PART 1

1749 Words
Happy Reading  - Adira tampak memijit pelipisnya setelah berjam-jam memandangi setumpuk berkas yang kini menyisakan sedikit. Ini adalah tugas yang setiap hari harus ia kerjakan tanpa henti. Baginya bekerja adalah hidupnya. Sehingga ia tidak pernah meninggalkan pekerjaan sedikitpun walaupun ia merasa lelah.             Terdengar suara pintu terketuk dari dalam ruangan Adira. Pintu pun terbuka dan menampilkan seorang perempuan dibalik sana. Kaki jenjang, tambut panjang, wajah yang memiliki paras cantik serta badan yang proporsional itu masuk ke dalam ruangan pribadi milik Adira. “Bapak ada temu janji jam sepuluh pagi dengan klien dari J.Y Companny di Restaurant Roasted Beans nanti,” ucap perempuan itu dengan lembut pada atasannya.             Adira mengangguk, ia melirik jam tangan yang melingkar tepat pada tangan kanannya. Ia menghela saat melihat jam yang sudah menunjukkan pukul sembilan pagi. Ia pun mendongak dan menatap sekretarisnya itu, “Siapkan semua berkasnya sekarang lalu beri pada Arsen,” perintah Adira pada Zayna Olivia selaku sekretaris pribadi Adira.             Zayna mengangguk paham. Bukannya meninggalkan ruangan Adira, Zayna malah berjalan mendekat kearah Adira yang tampak lesu dengan setumpuk berkas perusahaan. Zayna tersenyum manis kearah Adira, kedua tangannya ia taruh di bahu Adira dan mulai memijitnya. “Jangan gini, nanti ada yang tahu,” lirih Adira terkejut karena perlakuan Zayna yang tiba-tiba. “Sebentar doang. Lagian kamu tuh kelihatan banget capeknya,” tolak Zayna dan terus memijat bahu Adira membuat Adira tampak lebih rileks dari sebelumnya.             Adira yang mulai terlena dengan pijitan Zayna pun dikejutkan dengan suara ponselnya yang nyaring. Adira tampak mengangkat ponselnya tepat dihadapan Zayna, “Ada apa?” “Jangan lupa datang ke sekolah untuk memberi selamat pada Ayana,” tegas Jayantaka lagi meningatkan.             Adira menghela napas kasar, “Adira ngga bisa, ada temu janji sama klien.” Tolak Adira cepat. “Kalau kamu ngga datang, papa pastiin kamu akan lepas jabatan hari ini juga.”             Adira mengepalkan tangannya kuat setelah Jayantaka menutup telepon sepihak. Sorot mata Adira berubah jadi tajam dalam sekejap, napasnya pun mulai memburu. Zayna yang melihat pun hanya mengusap lembut punggung tegap milik Adira untuk sedikit menenangkannya. “Ada apa sih Ra?” tanya Zayna penasaran.             Adira menggeleng, “Cepat siapin semua berkasnya dan bilang ke klien kita jangan sampai telat,” perintah Adira tegas.             Zayna pun keluar dari ruangan Adira dan menyiapkan keseluruhan berkas untuk meeting dengan klien selanjutnya. Sebenarnya rasa penasaran muncul pada benak Zayna, setelah melihat Adira marah mendapatkan telepon dari orang tuanya sendiri.   -                 Adira dan Arsen berdiri dan membungkuk sopan setelah meeting dengan J.Y Companny berakhir. Perwakilan dari J.Y Companny pun beranjak pergi dari restaurant, Adira pun menghela napas lega. Segera ia mengemasi semua barangnya. “Lo boleh balik duluan gih,” perintah Adira pada Arsen.             Adira memang orang yang sangat profesional, tapi jika dengan Arsen yang sudah lama menjadi temannya ia tidak terlalu formal agar tidak ada jarak antara ia dan Arsen. “Lo mau kemana? Biar gue temenin,” ucap Arsen menolak.             Adira diam, ia tampak berpikir untuk mencari alasan yang tepat agar Arsen tidak ikut pergi dengannya. “Gue harus datang ke Celebration temen gue,” ucap Adira.             Arsen mengangguk paham, “Lo udah siapin bucket bunga?” tanya Arsen yang merasa bahwa Adira tidak menyiapkan apa-apa untuk perayaan temannya itu.             Adira menatap Arsen bingung, “Harus ya?” tanya Adira ragu.             Arsen mengangguk mantap, “Ya harus dong, namanya Celebration . Bucket bunga itu sebagai ucapan selamat lo,” jelas Arsen dan diangguki paham oleh Adira.             Adira pun mengalihkan pandangannya pada jam yang melingkar ditangan kanannya. Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh tepat, Adira pun segera berpamitan pada Arsen sebelum ia pergi meninggalkannya sendiri disana.   -                 Adira melangkahkan kakinya memasuki halaman luas sekolah Hanlim. Disana sudah banyak siswa dan siswi yang mengenakan toga dan berfoto bersama temannya yang lain. Bucket bunga dapat ia lihat di setiap siswa yang berlalu lalang dihadapannya.             Mengapa semua orang berada di luar? Apa acaranya sudah selesai?             Adira menghela napas, memikirkan tindakan bodoh yang ia lakukan untuk berdiri disini sekarang. Bahkan ia tidak tahu siapa Ayana, bagaimana bentuk wajahnya, dan dimana kelasnya.             Adira pun melangkah maju walau ia ragu tidak dapat menemukan Ayana disana. Sorot matanya mengelilingi luasnya halaman sekolah Hanlim. Semuanya tampak sama bagi Adira karena tinggi mereka yang tidak jauh berbeda.             Hingga akhirnya ia menghentikan langkahnya tepat pada dua orang gadis yang sedang berbicara dihadapannya. “Ayana gue bakalan kangen banget sama lo,” ucap gadis berambut pendek pada gadis berambut panjang dihadapannya.             Adira tampak mengernyit saat dapat melihat dengan jelas wajah Ayana. Ia tertegun saat menyadari gadis bernama Ayana itu memiliki bentuk wajah dan goresan rahang yang sangat cantik. Mata indah yang ikut tersenyum saat bibirnya tersenyum lebar. Badannya pun tinggi dan proporsional sesuai dengan standart kecantikan di Korea.             Adira terkejut saat gadis yang sedari tadi ditatapnya itu balik menatapnya dengan tatapan terkejut. Ayana pun mendekat kearah Adira dan tersenyum manis. “Bapak Adira Darsa Rajendra?” tanya Ayana memastikan.             Adira mengangguk saat namanya disebut. Ia masih tidak percaya jika gadis yang ada dihadapannya inilah yang akan menjadi istri kecilnya kelak.             Ayana tersenyum seraya menjulurkan tangan kanannya untuk berjabat tangan sopan. “Saya Nadira Ayana Wangsa,” ucapnya sopan.             Adira memabalas jabatan tangan itu sopan. Ia mengalihkan padangannya saat Ayana terus menatapnya dan tersenyum kearahnya. Sedangkan Ayana ia malah dibuat tertawa karena melihat sikap Adira yang seolah salah tingkah jika sedang ia tatap. “Apa bunga itu untuk saya?” tanya Ayana spontan karena ia melihat Adira yang sedang menggenggam bucket bunga sedari tadi.             Adira mengangguk dan langsung memberikannya pada Ayana. Ayana pun menerimanya dengan senang hati, “Sebenarnya saya sudah dapat banyak bucket bunga dari teman lelaki saya. Tapi saya berikan pada teman saya yang lain,” ucap Ayana menggunakan bahasa formal. “Kenapa?” tanya Adira penasaran akan cerita Ayana.             Ayana tersenyum kearah Adira, “Karena saya hanya ingin menerima bucket bunga dari calon suami saya,” jawab Ayana yang membuat Adira diam seribu bahasa.             Ayana pun menghirup aroma segar dari bucket bunga yang dibawa Adira untuknya. Melihat raut wajah Ayana, rasanya ia tidak menolak perjodohan ini sama sekali. “Maaf saya telat,” ucap Adira memecahkan keheningan diantara mereka berdua.             Ayana mengangguk seraya tersenyum paham. Ia menatap lembut kedua manik milik Adira, “Saya tahu kok kalau bapak sangat sibuk,” balas Ayana memaklumi.             Adira pun merasa lega, karena Ayana sudah berusaha untuk memakluminya. “Adira sudah sampai?”             Adira mengalihkan pandangannya pada seorang lelaki paruh baya yang kini berjalan mendekatinya. Lelaki itu tersenyum seraya menjabat tangan Adira sopan. “Saya Aji Wangsa, ayah Ayana,”             Adira menunduk sopan pada Aji yang lebih tua darinya. Ia pun membalas jabatan tangan Aji seraya tersenyum, “Adira pak,” balas Adira sopan.             Aji mengangguk sembari membalas senyuman Adira. Ia menepuk pundak Adira akrab, “Yaudah kalian jalan-jalan aja berdua, mama sama papa mau pulang dulu,” ucap Aji pada Ayana dan Adira.             Adira tampak mengangguk ragu merespon perkataan calon ayah mertuanya. Ia pun pergi meninggalkan Adira dan Ayana yang masih diam. Beberapa detik untuk mereka saling pandang karena tidak ada yang membuka suara untuk memulai obrolan.             Dalam hati Adira ia merasa gelisah jika harus jalan-jalan dengan Ayana dengan tampilan seperti ini. Bagaimana tidak, Ayana kini mengenakan seragam sekolah yang dibalut dengan baju toga perpisahannya. Membuatnya seperti adiknya sendiri jika berjalan tepat disampingnya. “Bapak tenang aja, saya bawa baju ganti kok,” ucap Ayana yang seolah paham akan kekhawatiran Adira.             Adira mengangguk lega, “Kalau begitu saya tunggu di parkiran,” ucap Adira mempersilahkan Ayana untuk berganti pakaian terlebih dahulu.             Adira pun meninggalkan Ayana yang kini berjalan menjauh darinya menuju kamar mandi untuk mengganti pakaian miliknya. Adira tampak menyandarkan punggungnya pada mobil miliknya sembari menunggu Ayana kembali.             Adira mengeluarkan ponselnya saat mendengar bunyi deringan nyaring disaku celananya. “Ada apa?” tanya Adira saat melihat nama penelpon masuk adalah Arsen. “Lo dateng ke Ravhella Wedding Gown sama Ayana untuk fitting baju sekarang,”             Adira mengernyit bingung mendengar Arsen yang menyuruhnya untuk melakukan fitting baju hari ini. Bagaimana ia bisa tahu saat Adira sama sekali tidak memberitahunya. “Kok lo tahu Ayana?” tanya Adira penasaran. “Gadis cantik gitu, masa gue ngga tahu sih.” “Breng--”             Adira menjauhkan ponsel miliknya dari telinganya, melihat layar ponsel yang menyala menandakan bahwa Arsen menutup teleponnya sepihak sebelum ia berhasil mengatainya. “Ayo pak,”             Adira mendongak saat ada yang mengajaknya bicara. Ia tertegun melihat penampilan Ayana yang seketika berubah menjadi seorang gadis cantik. Senyum lebar yang manis, sorot mata biru kafir yang indah membentuk lengkungan bulan sabit. Image remajanya seolah dapat ia rubah dengan mudah.             Adira segera mengangguk, ia membukakan pintu mobil untuk Ayana sebelum ia juga ikut masuk ke dalam mobil miliknya. Adira menjalankan mobilnya dengan kecepatan rata-rata. Rasa canggung menyelimuti mereka berdua, dinginnya AC semakin membuat mereka membeku karena tidak ada yang mulai untuk membuka percakapan selama 10 menit mereka memulai perjalanan.             Ayana mengalihkan fokusnya pada kaca jendela sampingnya, ia melihat kearah luar jendela, mengamati pemandangan pohon yang berjejer rapi disana. Sedangkan Adira sesekali melihat kearah Ayana untuk memastikan bahwa gadis itu merasa baik-baik saja. “Kita akan pergi untuk melakukan fitting baju,” ucap Adira setelah berdiam diri sekian lama.             Ayana mengangguk tanpa mengalihkan pandanagannya sedikitpun. Adira menghela, ia mengetukkan jemarinya diatas setir mobilnya berkali-kali. Berbicara dengan perempuan asing yang akan menjadi calon istri membuatnya jauh lebih kesulitan daripada harus membicarakan bisnis dengan perempuan asing. “Ada apa?” tanya Adira karena ia merasakan perbedaan antara Ayana sebelum ia berangkat dan sesudah melakukan perjalan berdua di mobil.             Ayana yang sangat ceria seolah berubah menjadi Ayana pendiam dalam sekejap. Itu berhasil membuat Adira merasa bingung, khawatir, dan merasa bersalah diwaktu bersamaan. “Bapak kenapa mau dijodohkan sama saya?”             Adira tertegun mendengar pertanyaan yang dilontarkan Ayana padanya. Ia melirik sekilas ke samping, dan mendapati Ayana yang kini sedang menatapnya dalam. “Alasannya karena,” ucap Adira sengaja menggantung karena ia pun bingung harus menjawab jujur atau bohong.             Ayana terus menatap Adira menunggu jawaban pasti yang ia keluarkan. Sedangkan Adira terlihat sekali sedang memilah jawaban yang akan ia pilih untuk menjawab pertanyaan Ayana. “Jujur saja pak, saya akan merasa lebih baik jika begitu,” ucap Ayana tulus.             Adira menolah ke samping, ia menatap kedua manik gadis kecil dihadapannya itu. Sorot matanya sangat tulus, membuatnya tidak tega jika harus menyakiti perasaannya.             Ayana terus tersenyum tulus kearah Adira yang tidak kunjung mengatakan jawabannya. “Bapak jangan pernah merasa bersalah dengan alasan yang akan bapak ucapkan. Karena itu akan menjadi tombak saya berubah menjadi lebih baik untuk bapak,” lanjut Ayana dengan suara tenang.             Adira menghela, ia mengalihkan pandangannya pada jalanan Seoul yang sedikit ramai. Jemari tangannya terus mengetuk setir padat yang tengah digenggamnya. “Alasannya karena perusahaan,” lirih Adira.             Ayana POV   “Alasannya karena perusahaan,”             Aku mengangguk paham, tidak mungkin jika Adira menerima ku karena rasa kagum atau suka. Semua itu hanya semata untuk menyelamatkan perusahaan miliknya. Aku tersenyum walau tipis, meski baru bertemu dengannya, mendengarnya beralasan menerima ku untuk menjadi calon istrinya karena perusahaan sudah membuat ku merasa sakit. “Tapi kamu tenang saja, saya akan membuatkan kontrak dan perjanjian pernikaah selama kita tinggal bersama,” lanjut Adira yang kini menatapku.             Aku mengalihkan pandanganku, menatap lurus jalanan tanpa membalas tatapannya sedikit pun. Aku hanya mengangguk, seolah menyetujui setiap perkataannya. - Di tunggu love dan komentarnya :) Thank u. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD