. "Mm.. iya boleh." sahut Ghava menoleh sekilas pada Carissa yang kini tengah membuat kopi di mesin kopi otomatis. Carissa tersenyum ketika dia membawa dua cangkir yang telah terisi air kopi kemudian membawa ke meja makan. bersamaan dengan Ghava yang membawa omelet yang telah jadi. "Wah! Sepertinya omelet nya, enak. " ujar Carissa menatap omelet penuh minat yang di berikan Ghava padanya. Ghava tersenyum senang melihat reaksi Carissa dengan makanan yang dia buat. "Ah, iya. kamu enggak kerja? " tanya Carissa ketika baru saja menyiapkan sepotong omelet ke mulutnya. "Mm.. saya masih libur. Besok baru akan masuk. " jelas Ghava seraya mengusap lengannya canggung. Carissa hanya mengangguk seraya menikmati sarapannya. "Aku hari ini mau ke butik ya, ada meeting. Buat nanti acara fashion show juga bulan ini. " ungkap Carissa. "Iya. silakan. Perlu saya antar.. eh, mobil saya masih di rumah orang tua saya, " "Aku naik taksi aja, pulangnya bawa mobilku yang di tinggal di garasi di butik. " imbuh Carissa. Sementara Ghava hanya mengangguk, sesekali melirik Carissa yang telah menghabiskan sarapannya. "Biar aku yang cuci piring ya, " ujar Carissa ketika menyadari jika Ghava juga sudah menghabiskan sarapannya. Carissa bangkit dari duduknya membawa piring bekas miliknya kemudian hendak meraih piring bekas Ghava juga, namun mencegahnya. "Biar saya aja, kamu sudah rapi. " ujar Ghava segera meraih piring kotornya dan membawa ke wastafel. Carissa mengikutinya yang kini tengah mencuci piring bekas sarapan tadi dengan berdiri di samping Ghava. "Aku berangkat, ya!? " ujar Carissa pamit kemudian berjalan mendekati Ghava yang masih berdiri di dekat wastafel. Carissa mengulurkan tangannya untuk salim walaupun malah Ghava yang menatapnya tidak mengerti. "Aku sering lihat Mama salim ke Papa kalau mau berangkat. Malah cium pipi juga. " cerocos Carissa yang sukses membuat Ghava mematung. Dengan segera Carissa meraih tangan suaminya itu kemudian mencium punggung tangannya walaupun masih basah karena habis mencuci piring. "Untuk sekarang salim aja dulu, yang lainnya pelan-pelan. " timpal Carissa lagi tersenyum lucu. Sedangkan Ghava malah menegang, bahkan tubuhnya meremang ketika punggung tangannya itu di cium. Ada gelenyar aneh. "Kayaknya aku pulang malam, jadi makan duluan aja ya. " tambah Carissa lagi. "Iya." Carissa pun melangkah pergi, namun baru beberapa langkah Ghava memanggilnya. "Mm.. aku belum sempat memberikan..uang belanja !? " seru Ghava dengan nada ragu. Tangan meraih sesuatu di saku celana training nya. kemudian menyodorkan ponselnya pada Carissa yang mengernyitkan keningnya heran. "Mm.. tulis nomor rekening nya nanti aku transfer untuk bulan ini dulu. Soalnya dompet saya ketinggalan di rumah mama. " jelas Ghava. Carissa menatap Ghava kemudian beralih pada ponselnya yang kemudian dia mengambilnya untuk mengetik no rekening miliknya. "Padahal aku juga punya uang ?! " celetuk Carissa menatap Ghava serius. Karena selama ini Carissa tidak pernah mendapatkan uang dari siapapun termasuk orang tuanya membuatnya jadi asing karena sekarang ada yang memberinya uang untuk kebutuhan sebut saja itu adalah nafkah dari suaminya. "Iya... Sekarang kamu adalah tanggung jawab saya. " sahut Ghava membuat Carissa terharu. "Sebenarnya aku tidak ingin di beri uang oleh orang lain..." "Tapi saya suami kamu, tentu bertanggung jawab sepenuhnya dengan semua kebutuhanmu." ujar Ghava menyela ucapan Carissa yang kini malah diam tampak berpikir. kemudian ikut tersenyum saat melihat seulas senyum manis yang terbit di bibir suaminya itu dengan memperlihatkan lesung di pipi kirinya. Hatinya tersentuh dengan ucapannya dan jika boleh jujur mungkin sekarang dia mungkin sudah jatuh cinta pada suaminya itu. Apalagi memperlakukannya dengan baik. Suara deheman membuat Carissa menatap ke arah Ghava, ternyata dia malah tengah berkhayal tentang kehidupannya ke depan. Seraya tersenyum malu, akhirnya Carissa berlalu pergi. Namun ternyata diam-diam Ghava mengikutinya sampai depan rumah walau hanya melihat dari jendela. Setibanya di butik ternyata ketiga temannya sudah menunggunya yaitu Lira, Sindy dan Mira. "Nah, datang juga pengantin barunya!? " celetuk Lira yang duduk di sofa tunggal di ruang kerja Carissa. Perempuan yang mengepang rambutnya itu kemudian bangkit dari duduknya untuk menghampiri meja kerja Carissa. "Kapan kalian datang? Anak-anak tidak di bawa? " tanya Carissa menghampiri Sindy dan Mira yang masih di posisinya tadi duduk di sofa panjang. "Mungkir sekitar dua puluh menitan. Anakku lagi main sama omahnya. kalau anak Mira kan sudah masuk PAUD. " jelas Sindy. "Terus Kiano kemana Ra? " tanya Carissa pada Lira. " Lagi jalan sama tantenya. " sahut Lira yang kini telah duduk di kursi kerja Carissa. "Kalian ini ibu macam apa? Masa kemana-mana di tinggal anaknya. " tukas Carissa. "Anaknya enggak mau ikut, Sa. Terus gimana bulan madunya sukses? Katanya mau sebulan di sana, kok udah balik aja!?" cerocos Sindy. "Iya. beneran suami kamu anak konglomerat. Cucu pemilik hotel bintang lima yang ada di Jakarta dan Bali. " timpal Mira. "Dan.. orang tuanya pemilik perusahaan jam tangan terkenal di negeri ini. pantas aja ya teman kita ini mau sama anaknya walaupun culun. " celetuk Sindy lagi. "Terus.. maksudnya aku matre gitu? " sarkas Carissa mendelik ke arah Sindy. Carissa memang sempat bercerita tentang siapa sebenarnya suaminya itu ketika dirinya masih berada di Bali. "Ya, materialistis wajarlah. Toh cinta aja tidak cukup. " timpal Lira bangkit dari duduknya menghampiri ketiganya yang duduk di sofa panjang bertiga. "Cerita dong, pas kalian bulan madu gimana? Dia hebat enggak di ranjang? " tanya Mira v****r dengan tersenyum menggoda begitu juga Lira dan Sindy. "Hah? Mm.. itu.. " Ketiganya menatapnya intens Carissa karena penesaran mendengarkan cerita te tentang bulan madu pengantin baru. Namun justru Carissa yang malah salah tingkah, pasalnya memang antara dirinya dan Ghava hanya jalan-jalan biasa saja itupun terkadang sendiri-sendiri, bukan seperti pengantin pada umumnya. "Biasa saja sih. " "Bohong banget. Mana ada pergi bulan madu biasa aja apalagi tempatnya romantis, hotel bintang lima dengan fasilitas yang jangan diragukan lagi super mewah untuk memanjakan, apalagi pasangan pengantin baru. " cerocos Sindy. Carissa nyengir. "Kalian mengira aku dan Ghava seperti pasangan pada umumnya? Kita hanya sekedar jalan-jalan saja. " "Apa? " seru ketiganya serentak. "Jadi kalian belum begituan? " tanya Lira dengan gerakan tangannya memberi isyarat. Carissa menggelengkan kepalanya membuat ketiganya menganga tidak percaya. "Jadi kamu belum di kasih nafkah ya? " seru Sindy lagi prihatin. "Eh, sudah kok. Tadi pagi dia katanya mau transfer uang buat kebutuhan ku. Coba aku lihat. " ujar Carissa melihat ponsel yang dari tadi di pegangnya. "Bukan duit tapi nafkah batin. " seloroh Sindy. Namun dia juga ikut yang lainnya mencondongkan wajahnya untuk melihat layar ponsel Carissa yang tengah membuka pesan dari M-banking. keempat melotot melihat jumlah nominal transferan. "Lima ratus juta? " lirih Mira yang duduknya tepat di sebelahnya tidak percaya. "Hah? Iya!? " ujar Lira menganga. Carissa sendiri juga tidak percaya, sebab yang dia ingat Ghava memberikan uangnya untuk sebulan. "Hem.. anak orang kaya beda ya, langsung lima ratus juga. Gimana kalau udah di kasih servis sama kamu, ya!? " celetuk Sindy mengerlingkan matanya. "Hah? Servis..? " tanya Carissa menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Ck, ck, ck. Iyalah servis plus-plus untuk suaminya yaitu bobo bareng. " ujar Mira gemas pada temannya itu yang ternyata polos padahal Carissa sudah sering pacaran tapi tidak tahu apa-apa mengenai hubungan antara perempuan dan laki-laki dewasa. Namun Carissa hanya nyengir menanggapi semua perkataan yang frontal ketiga temannya itu. "Ternyata kalian pasangan serasi sama-sama polos. " timpal Sindy menggelengkan kepalanya. Berbeda dengan Carissa yang hanya tersenyum saja.

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD