Putus Lagi

1048 Words
"Carissa..sebaiknya kita putus !?" seru laki-laki yang tengah duduk sembari menegakkan tubuhnya di kursi di salah satu kafe di pusat kota. Pandangannya menatap perempuan yang sangat cantik yang di panggil Carissa, yang tengah duduk di hadapannya. Carissa meletakkan kembali cangkir berisi kopi yang hendak dia minum, pandangannya menatap lekat laki-laki di hadapannya yang berstatus pacarnya itu. Perkataan yang di lontarkan nya membuatnya malah terdiam dengan tangannya meremas keras gagang cangkir yang masih di pegangnya di atas meja, menahan hatinya yang tiba-tiba bergejolak. Ada rasa marah, sedih juga pertanyaan besar alasan pacarnya itu menemuinya karena ingin mengakhiri hubungannya. Namun entah kenapa malah terdiam , bahkan pandangannya sedikit buram karena ternyata air matanya mulai menggenangi kelopak matanya. "Sayang..aku minta maaf. Walau aku benar-benar mencintaimu..tapi restu orang tuaku tetap menjadi alasan kenapa aku memutuskan hubungan kita!?" cerocosnya seraya memegang kedua tangan Carissa. Carissa tersenyum getir melihat kekasihnya itu, terlebih mendengarkan penjelasannya tentang alasan memutuskan hubungan dengannya. "Aku akan membujuk orang tuamu, supaya merestui kita." ujar Carissa penuh harap. "Itu tidak akan berhasil, karena orang tuaku berpikir pasangan anaknya harus dari orang biasa.." "Aku juga hanya orang biasa, emang apa istimewanya dariku?!" "Keluargamu sangat jauh di atas keluargaku dari berbagai segi apa pun, Maaf.." "Baik. Jika itu keputusanmu? Kita PU-TUS!?" sarkas Carissa penuh penekanan. Kemudian bangkit dari duduknya dan segera berlalu keluar kafe dengan setengah berlari tanpa menghiraukan panggilan laki-laki itu. Carissa langsung masuk mobil merah miliknya, yang terparkir di depan Kafe. Setelah berada di dalam, dengan keras membanting pintu mobilnya. Kemudian melajukan mobilnya tanpa menghiraukan panggilan laki-laki yang baru keluar dari kafe yang tadi bersamanya. Dan lagi-lagi, dia harus putus dengan kekasihnya. Jika dulu dia sering putus hanya karena cara berpacarannya yang terlalu kolot. Tidak ada kontak fisik yang berlebihan, hanya sekedar pegangan tangan saja. Memang itu sudah menjadi komitmennya jika menjalin hubungan dengan laki-laki yang di pacarinya. Tetapi ternyata, semua laki-laki yang berpacaran dengannya, malah terkesan ingin bebas melakukan kontak fisik seperti berpelukan, ciuman atau bahkan tidur bersama. Tentu saja Carissa memilih mundur, dari pada harus mengubah pendiriannya. Akan tetapi kali ini, berpacaran dengan Rivan membuatnya merasa berbeda dan yakin hubungannya akan sampai ke pelaminan. Sebab Rivan benar-benar menjaganya dan menghargai komitmen yang dia buat. Keyakinan itu ternyata sirna juga, setelah kekasihnya itu memilih mundur sebab tidak dapat restu dari orang tuanya yang memang tidak setuju berpacaran dengannya apalagi harus ke jenjang yang lebih serius. Carissa tahu alasan orang tua Rivan tidak setuju karena perbedaan status sosial mereka. Rivan dari keluarga yang bisa di katakan dari kalangan orang biasa saja. Sedangkan Carissa dari anak keluarga berada yang terkenal memiliki beberapa perusahaan kosmetik yang tersebar di seluruh negeri. Kecewa, itu yang Carissa rasakan. Selama satu tahun menjalin hubungan ternyata tetap kandas juga. Walaupun sebenarnya bahkan dia belum berusaha untuk meminta restu, tetapi malah Rivan yang sudah memilih mundur. Mobil Merah yang di kendarai Carissa pun berhenti di depan rumah mewah dua lantai itu. Karena rasa kesal dan sedih bercampur aduk merasuki hatinya, setelah pertemuannya beberapa menit yang lalu dengan pacarnya yang baru memutuskan hubungannya, Carissa menutup pintu mobilnya dengan cukup keras, sehingga menimbulkan bunyi yang keras juga. "Loh, Sa. Kok sudah pulang? Katanya sedang jalan-jalan sama pacarmu!?" Tanya ibunya ketika Carissa melewati ruang tengah untuk menuju kamarnya. Dengan terpaksa, Carissa menghentikan langkahnya dan menoleh pada Mamanya yang tengah duduk bersama Papanya sambil mengobrol. "Jangan bilang kamu putus lagi!?" terka Papanya yang sedang membaca buku itu tanpa menoleh. Carissa hendak berucap, namun mengatupkan bibirnya karena tebakan Papanya memang benar adanya. "Eh, Benar Sa? Kamu putus.." "Iya!" Sarkas Carissa memotong ucapan Mamanya dengan nada kesal dan sedih. Kemudian dengan langkah cepat berjalan menuju kamar yang ada di atas. Mamanya menghela napas seraya melihatnya yang berlalu pergi dengan wajah yang memang tampak kecewa juga sedih. "Apa kita jadikan saja perjodohannya, Pa?" ujarnya dengan nada prihatin. "Tentu saja, daripada anak kita pacaran putus lagi dan lagi. lihatlah usianya, bukan lagi hanya untuk sekedar pacaran, kan!?" ujarnya menyimpan buku yang di pegangnya tadi ke meja kaca di depannya, kemudian melepas kacamata minus yang di pakainya. "Tapi, apa dia akan setuju? Mama khawatir Carissa tidak mau di jodohkan!?" ujarnya merasa tidak tenang. "Dia pasti setuju!?" sahutnya penuh keyakinan. "Kok Papa yakin begitu?" tanyanya penasaran pada suaminya. "Kita sudah membiarkannya memilih, tetapi dia gagal. Jadi, dia harus setuju dengan pilihan kita." Jelasnya tersenyum penuh arti. "Yah..mudah-mudahan Carissa setuju." "Pasti setuju. Dia sudah berjanji, jika tidak dapat membawa seseorang yang melamarnya berarti setuju dengan perjodohan. Lagi pula kita sangat mengenal keluarga Ghava yang dari keluarga baik-baik. Anaknya juga seorang pengusaha muda." cerocosnya. Perempuan yang merupakan Mamanya Carissa itu hanya mengangguk akan penuturan suaminya. Setelah mengobrol panjang lebar dengan suaminya, kemudian mendatangi anaknya yang berada di kamar. Usai mengetuk pintu kamar, Kemudian masuk setelah sang empunya mempersilahkan. Didapati anak semata wayangnya itu, tengah tiduran dengan selimut yang seluruhnya menutupi tubuh hingga wajahnya. "Kamu lagi nangis?" tanya Mamanya yang duduk di sisi ranjang. Carissa membuka selimut yang menutupi wajahnya, kemudian bangun terduduk dan menatap Mamanya. "Ya pasti nangis Ma. Aku pacaran dengan Rivan sudah satu tahun. lebih lama dari pacarku yang lain. Apalagi dia baik banget.." "Terus kenapa kalian putus?" potong Mamanya mengubah posisi duduk menghadap kearah Carissa yang tampak acak-acakan. Wajahnya sembab karena menangis, juga rambut panjangnya yang berantakan. "Orang tuanya tidak setuju, karena katanya aku dari orang berada sementara keluarga dari kalangan biasa." "Ya ampun! Hanya karena alasan itu orang tuanya tidak setuju? Bagus kamu putus. Mama tidak ingin juga punya besan dari orang biasa saja." ujar Mamanya dengan nada angkuh namun terselip rasa kesal. "Ih, Mama kok gitu? Aku lagi sedih karena malah berakhir begitu saja. Dia sama sekali enggak berjuang untuk menyakinkan orang tuanya. Memang aku salah kalau terlahir dari keluarga berada ?" Terdengar Mamanya menghela napasnya seraya merapikan rambut Carissa. "Keluarganya aneh, harusnya beruntung dapat bersanding dengan kamu yang cantik, pintar dan kaya. Ini malah nolak, pokoknya mama enggak terima. Jadi, jangan temui dia lagi." cerocosnya lagi dengan nada kesal. "Udah, enggak usah sedih mikirin laki-laki itu. Nanti Mama kenalkan dengan anaknya teman Mama." "Aku baru putus Ma. bisa nanti aja urusan itu!?" "Lebih cepat lebih baik supaya enggak mikirin mantan lagi." sarkasnya bangkit dari duduknya kemudian berlalu pergi. Carissa menghela napasnya kemudian merebahkan tubuhnya. Tangannya meraih ponselnya di bawah bantal karena berbunyi tanda ada panggilan masuk yang ternyata dari laki-laki yang sudah menjadi mantan kekasihnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD