Bab 6. Hasrat Arya

1014 Words
"Jadi gini, Nak. Papi dan Tante Andira udah kenal lama banget, jadi kita itu teman. Nah karena kami teman Papi yang minta buat Tante Andira panggil seperti biasanya saja, karena Papi lebih nyaman seperti itu. Leon nanti juga kalau sudah sekolah dan banyak teman pasti akan ngerti. Disekolah nanti tidak ada yang panggil Den seperti mbak Arum dan Mbok Narti, Leon paham, kan?" tanya Levan setelah menjelaskan dengan kalimat mudah. "Oh, jadi karena teman ya, Pi. Bukan pacalan, kan?" "Ya ampun, siapa lagi yang ajarin bahasa pacaran? Sepertinya Oma ngajarin kamu terlalu banyak, untuk sementara kamu jangan main ke rumah Oma dulu. Papi gak suka kalau Oma mengajari hal-hal yang belum seharusnya, ingat Mbak kalau Mama ke sini dan mau bawa Leon suruh telepon saya dulu." Levan menatap ke arah Mbak Arum untuk melihat jawabannya. "Baik, Tuan." "Papi gimana sih, kan Oma lagi di lual negli, gimana mau ke sini. Papi belum tua udah pikun, gitu kata Oma bilang sama Opa kalau Opa suka lupa." Levan menepuk jidatnya, dia benar-benar tidak habis pikir dengan ajaran yang di berikan Mamanya. Levan tidak suka juga putranya terkontaminasi dengan bahasa-bahasa yang belum seharusnya dia tahu. Padahal Levan sudah sering kali mengingatkan Mamanya untuk tidak bicara sembarangan saat bersama Leon. "Itu akan jadi tugasmu Andira, aku mau kamu mengajarkan Leon tentang etika dan attitude yang baik. Aku percaya kamu pasti bisa," ucap Levan beralih pada Andira. "Iya, Kak. Kebetulan aku pernah ikut kursus untuk mengajar anak-anak etika, karena aku awalnya berniat untuk mengajar PAUD saat lulus SMA. Tapi belum tercapai karena keburu menikah," sahut Andira merasa yakin bisa mempraktekkan ilmu yang pernah dia dapat. "Baguslah kalau begitu, sudah ayo kita makan. Aku sudah mulai mengantuk, ayo Leon habiskan makanannya terus kita tidur siang." "Siap, Papi." Leon pun kembali membuka mulutku dan Arum sang suster dengan sigap kembali menyuapi Leon. Setelah mereka selesai makan, Levan pamit untuk kembali ke kamar bersama Leon. Sementara Andira bersama Arum duduk di sofa ruang tengah, Arum yang diminta Levan untuk menjelaskan apa saja tentang Leon tadi. "Apa tidak ada pantangan Leon makan apa gitu, Mbak?" tanya Andira setelah Arum selesai menjelaskan. "Tidak ada, selama ini dia makan apa saja kok." "Oh gitu, baiklah akan saya ingat apa saja yang boleh dan tidak. Terima kasih ya, Mbak." "Sama-sama, Dira. Kalau begitu saya ke dapur dulu ya," pamit Arum seraya berdiri. "Iya, Mbak. Saya ke kamar tidak apa-apa, kan? Soalnya belum beres-beres tadi." "Iya gak apa-apa, kalau Den Leon tidur siang kita bisa istirahat." Arum menyahuti sambil berjalan menuju ke arah dapur. Andira beranjak dan menuju kamarnya, saat Andira berjalan ke kamarnya Arum berbalik dan melihat ke arah Andira dengan senyum yang terlihat aneh. "Kapok, kalau kamu sampai kasih kacang ke Den Leon. Pasti kamu akan langsung diusir dari sini, enak saja mau menggantikan pekerjaanku di sini. Aku yakin kalau dia sudah akur dengan Den Leon pasti aku akan diberhentikan dari sini, tadi saja aku terus yang di salahkan Tuan Levan." Arum menggerutu sendiri, lalu berbalik dengan senyum puas. Sementara itu, Andira masuk ke kamarnya. Dia duduk di sisi tempat tidur dan menatap sekeliling, Andira tidak menyangka dalam waktu singkat dia berada di tempat asing meninggalkan rumah yang dahulu diharapkannya bisa membawa kebahagiaan. Jika mengingat bagaimana dulu Arya begitu terobsesi padanya dan menentang keluarganya sendiri, Andira tidak akan percaya jika Arya sudah menghianati dan mengusirnya dari rumah. "Mas Arya, apa perjuangan yang dulu kamu lakukan hanya sebatas ini. Kamu bahkan tidak bisa menolak rayuan wanita lain, aku benar-benar tidak menyangka kamu akan setega ini. Hatiku sakit, Mas." Andira kembali meneteskan air matanya teringat perbuatan Arya dan Safira. Di rumah Arya, setelah kepergian Andira sepasang kekasih atau lebih tepatnya pasangan selingkuh itu langsung berpelukan. Safira sangat senang karena berhasil mengusir Andira dari rumahnya, Safira yang selama ini hanya bisa menahan rasa iri dengan keberuntungan Andira yang bisa menikahi pria kaya seperti Arya. "Aku seneng banget, Mas. Kamu lebih memilih aku daripada andira," ucap Safira manja dengan merangkulkan tangannya dileher Arya. "Sudah pasti, Sayang. Aku pasti akan lebih memilih kamu, mau tau alasannya apa?" "Aa tuh, Mas?" "Karena kamu bisa memuaskanku di atas tempat tidur, kamu tau apa yang aku mau. Kamu selalu kreatif dengan bermacam gaya, sangat berbeda dengan Andira. Dia hanya bisa berbaring seperti patung, mana bisa puas dengan layanan seperti itu. Aku ini pria normal, aku suka melakukan berbagai adegan. Tapi Andira itu selalu saja menolak jika aku suruh dengan gaya macam-macam, lama-lama aku bosan." Arya mengungkapkan alasannya tidak menyukai Andira, yang tidak bisa memuaskan fantasi seksnya. "Jadi dia cuma berbaring ssja, Mas. Dikira lagi main sama gedebong pisang kali. Hahaha," tawa Safira pecah membayangkan apa yang dilakukan Arya dan Andira di tempat tidur. "Nah itu dia, berbeda dengan kamu. Yang selalu bisa bermacam gaya, aku jadi kepingin, Sayang. Sekarang kita bisa main kapan saja tanpa takut lagi," sahut Arya membuat Safira tersenyum bahagia. Arya pun melumat bibir Safira, yang langsung dibalas dengan liar oleh Safira. Arya meremas buah d**a Safira yang masih tertutup sempurna. Perlahan Arya membuka kancing blouse Safira, lalu meluruhkannya di lantai ruang tamu itu. Tidak lupa Arya membuka pengait bra Safira, membuat buah d**a Safira terbuka tanpa penghalang lagi. Tidak tinggal diam, Safira pun melakukan hal yang sama. Dia membuka kancing kemeja Arya, dengan bibir yang masih tertaut. Arya mengangkat rok mini Safira, dan meremas b****g kenyal Safira. Lenguhan suara Safira mulai terdengar, keduanya tidak perduli jika sat itu mereka berada di ruang tamu. "Auhh, Mas Arya!" lengguhan penuh kenikmatan keluar saat bibir Safira lepas dari bibir Arya. Bibir Arya kini berpindah di d**a Safira, dengan ganas dia mulai menghisap bak bayi yang sedang kelaparan sampai terdengar bunyi berdecak. Arya mendorong tubuh Safira ke atas sofa, kini dia duduk jongkok di hadapan Safira. Arya melepaskan rok dan penutup terakhir bagian bawah Safira membuat Safira benar-benar polos tanpa sehelai benang pun. Arya kembali menghisap p****g di d**a Safira bergantian, jemarinya juga tidak mau tinggal diam. Arya mulai meletakan jarinya di bagian intim Safira, menggesek-gesek milik Safira yang mulai basah. "Tunggu, Mas. Apa kita mau main di sini? Kalau ada tamu yang datang bagaimana?" tanya Safira menghentikan aksi Arya yang semakin liar.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD