Painting

950 Words
Saat ini, baik Drew ataupun Clara masih berdiam diri. Tidak da sepatah katapun keluar begitu saja sejak tadi, Clara bahkan tidak tahu saat ini ia harus berdebar atau merasa begitu terhina karna sejujurnya ciuman yang di lakukan Drew membuat hatinya merasa sedikit tergoda. Oh— apakah semudah itu jatuh cinta pada seorang pria yang berhati iblis? Clara harusnya mendalami semuanya lebih jauh atau ia harus siap merasakan sakit yang lebih totalitas.  "Kau sudah makan?" Mendadak suara dari sampingnya terdengar begitu pelan dan Drew terlihat sedikit berbeda. Clara mendelik lalu menunduk sejenak.  "Bagaimana aku bisa makan di jika kau—"  "Kita makan dulu."Ajak Drew membuat gadis itu kembali menatapnya lama. Tidak ada reaksi lebih saat ini, yang ada hanyalah suasana canggung hingga mobil itu berhenti di sudut restaurant mewah.  "Drew. Aku tidak bisa makan di tempat seperti ini, disini pasti mahal." Tukas Clara sedikit menolak sembari melihat suasana luar.  "Aku akan membayar makanan itu, yang penting kau tidak lapar. Anggap saja ini soal—" Drew menggantung kalimatnya, Ia tidak pernah berniat meminta maaf atas semua perlakuannya terhadap siapapun selama ini. Tapi Clara benar-benar mengganggu malamnya, Ia selalu merasa begitu bersalah.  "Sudahlah, makan saja."Sambung Drew kembali lalu menekan seatbelt untuk keluar lebih cepat.  "Drew, ini macet. Tidak bisa di buka." Clara merasa kesusahan saat berusaha melepaskan seatbelt  dan hal itu membuat Drew tersenyum tipis. Drew melewati tubuh gadis itu hingga Clara langsung mematung dan tampak kaku.  "Dasar gadis bodoh."Maki Drew pelan lalu menolehkan wajahnya ke arah Clara, mereka sangat dekat, tatapan mereka melebihi apapun dari biasanya dan hal itu membuat keduanya diam sejenak untuk menikmati masing-masing rasa kagum yang mulai tumbuh.  Perlahan, Drew seakan merasa terpanggil. Bagaimana bisa ia ingin mengulangi ciuman yang bahkan masih melekat di otaknya, pria tersebut semakin mendekat berusaha menggapai bibir Clara kembali.  "Drew, cepatlah."Clara mendorong pria itu, membuat semuanya begitu buyar hanya dalam beberapa detik. Drew langsung membuka pintu keluar dari mobilnya dan meninggalkan Clara disana. Ia merasa terabaikan.  "Bagaimana bisa dia menolak ku padahal, dia adalah gadis pertama yang aku cium. Sial—" Batin Drew menggeram tidak biasa karna sebuah penolakan. Ia menoleh ke arah Clara yang berjalan menunduk mengikutinya. Ia tidak memahami beberapa langkah dari Clara membuatnya sedikit ingin mendekat namun semua terasa sesak saat ia menjadi orang lain di depan teman-temannya.  Sampai dimeja makan pun, mereka masih canggung, tidak bisa lebih dekat hingga proses makan selesai berlalu begitu saja. Berjalan sangat lambat padahal cepat, tidak saling menatap padahal ingin, melakukan beberapa kegiatan yang tertahan untuk tidak saling mengungkapkan sampai akhir.  "Apa kau punya kegiatan lain Clara?" tanya Drew secara mendadak saat mereka sudah kembali ke mobil. Gadis itu menggeleng lalu memikirkan sesuatu hal.  "Setelah orang tua ku meninggal, aku bahkan seperti tidak punya tujuan."Balas Clara membuat Drew diam dan membasahi bibirnya untuk memahami sedikit saja kesedihannya.  "Kalau begitu ikutlah dengan ku."  "Tidak. Aku bisa—"  "Hany hari ini, lagipula kau baru saja pindah dari Stefano's school. Kau banyak sekali ketinggalan pelajaran kan?"Clara menatap mata Drew lalu mengangguk mengerti pada niat pria itu. Hanya saja ia tidak memahami bagaimana cara Drew bisa berubah seperti saat ini.  "Rahasiakan semua ini dari siapapun." Tukas Drew kembali sambil menyalakan mesin mobilnya untuk meninggalkan tempat itu dan menuju ke sebuah tempat dimana ia kadang-kadang berada untuk menenangkan diri.  •••• "Ini, dulunya adalah tempat dimana daddy ku melukis. Aku suka tempat ini dan kau bisa melihat-lihat jika ingin." Papar Drew setelah membuka satu tempat yang tampak cukup indah dan penuh dengan lukisan.  "Daddy mu ? Aku pernah dengar— dia dulunya adalah pelulis handal. Apa kau bisa melukis Drew?"tanya Clara membuat pria itu langsung menunjuk salah satu lukisan dari sekian banyak.  "Itu lukisan pertama dan terakhir ku, tidak terlalu bagus tapi aku menyukai itu." Clara tampak berpindah, memperhatikan sebuah lukisan seorang wanita yang menghadap belakang dengan tiga tangan seakan melukai tubuh kurus.   "Ini terlihat menakjubkan."Puji Clara sembari menyentuh bingkai lukisan itu sangat lembut. Ia seakan melihat dirinya yang memiliki rahasia, luka dan kehidupan yang sulit.  "Tidak untuk gadis itu, lukisan itu memiliki arti kesedihan Clara."Drew mendekat, berada tepat di belang Clara ikut melihat lukisan tersebut.  "Siapa gadis di dalam lukisan ini Drew?" Tanya Clara penasaran lalu memutar tubuhnya melihat lekat wajah pria yang hanya diam sambil mengangkat bahunya.  "Entahlah, yang jelas siapapun dia harusnya beruntung karna dia di lukis oleh ku."Drew tersenyum, Clara seakan hidup dengan orang berbeda. Oh ayolah apa dia bukan Drew? Atau seseorang merasukinya hingga ia cukup mudah bicara lebih sopan dan tersenyum ? Tapi, walaupun begitu rasa percaya dirinya tidak bisa hilang. Drew seakan sangat nyaman berada di dekat Clara, berbeda dengan gadis lainnya.  "Clara—"Drew menyentuh sudut leher gadis itu, menatapnya sangat dekat dan kembali mengecup pelan bibir Clara. Gadis itu terkejut bukan main dan langsung mendorong kuat tubuh Drew yang terasa begitu dekat.  "Ahh— aku tidak berniat menakuti mu, tapi....."Drew menahan nafasnya yang terasa begitu cepat, ia ingin mencium Clara lagi dan lagi, memeluknya dan mencuri kesempatan lebih terhadap gadis tersebut.  "Drew aku harus pulang." Clara menelan Saliva, Ia takut semua menjadi Boomerang dalam hidupnya. Ia cukup sadar diri siapa Drew dan siapa dia, bagaimanapun semuanya tidak harus terjadi lebih dari ini.  "Clara, tunggu!" Drew menahan lengan gadis itu, namun saat ini Clara merasa cukup. Ia tidak ingin larut dalam perasaan yang tidak seharusnya.  "Drew maaf, aku harap kau mengerti." Clara melepas tangannya yang terasa sedikit melemas lalu meninggalkan galeri lukisan milik Damon. Sementara Drew hanya diam menatap gadis itu, ia malu, belum memahami apapun saat ini.  "Sial, kenapa aku tidak bisa menahan diri." Drew mengusap wajah lalu memijat keningnya yang tidak terasa sakit. Pria itu memutar tubuhnya dan menghidupkan sebatang rokok, menghembuskan dengan kuat sembari mengingat sosok Clara.  Ia berbaring, membiarkan asap-asap yang keluar dari mulutnya seakan membentuk sesuatu yang mulai mengusik fikiran nya.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD