Part 1

1705 Words
Part 1 Cinta itu buta. Itulah kenapa banyak orang rela untuk berjuang mengatasnamakan cinta. **** Di sebuah Rumah Sakit kebanggaan warga Jerman, Sergio Hospital. Terdapat beberapa dokter hebat yang saling melempar obrolan. Kini, giliran bagi mereka yang beristirahat dari penatnya jam terbang di rumah sakit ini. Marcello Ar-Rasyid penanggung jawab rumah sakit ini, seakan tidak peduli dengan jabatan tingginya. Lelaki berusia 25 tahum tersebut terkenal akan keramahannya. Banyak media yang selalu memberitakan namanya dengan pemberitaan yang luar biasa baik. Marcello di percaya oleh Bian Sergio untuk memimpin rumah sakit peninggalan keluarganya. Karena lelaki itu malah sibuk dengan dunia barunya. Marcello tidak akan menceritakan tentang adiknya. Karena akan ada saat di mana adik ketiganya itu menjelaskan kepada semua orang apa yang dia lakukan selama ini, selain menjalankan berbisnis. Memang adik ketiganya sama dengan adik keempatnya. Diam-diam menghanyutkan. Tidak perlu Marcello kembali ceritakan bukan? Dia siapa dan dari mana? Tapi karena Marcello baik maka akan dia ceritakan dengan penuh hikmat. Marcello Ar-Rasyid. Anak kedua dari pasangan yang begitu membahana, siapa lagi jika bukan Rafael dan Raisa. Lahir 25 tahun lalu di awal bulan Februari di New York. Kota yang penuh duka bagi sang ibu. Karena lelaki yang menjadi ayahnya menyakiti sang ibu dengan tidak berperasaan. Beruntung ayahnya menyesali perbuatannya, kalau tidak. Mungkin kedua adiknya tidak akan pernah lahir ke dunia. Dan bisa saja ibunya menikahi lelaki lain, tapi sayang. Keduanya terlalu di b***k oleh cinta, makanya kembali dipersatukan dengan perjalanan yang begitu panjang. Lahir sebagai anak yang istimewa tidak membuat Marcello berbangga diri. Karena kecerdasan yang dititipkan padanya hanya lah sementara. Yang pasti, dia akan berusaha menjadi orang yang bisa bermanfaat bagi sekitarnya. Kembali pada permasalahan b***k cinta. Sepertinya, Marcello juga merasakan hal yang sama pada kekasihnya. Seorang wanita yang kini duduk di sampingnya. Dengan kerudung berwarna merah jambu, Alexa. Anak dari kerabat yang tidak sengaja di jumpai ayahnya saat mereka berbulan madu dulu. Tapi, pertemuan itu menjadi keberuntungan bagi Marcello karena keluarga Alexa memilih menatap di Jerman lepas penawaran kerja sama bersama dengan sang ayah. "Widih Pak Dokter, makin nempel aja saya lihat-lihat, kapan nih eksekusinya," ledek suara yang sangat Marcello kenali. Siapa lagi jika bukan Justin. Tenang dia bukan Justin Bieber atau kembarannya. Tapi, hanya Justin. Salah satu orang kepercayaan Marcello yang sama-sama berasal dari AOI dan lelaki yang masih single di usianya itu sahabat baik Marcello sejak dia pindah ke Jerman dan menjadi angota AOI. Kalian tahu bukan AOI? AOI adalah sebuah singkatan dari Association of Intelligence. Sebuah agensi seperti tentara bayaran yang juga melahirkan orang-orang IT hebat dan para Dokter hebat. Menjadi anggota AOI tidak mudah. Banyak sekali seleksi yang di lewati. Apalagi jika menjadi seorang AOI, mereka harus merahasiakan jati dirinya. Karena musuh AOI tidak bisa kita tebak bentukannya seperti apa. Yang pasti, mereka harus bisa merahasiakan dari orang yang tidak bisa mereka percaya. "Dikira tahanan kali eksekusi, doakan saja semoga tahun ini." Alexa yang sedari tadi diam menengok ke arah kekasihnya dengan mata melototnya. "Emang aku mau sama kamu?" ketus Alexa. "Tentu saja, siapa yang tidak mau dengan Marcello Ar-Rasyid?" tanya Marcello meledek kekasihnya yang selalu ingin dia nikahi setiap saat, tapi sayangnya selalu saja dia menahan diri karena tidak mau melangkahi saudara kembarnya. Marcello tahu, bagaimana perjuangan saudara kembarnya untuk bersanding dengan kekasihnya, Jesika. Tapi, selalu saja dapat penolakan yang menurut Marcello tidak masuk akal. Jika masalah pendidikan atau terlalu dini bukankah itu kembali pada pasangan masing-masing? Aneh sekali bukan. "Saya, Pak Dokter!" seru Justin diikuti para dokter lelaki yang lain. "Ye, saya juga gak mau sama kalian! Ya kali suka sama batang." Marcelle memutar matanya hingga menyambut gelak tawa lain. Alexa yang duduk dari samping hanya bisa menggelengkan kepalanya. Marcello memang selalu bisa membawa kehangatan bagi sekitarnya. Wajar jika terkadang Alexa merasa insecure. Marcello terlalu gemilang di matanya. Ditambah sikap ramahnya, kadang bisa menarik kecemburuan Alexa. Tapi, Marcello selalu meyakinkan dirinya kalau pikiran buruk tidak baik buat kesehatan. Maka dari itu, Alexa selalu menyerahkan semuanya pada yang maha kuasa. Berharap jika lelaki di sampingnya akan jadi seseorang yang menemani dia sampai akhir hanyatnya. "Tapi, Dokter Alexa. Dokter beruntung sekali mendapatkan Dokter Marcello. Kalau saya tidak punya suami saya tikung, Dok," ledek salah satu Dokter yang usianya di atas mereka. "Tapi, Dokter Marcello juga beruntung dapat Dokter Alexa yang ramah, baik hati bahkan penyabar. Saya yakin semua lelaki di rumah sakit ini, tertarik padanya. Saya kalau masih muda saya nikahi langsung Dokter Alexa. Tidak masalah jika saya harus pindah agama," penuturan lainnya membuat Marcello dan Alexa saling melempar senyuman. Ya, Marcello memang sangat beruntung, karena bisa bersama-sama terus dengan Alexa sampai usia mereka saat ini. Jika ibunya tidak ditakdirkan kembali dengan sang ayah, pasti Marcello tidak akan bertemu wanita yang begitu memikat hatinya ini. Jujur, Marcello punya alasan kenapa dia sangat jatuh hati pada Alexa. Dan itu rahasia yang akan dia ceritakan nanti. Sebab alasan itulah yang membuat Marcello yakin, jika Alexa bukanlah gadis lemah atau cengeng, melainkan gadia yang begitu mandiri yang pernah dia kenal. "Wahh, gak baik nih. Fix, Pak Dokter cepat nikahi. Sebelum di tikung sama yang lain." Justin memang sangat suka mengompori Marcello atau Alexa. Padahal, dia sendiri saja belum memiliki kekasih. Sama seperti Reno. Tangan kanan kakaknya. Dia juga masih single. Hidup mereka seakan mengabdi pada pekerjaan. Padahal, baik Marcello atau Marcelle keduanya tidak mempermasalahkan jika sesama agensi terlibat cinta lokasi. Namanya juga jodoh, datangnya suka tiba-tiba kaya tahu bulat. "Kalau jodoh gak akan ke mana, Jul. Mau dia lari ke benua antartika sekalipun. Yang namanya jodoh pasti balik lagi. Sekarang tinggal kamu nih, ngeledek orang bisa. Nah kamu kapan? Gak kasian sama umur?" tanya Alexa dan semua mata menatap Justin. Karena di antara mereka yang masih single hanya Justin. Yang lain sudah memiliki istri, atau bahkan pacar "Gak lah. Lagian kalau ada perempuan hidup saya nanti ribet. Tar, dikit-dikit minta ke sini lah ke sana lah. Ribet," kata Justin mengeluh sambil melahap makanannya yang tinggal sesuap lagi. "Wah, sembarangan ini anak! Gak semua perempuan seperti itu, Justin. Lihat saya dan Alexa? Apa kita perempuan kaya gitu?" tanya salah satu Dokter yang ada di sana. Marcello dan Alexa malah menikmati raut berpikir Justin sambil menghabiskan makan siang mereka. Karena tumben sekali hari ini mereka merasa lowong. Sebab, biasanya setiap jam makan siang ada aja pengganggunya, makanya mereka harus bisa menghabiskan makan sambil bersenda gurau. "Gak Bu. Makanya susah cari yang model kalian, pasti ujung-ujungnya sold out. Makanya say--" "Dokter, pasien kamar 102 kritis!" Tanpa menunggu lama, Justin berlari secepat kilat. "Nasib menjadi, Dokter." Marcelle dan Alexa mengangguk setuju. **** Jam menunjukkan pukul tiga sore. Dan biasanya keadaan rumah sakit terbilang sedikit senggang. Para Dokter silih berganti untuk bertukar jam kerja, begitu juga dengan para perawat dan staff keamaan yang ada. Marcello berkeliling rumah sakit untuk mengecek kondisi pasiennya. Biasanya dia ditemani oleh Justin dan Alexa. Tapi, karena keduanya tengah sibuk dengan pasien mereka, jadilah Marcello keliling sendirian. Di suasana yang tenang seperti saat ini, terkadang membuat Marcello sedikit berpikiran buruk. Pernah sekali rumah sakit begitu sepi, sampai para dokter ada waktu bercengkrama lebih panjang. Eh, tiba-tiba alarm memanggil mereka dan ternyata banyak sekali pasien menunggu mereka karena kecelakaan beruntun dan kalau Marcello tidak salah ingat itu kejadian tiga bulan lalu. Dan kejadian itu benar-benar membuat rumah sakit seperti pasar. Marcello selalu berdoa semoga orang di luar sana selalu menjaga kesehatan serta keselamatan mereka. Karena, pada dasarnya di rumah sakit itu tidak mengenakan. Bahkan dia selalu mewanti-wanti keluarganya. Silih berganti ruangan sudah dia kunjugi. Kini saatnya Marcello melihat ruangan Intensive Care Unit (ICU). Biasanya ruangan ini digunakan untuk menangani pasien yang datang dalam keadaan kritis untuk ditangani secepatnya oleh para dokter yang berjaga. Di dalam ICU biasanya terdapat beberapa bagian penting, seperti Intensive Cardiac Care Unit (ICCU) merupakan unit penanganan bagi pasien yang mengalami permasalahan jantung, untuk ditangani serius di sana. Lalu ada, Neonatal Intensive Care Unit (NICU) adalah ruangan untuk menangani bayi baru lahir, yang mengalami kondisi tidak baik, prematur atau gejala-gejala lain yang memerlukan perawatan dan perlakuan khusus. Terakhir ada Pediatric Intensive Care Unit (PICU) adalah ruangan perawatan khusus pasien anak-anak yang butuh penanganan intensif. Nah melihat ruangan ini agak renggang, karena beberapa pasien sudah di pindahkan ke ruang perawatan mereka masing-masing. Membuat Marcello sedikit bahagia, karena perlahan-lahan pasiennya membaik. Sedih rasanya melihat mereka yang berjuang di ruangan ini, Rasanya hatinya sakit melihat mereka-mereka yang berjuang untuk sehat kembali. Itulah kenapa Marcello selalu mewanti-wanti keluarganya. Mungkin beberapa penyakit yang ada akan sembuh dengan totalitas mereka dalam meminum obatnya. Tapi, kalau tua itu agak sulit. Karena itu sudah masanya mereka di posisi tua, tinggal bagaimana cara mereka menjaga pola hidup yang sehat supaya kondisi tetap stabil walau usia telah menua. Karena pada akhirnya semua manusia akan kembali ke jalannya, yaitu kematian. Dan itulah akhir dari sebuah perjalanan manusia. Selama kita bisa menjaga tubuh ini, bukankah harus kita lakukan bukan? Saling menyapa dokter yang ada di sana sambil bercengkrama. Marcello malah lupa waktu di sana. Karena memang di situasi seperti sekarang patut di syukuri, karena tandanya orang di luar sana menjaga keadaan mereka dengan baik. "Tapi Pak Dokter, usahakan jangan bilang 'kok sepi banget ya ini tempat' karena saya yakin pasti setelahnya akan ramai nanti. Ya, semacam doa tidak sengaja gitu," kata salah satu dokter bagian jantung yang siaga di sana. "Betul si, kad--" belum sempat melanjutkan pembicaraannya. Marcello mendengar suara yang tidak asing di telinganya. "Please...Help!!!" Semua orang berlari keluar termasuk Marcello yang mencova berpikir positif dan tidak mengambil kesimpulan sendiri terhadap suara yang dia dengar barusan. Deg! Jantung Marcello berdegup dengan sangat kencang, wajahnya sudah pucar saat melihat wanita yang bajunya penuh dengan noda darah, tengah berbincang dengan salah satu dokter. Lama berdiri menatap wanita di depannya Marcello kini melangkahkan kakinya mendekati wanita itu. "Saya butuh beberapa mobil Ambulance, tadi saya juga sudah menghubungi rumah sakit lain untuk membantu jika sekiranya rumah sakit ini tidak bisa menampung, banyak korban di sana. Gak ada wak--" "Bella?" ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD