Bab 3 - Rencana

1025 Words
“Bagaimana? Apa yang harus kita lakukan sekarang?” suara khawatir Jasmine yang terdengar di tengah koridor rumah sakit—tepatnya di depan ruangan Bella dirawat, jelas membuat kedua pria yang berada di depannya melihat ke arahnya secara bersamaan. Terlihat dengan jelas, bagaimana raut wajah frustasi keduanya, terlebih raut wajah Dave yang sama sekali tak bersahabat. “kita tidak bisa memaksa Bella untuk mengingat masa lalunya. Hal itu hanya akan membuatnya sakit seperti saat Mike menginterogasinya seperti tadi. Untuk membuat Bella percaya jika kita adalah keluarganya pun, rasanya mustahil. Kalian tau sendiri, jika Bella tidak akan mudah percaya pada orang asing. Gadis itu, sulit dikendalikan seperti Ibunya—Sarah.” lanjut Jasmine dengan segala bentuk keprihatinan terhadap kondisi Bella, juga kondisi Dave yang teramat terluka karena insiden ini. Mereka berdua selalu saja dipisahkan oleh bermacam permainan takdir yang menyakitkan. Sampai-sampai dia berpikir, kiranya dosa apa yang dia lakukan di masa lalu sehingga membuat putranya menderita seperti ini? Bagaimana pun, Bella adalah satu-satunya wanita yang sangat berarti dalam hidup Dave sehingga tidak berdayanya Bella seperti saat ini, sudah seperti racun mematikan yang menggerogoti nyawa Dave dengan perlahan. Apalagi setelah bermacam rintangan yang berhasil Dave dan Bella lalui untuk bertemu kembali setelah dipisahkan begitu lama oleh kekejaman Elizabeth, rasanya kejadian ini akan membuat Dave mengalami gangguan pada pengendalian dirinya lagi. Sama seperti Dave yang kehilangan Bella kecil. “Tentunya kita harus membuat Bella berada di sekeliling kita, Jasmine. Jika membuat Bella tinggal di rumah kita tidak bisa kita lakukan, maka kita lah yang harus menyediakan tempat tinggal untuknya.” Peter mengutarakan hal yang dia pikirkan sejak tadi dan dia rasa rencana itu cukup untuk membuat situasi mencekam ini tetap aman terkendali. Selain untuk memantau kondisi Bella sampai Bella mengingat hal yang dilupakannya, dia pun harus memastikan Dave tak kehilangan akal sehatnya. “Bella harus tetap tinggal di rumahku. Rumah itu adalah satu-satunya tempat yang aman dan tepat untuk Bella selama masa pemulihan. Aku akan meminta Mike untuk meyakinkan Bella, karena saat ini Bella hanya akan percaya pada perkataannya.” Peter melanjutkan perkataannya begitu Dave hanya diam tanpa mengatakan apa-apa. Putra sulungnya itu, menatap dengan pandangan kosong disertai helaan napas berat yang terasa begitu mencekik. Mata sembab Dave yang menunjukkan bagaimana terlukanya dia dengan menangis tadi, seolah memberitahu jika dunia Dave telah dihancurkan kembali dan sulit untuk menatanya seperti masa kemarin. Dan hal itulah yang dia takutkan. Dia takut, Dave tidak bisa mengendalikan akal sehatnya karena rasa bersalah yang membuatnya menyalahkan dirinya sendiri atas insiden yang menimpa Bella kali ini. Jasmine setuju dengan perkataan suaminya. Namun, melihat Dave yang tak merespons apa-apa membuatnya lantas bertanya, “Lalu, bagaimana denganmu? Apa kau memiliki rencana lain?” Dave terkesiap. Jangankan untuk merencanakan bagaimana jalan hidup Bella dengan dunia barunya yang sama sekali tak mengingatnya, memikirkan bagaimana hidupnya esok dan seterusnya dia pun tak berdaya. Kehilangan Bella, adalah pukulan terberat yang membuatnya sulit untuk meraih tepian dan kembali pada pijakannya seperti semula. Tak tau harus merespons pertanyaan ibunya tadi bagaimana, Dave memilih bangkit dari duduknya kemudian pergi dari sana. Dia benar-benar kehilangan akal cerdiknya yang biasa mengatasi semua masalah dengan mudah. Perihal situasi yang dialaminya sekarang, dia benar-benar bergantung pada putusan ayahnya saja. Melihat kepergian Dave, Peter menghela napasnya pelan kemudian bangkit dari duduknya dan menghampiri Jasmine yang sejak tadi berseberangan dengan kursi yang didudukinya. Dia memeluk wanita itu dengan sayang, kemudian mendaratkan sebuah kecupan hangat di puncak kepala Jasmine untuk membuat Jasmine tenang sekaligus percaya jika semuanya akan segera baik-baik saja. “Situasi ini sangat sulit untuk Davio terima sekaligus Davio hadapi. Dia bingung harus melakukan apa, Jasmine. Oleh karena itulah, kita berdua yang harus mengambil langkah untuk hidup Bella setelah keluar dari rumah sakit ini.” “Ya, kau benar. Melihat sorot matanya saja, sudah membuatku merasakan bagaimana terlukanya dia sekarang. Baru saja dia bisa bersatu dengan Bella, Tuhan sudah menciptakan kilas perpisahan seperti ini lagi. Ini jelas sulit.” Jasmine memejamkan mata berairnya beberapa kali. Hal paling menyedihkan untuk seorang ibu, pastilah ketika melihat anak-anaknya terluka seperti ini. Peter melepaskan pelukannya kemudian mengusap lengan Jasmine pelan. “Jangan khawatir, Jasmine. Aku pastikan semuanya akan baik-baik saja. Sekarang, kau harus beristirahat. Aku akan menemui Mike sebentar untuk memberitahukannya rencana yang aku punya,” ucap Peter dan Jasmine jelas mengangguk setuju atasnya. “Baiklah.” Hanya jawaban itu yang Jasmine punya sebelum dia bangkit dari duduknya kemudian melangkah masuk ke ruangan kamar yang bersebelahan dengan Bella. Peter sudah menyewa kamar itu untuk menjadi tempat tinggalnya selama Bella dirawat karena dia sendiri yang meminta untuk tetap tinggal di rumah sakit agar bisa melihat Bella setiap saat dan membuat wanita itu tak kesepian. Setelah Jasmine masuk ke kamar itu, tinggallah Peter sendiri yang sedetik setelahnya melangkah pergi ke ruangan Mike berada. Saatnya, dia menyusun rencana untuk membuat Bella percaya akan kehidupan baru yang dia ciptakan. *** Dave kembali ke ruangan di mana Bella dirawat setelah dia menikmati kesunyian seorang diri. Hatinya, tiba-tiba saja menginginkan untuk berada di dekat Bella sehingga sudut gedung klub yang menjadi tempatnya selama beberapa jam terakhir bersama botol minuman yang membuatnya lari sekejap dari masalah pelik ini, pun dia tinggalkan. Dia sudah lelah berpura-pura kuat dan bisa lari dari masalah ini dalam waktu yang tak terhingga. Dia sudah bosan berada dalam bayang-bayang pelarian yang menyakitkan. Ceklek! Pintu itu berbunyi kecil kala dia membukanya perlahan dan sedikit mendorongnya agar bisa menyaksikan sosok wanita lemah yang terbaring di atas brankar karena kebodohannya. Sejujurnya, dia sangat tidak siap untuk bertemu dengan Bella dalam kondisi seperti ini. Dave yang Bella ingat itu, adalah sosok perfeksionis dan sempurna dalam segala hal kecuali siasat dan seni bela diri yang nyaris seimbang dengan kemampuan yang Bella miliki. Dan sekarang, Dave yang terlihat tak lebih dari seorang pecundang yang takut menghadapi masalah sehingga minuman memabukkan itu menjadi pelarian dari rasa sakit. “Siapa di sana?” Suara Bella yang tiba-tiba terdengar bersamaan dengan kelopak matanya yang terbuka sontak membuat Dave memutar tubuhnya sehingga menghadap pintu yang baru saja dibukanya. Sungguh, dia tak menyangka jika Bella masih terjaga dan memergokinya memasuki kamar. Sekarang, apa yang harus dia lakukan? Haruskah dia menghadap Bella dengan penampilannya yang memprihatinkan? Lantas, apa yang akan Bella katakan nanti tentang pertemuan pertama ini?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD