02 : Dua Hati yang Mendekat

1326 Words
“Pagi ….” Sapaan manis itu membuka hari Sri dengan indah. Gadis itu tersenyum sumringah menyambutnya. Tentu saja yang menyapanya manis adalah Arraja. Sejak kedatangannya, hanya cowok itu yang bersikap ramah padanya. Yang lain cenderung arogan, kecuali Tuan Abidin yang bersikap netral padanya. “Pagi juga, Den,” sahut Sri sopan. Sebelah alis Arraja naik mendengarnya. “Mengapa manggil Den? Emang harus manggil begitu?” Wajah Sri berubah jengah, dia enggan mengatakan bahwa Nyonya Emmy yang memintanya memanggil Arraja seperti itu. Majikannya itu protes saat pertama kali bertemu, Sri memanggil Arraja dengan sapaan ‘Mas’. “E-enggak sih. Cuma kan memang biasanya manggil seperti itu,” ucap Sri beralasan. “Siapa bilang? Saya suka kamu memanggil saya seperti yang lalu. Mas Raja.” Pipi Sri merona di bawah tatapan mesra Arraja. Mengapa cowok itu menatapnya seperti itu? Dia tak percaya Raja menyukainya. Pemuda setampan dan sekaya Arraja, pasti banyak gadis yang memperebutkan cintanya. Tak mungkin pemuda itu menyukai gadis sederhana sepertinya. Cuma tatapannya itu loh … hati Sri berdesir menyadarinya. “Sepertinya tak pantas. Sa-saya bukan siapa-siapa Den Raja,” kilah Sri yang khawatir dimarahi Nyonya Emmy jika menuruti permintaan Arraja. Sri terhenyak ketika mendadak Arraja mendekat padanya, hingga wajahnya nyaris tak berjarak darinya. Spontan dia mundur dengan wajah merah padam. “Apa kamu ingin saya jadikan siapa-siapa saya supaya mau memanggil saya ‘Mas’?” cetus Arraja dengan mata bersinar hangat. Sri semakin gugup dibuatnya. “Jangan bercanda, Mas.” “Apa saya terlihat bercanda?” tanya Arraja manyun. Meski sorot matanya hangat, dia terlihat serius. Sri jadi salah tingkah. Tak sadar dia menggeleng. Tak mungkin! Dia mengusir pikirannya yang melalangbuana ingin dihalalkan oleh pemuda tampan kesayangan keluarganya ini. “Saya serius,” ujar Arraja seraya kembali memajukan wajahnya. Dia menatap lekat gadis manis yang tengah kelabakan akibat ulahnya. “Sangat serius! Bersedia menikah dengan saya?” *** Tentu saja Sri tak menganggap serius lamaran Arraja padanya, itu juga kalau layak disebut lamaran! Cowok itu suka main-main dan sangat kekanakan. Maklum anak bungsu, dia sangat dimanjakan oleh seluruh keluarganya. Tak sadar Sri mencuri pandang ke arah Arraja yang tengah tiduran di pangkuan ibunya. Nyonya Emmy mengelus rambut pirang Arraja dan menatapnya penuh kasih sayang. “Mi, di dunia ini siapa yang paling Mami cintai?” celetuk Arraja tanpa membuka matanya yang sedari tadi terpejam akibat buaian ibunya. “Tentu saja kamu, Sayang. Masih perlukah ditanyakan?” sahut Nyonya Emmy sembari mencubit gemas hidung mancung Arraja. Arraja membuka matanya dan menatap ibunya dengan mata berbinar. “Jadi Mami mau, kan, mengabulkan semua keinginan Raja?” “Bukannya selama ini begitu? Kamu mau apa toh? Pasti ada maunya nih!” Arraja tersenyum manis pada ibunya, namun diam-diam dia melirik Sri dengan ekor matanya. Sri terkesiap. Apa maunya cowok itu? Tak sadar telinga Sri ikut siaga mendengar percakapan itu. Mereka semua berada di ruang keluarga. Sri tengah menyuapi Tuan Abidin buah pisang yang dikeroknya halus menggunakan sendok. Tuan Abidin mengamati keluarganya dari atas kursi rodanya yang terparkir di samping sofa. “Raja pengin nikah, Mi!” Nyonya Emmy yang baru menyesap kopinya langsung tersedak. Cangkirnya nyaris jatuh, untung Raja menangkapnya sebelum cangkir berisi cairan hitam pekat itu mengguyur wajahnya. “Astaga, jangan bercanda, Nak! Mami sampai kaget begini loh,” omel Nyonya Emmy gemas. Wanita bertubuh tambun itu mengelus dadanya, lantas mengacak poni Raja gemas. “Raja gak bercanda, Mi. Raja serius!” tegas Arraja. Sekali lagi dia melirik penuh arti pada Sri. “Sembarangan aja, Dek. Memang kamu mau nikah sama siapa? Pacar saja gak punya!” ledek Santi pada adiknya. Santi adalah janda muda yang bercerai dari suaminya walau baru menikah setahun. Sungguh usia pernikahan yang amat singkat. “Ada, dong. Mbak gak usah khawatir. Calon Raja sudah ada kok. Tinggal kalian kasih izin gak?” pancing Arraja. Sekali lagi Nyonya Emmy menoyor kepala anaknya. “Kamu ngelindur toh?” Merasa tak dituruti kemauannya, Arraja merajuk. Cowok itu bangkit berdiri dan menatap geram pada ibu dan kakaknya. “Pokoknya Raja mau nikah. Kalian restui atau gak, Raja tetap akan nikah!” Setelah mengucapkan ultimatum itu, Arraja melangkah pergi meninggalkan keluarganya yang melongo lebar. “Dia lagi kesambet toh?” gumam Santi. Sri yang sedari tadi mengamati dalam diam hanya menghela napas panjang. Tak mungkin! Raja tak mungkin nekat melakukan ini demi dirinya. Pasti cowok itu mengincar gadis lain sebagai calon istrinya! “Kamu siap-siap saja. Dia mengincarmu.” Sesaat Sri mengira dia salah mendengar. Tak mungkin Tuan Abidin yang memperingatkannya dengan wajah datarnya. Namun kemudian lelaki itu menoleh padanya dan mengulangnya. “Saya serius, Sri. Dia mengincarmu!” Sri hanya tersenyum canggung. Jujur dia bingung menanggapi informasi itu. Haruskah dia senang? Atau was-was? *** Sri baru saja merebahkan diri ke ranjangnya ketika mendengar ketukan di pintu kamarnya. Apa Tuan Abidin membutuhkan dirinya? Buru-buru dia mengenakan mantel untuk menutupi dasternya yang agak tipis. Sri membuka pintu kamarnya setelah merapikan dirinya. “Ada apa, Mas?” tanyanya begitu melihat Arraja berdiri di depan kamarnya. “Saya serius! Saya ingin menikahimu.” Pernyataan gamblang itu membuat Sri melongo. Dia tak sanggup berkata apa-apa. Raja gemas melihatnya, dia mengulangi perkataannya lebih lantang. “Kamu tak percaya? Saya akan menikahimu! Saya ….” Khawatir ada yang memergoki, tanpa berpikir panjang Sri menarik Raja dan membawanya masuk ke dalam kamarnya. Dia jadi kikuk ketika menyadari mata Arraja berbinar-binar menatapnya mesra karena menganggap Sri telah mengiyakan lamarannya. “Saya tahu, hatimu tergerak oleh saya. Hati kita saling mendekat. Kamu mau saya nikahi, kan?” Sri menelan ludah kelu. Bukan dia tak suka Arraja, sebenarnya dia juga tertarik pada pria tampan ini. Namun masalahnya semua ini terlalu mendadak. Dia tak siap dengan segala resikonya. Bagaimana jika mereka semua tak menyetujui dirinya menjadi pasangan Arraja? Lantas memutuskan untuk memecatnya saat ini juga! “M-mas ini … terlalu mendadak. Kita baru kenalan,” ucap Sri hati-hati. Dia tak ingin menyakiti hati Arraja, tetapi juga tak berani bertindak gegabah mengiyakan keinginan mendadak cowok itu. Raja merengut mendengar penolakan halus Sri. Dia tak suka ditolak, oleh siapapun! Selama ini semua keinginannya selalu terpenuhi. Mengapa saat dia begitu yakin akan keinginannya, semua orang terkesan menghalanginya? “Gak ada kata terlalu cepat untuk cinta! Kecuali ….” Arraja menatap memelas pada Sri seperti anak kecil yang memohon mainan kesayangannya dikembalikan. “Kamu gak suka saya.” Arraja membalikkan tubuhnya, memunggungi Sri … menghadap pada tembok. Cowok itu menempelkan keningnya di tembok dengan ekspresi sangat memelas. Sri jadi tak tega melihatnya. Tangannya terulur, menyentuh bahu cowok itu. “Bukan begitu, Mas. Saya ….” Sri terkesiap saat mendadak Arraja berbalik dengan cepat dan memeluknya erat. Perubahan emosi Raja sungguh tak terduga. Sebentar sedih, di detik berikutnya sangat senang. “Terima kasih kamu telah menjawab cinta saya! Saya yakin kamu suka saya dari pandangan pertama, kan?” Jujur, memang dia suka Raja saat bertemu pertama kali. Siapa yang tak suka melihat pemuda tampan dengan senyum hangat menyambut kita? Namun Sri belum bisa memastikan perasaannya. Apakah itu cinta? Masih terlalu dini. “Saya memang suka, Mas. Tapi ….” “Ayu. Saya akan memanggilmu seperti itu mulai sekarang. Namamu Sri Dewi Ayu, kan? Ayu sangat cocok menjadi namamu daripada Sri,” cengir Raja. Dia tak sadar sering memotong pembicaraan orang. Dasar! “Hm, terserah Mas,” sahut Sri pasrah. Namun kepasrahannya diartikan lain oleh Arraja. Cowok itu menjentikkan jarinya dengan antusias. “Baik, terserah saya, kan? Mulai sekarang kita jadian, Yu. Kamu ….” Arraja menunjuk d**a Sri sembari tersenyum manis. “Adalah kekasih saya, calon istri saya.” Sri sontak ternganga lebar. Bukannya dia hanya pasrah masalah nama panggilan? Bukan hal yang lain. Namun sekali lagi dia tak sempat memprotesnya. Arraja membungkam mulutnya dengan ciuman manis. Bibir kenyal pria itu melumat bibirnya dan memagutnya penuh gairah. Ini ciuman pertamanya. Sri terbuai. Akal sehatnya melayang. Tak sadar dia mengiyakan permintaan Arraja, walau awalnya dia berniat menolaknya secara halus. “Jadilah istriku, Ayu. Kamu mau, kan?” Sri mengangguk malu. Dia tak tahu anggukannya itu akan berbuah penderitaan baginya di kemudian hari. Bersambung.

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD