Nothing's Fine | 2

2456 Words
 “Lynn, astaga,” Allie yang pertama kali menyadari kehadiran anaknya, wanita paruh baya itu langsung berlari dan memapah anaknya yang terlihat berjalan dengan gontai, Dave yang melihat itu juga ikut berlari dan memapah Lynn menggantikan tugas Allie.  “Lynn, kenapa kau tidak menungguku?” Dave bertanya dengan nada kalutnya, sedangkan Lynn hanya diam menatap Dave.  “Maksudmu aku harus menunggu dirimu menjemput Kate terlebih dahulu begitu?” Lynn hanya mampu melontarkan pertanyaan itu dalam hati.  “Lynn, astaga lututmu berdarah,” panik Kate saat Lynn sudah sampai di teras, ia melepaskan rangkulannya pada Dave dan tersenyum tipis pada Kate.  “Tidak apa-apa, aku ingin segera membersihkannya dan mandi,” Lynn meninggalkan semua yang ada di sana dengan langkah terpincang-pincang, Dave yang menyadari Lynn mengacuhkannya langsung berlari mengejar gadis itu.  “Aku harus mengobati Lynn, honey,” Allie sudah akan berlari menghampiri Lynn seperti yang Dave lakukan, namun Adam langsung menahannya.  “Ganti dulu bajumu, kau juga Kate, ganti dulu bajumu dan pakailah pakaian yang lebih hangat,” Adam merangkul bahu Allie untuk segera memasuki rumah yang diikuti oleh Kate di belakangnya.  “Lynn,” Dave mencoba untuk mengejar Lynn yang terlihat mengabaikannya, dengan cepat ia mencengkram lengan gadis itu dan menatapnya dengan tatapan sendu, sedangkan yang ditatap hanya memalingkan wajahnya. “Kumohon, sayang. Dengarkan dulu penjelasanku,” Dave mengiba, ia tau Lynn pasti berpikiran buruk saat melihat dirinya justru pulang bersama Kate.  “Apa kau akan membiarkanku kedinginan sementara kau bercerita? Baiklah jika itu maumu,” Lynn menatap Dave datar, menyilangkan tangannya di depan d**a.  “Baiklah, lebih baik kau ganti baju dulu, aku tidak ingin kau sakit,” Dave menghembuskan napasnya dan tersenyum penuh permohonan maaf ke arah Lynn. “Aku akan menunggumu di depan pintu kamarmu,” Dave memegang bahu Lynn dan mendorong pelan gadis itu untuk segera memasuki kamarnya. ~***~ Dave berdiri di depan balkon lantai dua rumah keluarga Lynn, pikirannya menerawang jauh, sungguh setiap ia mencoba lebih dekat dengan Kate ia merasakan hatinya selalu gelisah karena memikirkan Lynn, namun dirinya juga menyukai Kate, alasan ia mendekati Lynn pun karena Kate. Ia pikir dengan dirinya bisa dekat dengan Lynn maka Dave juga bisa membangun komunikasi dan hubungan yang lebih dekat dengan Kate, karena Dave tau jika Kate merupakan gadis es yang sangat sulit didekati, dan saat pertama kalinya Dave melihat Kate, pria itu langsung terpikat hanya dalam hitungan detik, wajah gadis itu yang terlihat sempurna, pembawaannya yang menunjukkan jika dia wanita berkelas, kecerdasan otaknya yang mampu membuat semua profesor terpukau, semua itu membuat Dave semakin mengagumi Kate dan rasa itu semakin bertambah setiap harinya saat ia melihat bagaimana luar biasanya Kate dalam segala hal, dia seolah gadis sempurna tanpa cacat dengan semua kelebihan yang dimilikinya.  Awalnya Dave pernah mencoba mendekati Kate beberapa kali, namun respon yang ditunjukkan gadis itu sangat jauh dari yang ia harapkan, Kate pula satu-satunya wanita pertama yang mengabaikan Dave, dan hal itu membuat Dave semakin tertantang untuk bisa menaklukan Kate, namun nyatanya Kate tidak semudah itu, gadis itu bukan tipe gadis yang mengagungkan cinta, dia tipe gadis yang mengutamakan cita-cita di atas segalanya dan menganggap cinta hanyalah hambatan untuk masa depannya, sehingga Dave dengan segala caranya masih terus mencoba untuk mendekati Kate, dan ide gila terakhir yang Dave lakukan adalah dengan mendekati Lynn bahkan menjadikan Lynn kekasihnya.  Satu tahun Dave menjadikan Lynn kekasihnya, ia mengakui jika dirinya adalah pria b******k yang memanfaatkan kepolosan Lynn untuk mendekati kakak gadis itu, namun Dave juga tidak bisa memungkiri jika satu tahunnya bersama Lynn memiliki kenangan tersendiri di hati pria itu, awalnya ia hanya mencoba untuk bisa dekat dengan Lynn dan mencoba mencari informasi tentang Kate, namun semakin sering ia bersama Lynn perasaan nyaman itu perlahan muncul dalam diri Dave, ia menyukai saat Lynn selalu membuatkan makan siang berisi nasi dengan bentuk menyerupai wajah kelinci menggunakan berbagai lauk yang menghiasinya, ia selalu menyukai saat Lynn merajuk dan bertingkah manja padanya, ia juga sangat menyukai saat Lynn begitu memperhatikan hal sekecil apapun yang terjadi pada dirinya, dan semua itu membuat Dave tanpa sadar tidak ingin kehilangan Lynn, dan saat melihat gadis itu dekat dengan pria lain, tanpa pikir panjang Dave langsung mengutarakan perasaannya pada Lynn dan meminta gadis itu untuk menjadi kekasihnya, dan seperti dugaan Dave yang mengetahui dari awal jika Lynn memang menyukainya, gadis itu langsung setuju dan menerima Dave menjadi kekasihnya.  Namun, Dave juga masih menginginkan Kate, ingin mengetahui gadis itu lebih jauh, ingin menaklukan satu-satunya gadis yang bisa menolak pesonanya bahkan mengabaikan keberadaannya, dan satu tahunnya bersama Lynn, Dave tau dirinya juga sudah membuat Kate lebih dekat dengannya walau hanya sebatas mereka bertukar pikiran tentang manajemen bisnis. Dan akhir-akhir ini saat dirinya semakin sering bertemu dengan Kate di luar kampus dengan disengaja, Dave merasakan perasaan bersalah itu semakin menggerogoti hatinya.  “Dave,” panggilan itu menyentak Dave dari lamunannya, ia menoleh ke belakang dan melihat Kate yang berjalan menghampirinya.  “Ooh, Kate,” “Kau sedang menunggu Lynn?” Tanya Kate yang hanya dibalas dengan anggukan oleh Dave, pria itu lebih tertarik menatap langit yang menurunkan airnya malam ini. “Ya, kupikir ada yang perlu kita bicarakan,” Dave menggumam, sedangkan Kate hanya mengangguk tanpa suara.  “Mommy menyuruhmu untuk makan malam di sini saja, dan sebaiknya kau juga ganti bajumu yang basah, ini Daddy meminjamkan bajunya untukmu, kau bisa berganti di kamar mandi di ujung sana,” Kate menyerahkan kaos dan celana katun milik Adam pada Dave, ia juga menunjuk kamar mandi yang terletak di lantai atas itu, Dave hanya menerimanya dan mengangguk.  “Terima kasih Kate,” Kate mengangguk dan memilih meninggalkan Dave. Dirinya memang sedikit sulit untuk membangun percakapan dengan pria, dia merupakan tipe gadis yang lebih suka menghabiskan waktunya berjam-jam dengan membaca buku atau melakukan sesuatu yang berharga untuk masa depannya. Baginya karir adalah nomer satu.  “Lynn,” Dave mencoba mengetuk pintu kamar Lynn, namun tidak ada jawaban dari dalam, ia sudah menunggu selama sepuluh menit sejak dirinya berganti dengan baju Adam, namun Lynn belum juga keluar.  Dave mencoba menekan handle pintu itu ke bawah berniat untuk membukanya, pintu terbuka membuat Dave menggeleng-gelengkan kepala akan kecerobohan Lynn yang tidak pernah mengunci pintu.  “Lynn,” panggil Dave lirih membuka pintu itu lebih lebar, ia mendapati Lynn yang terlelap di ranjang dengan selimut yang menutupi tubuh gadis itu hingga batas leher. “Kau marah dan tidak ingin berbicara padaku?” Dave duduk di tepi ranjang dan membelai rambut Lynn yang masih basah, pria itu menghembuskan napasnya lirih. “Baiklah, aku besok akan menjemputmu dan menjelaskannya padamu,” Dave mengusap kening Lynn dengan lembut sebelum beranjak dari sana. ~***~ Seperti biasanya Dave selalu menjemput Lynn dan mengantar gadis itu ke kampus, dan saat turun dari mobil Dave melihat Lynn yang baru saja keluar rumah dengan tas selempang cokelat dan dua buku tebal di tangannya.  “Lynn,” panggilan Dave menyentak gadis itu yang tadi sedang berjalan menunduk, Lynn hanya tersenyum tipis, tidak seperti biasanya di mana gadis itu akan tersenyum riang dan mengucapkan selamat pagi untuknya. “Seharusnya kau tidak perlu repot-repot menjemputku jika memang tidak memiliki keperluan di kampus,” Lynn menatap Dave datar membuat pria itu menghembuskan napasnya lelah, ia menghampiri Lynn dan menggenggam tangan gadis itu, menuntunnya untuk memasuki mobil.  “Aku memang ada keperluan di kampus, dan untuk semalam aku minta maaf sayang,” Dave memulai pembicaraan, ia menstarter mobilnya dan melajukannya dengan kecepatan pelan. Masih belum ada respon dari Lynn, gadis itu hanya menatap lurus ke depan seolah ucapan Dave hanya angin lalu.  “Lynn,” Dave menggenggam tangan gadis itu, menepikan mobilnya dan menatap Lynn dalam. “Semalam aku bertemu dengan Kate saat ingin membeli coffee sebelum menjemputmu, kupikir dirinya juga terjebak salju, jadi aku mengajaknya untuk pulang bersama dan menjemputmu di kampus, namun saat tiba di sana aku dan Kate tidak melihatmu, dan kupikir kau sudah kembali ke rumah, aku sangat khawatir sayang, aku sangat takut sesuatu terjadi padamu dan aku ingin tiba di rumahmu secepatnya untuk memastikan kau baik-baik saja, maaf untuk terlambat menjemputmu, kau pasti sangat takut semalam,” Dave membelai wajah Lynn dan perlahan membawa gadis itu dalam pelukannya.  “Maafkan aku ya,” Dave memeluk Lynn begitu erat, mencium puncak kepala gadis itu, Lynn masih terdiam, mencoba menerima alasan Dave dan perlahan kepala itu mengangguk tanda memaafkan Dave, walau dalam hati dia merutuki kebodohannya, yang memilih untuk selalu mengalah dan memaafkan kesalahan Dave.  Sayangnya dia tipe gadis yang jika sudah mencintai seseorang akan dengan mudah memaafkan seseorang tersebut dan lebih memilih untuk berdamai dari pada harus mengedepankan egonya yang baginya justru akan membuatnya lebih sakit hati karena hubungannya harus renggang untuk sesuatu yang bisa diselesaikan dengan mudah.  “Baiklah, aku tidak memiliki alasan untuk marah padamu lagi,” Lynn melepaskan pelukan Dave dan merapikan rambutnya yang berantakan, membuat Dave tersenyum dan ikut merapikan poni Lynn.  “Baiklah, nanti aku akan menjemputmu dan menemanimu ke toko buku,” Dave mengusap lembut pipi Lynn teringat akan hutangnya pada gadis itu untuk menemaninya ke toko buku kemarin. ~***~  Lynn meregangkan tubuhnya setelah tiga jam ia harus berkutat dengan rancang bangun sebuah hotel sebagai tugasnya, ia melirik arloji yang telah menunjukkan pukul 2 siang, ia mengambil ponselnya untuk menghubungi Dave yang tadi pagi berjanji akan menemaninya ke toko buku.  “Ooh Lynn,” nada suara Dave yang terdengar lelah membuat Lynn mengernyit.  “Dave, kau baik-baik saja?” Tanya Lynn dengan nada sedikit khawatir.  “Ehmm ya, hanya saja hari ini aku membantu Daddy di kantor dan Daddy memintaku untuk mewakili dirinya bertemu dengan client, dan sepertinya aku hanya bisa menemanimu ke toko buku saat malam hari. Bagaimana Lynn? Maafkan aku, bukan maksudku untuk mengingkari janji lagi,” nada suara Dave yang terdengar begitu bersalah membuat Lynn hanya bisa menahan napas. “Baiklah, Dave. Tidak apa-apa, kupikir aku bisa mencarinya sendiri, nanti malam aku benar-benar harus menyelesaikannya,” ujar Lynn meringis, sepertinya ia memang harus mulai membiasakan diri untuk tidak selalu bergantung pada Dave.  “Kau yakin baik-baik saja pergi sendiri?” Tanya Dave cemas, karena ia tau Lynn selalu pergi dengannya atau jika tidak Kate yang akan menemaninya, menjadi anak terakhir di keluarga Lawrance membuat Lynn bersikap lebih manja, berbeda dengan Kate yang selalu mandiri.  “Ck, aku dua puluh dua tahun jika kau lupa, Dave, dan aku cukup tau jalan pulang ke rumah,” Lynn mendengus kesal, semua orang selalu menganggapnya anak kecil dan selalu khawatir jika dirinya pergi sendirian, Lynn bukannya takut, hanya saja ia benci saat dirinya harus pergi sendirian, rasa-rasanya ia seperti gadis menyedihkan yang tidak memiliki teman.  “Ya sudah hati-hati ya, hubungi aku jika kau tersesat,” Dave tertawa di sana membuat Lynn mengumpat kesal.  “Yakk! Dave!! Kau menyebalkan.” Lynn langsung mematikan sambungan teleponnya, membereskan buku dan hasil rancangannya sebelum pergi. ~***~ Dave akhirnya bisa bernapas lega saat meeting yang sangat melelahkan itu berakhir, ia berdiri, menyalami client yang menjadi pundi-pundi emas untuk perusahaannya, dengan penampilan yang sudah berubah kusut namun tidak mengurangi kadar ketampanannya, pria itu keluar dari private room restoran di sebuah mall tempat ia meeting bersama client dari Singapura itu, ia menuju lantai bawah yang terlihat begitu ramai, sepertinya sedang ada pameran, Dave menggidikkan bahunya, memilih untuk melihat pameran itu sejenak sebagai pelepas penat.  Dave mengambil ponselnya, berencana untuk menghubungi Lynn dan mengajak gadis itu keluar, ia merasa bersalah karena lagi-lagi mengingkari janjinya.  Dirinya yang sibuk dengan ponsel membuat ia tidak memperhatikan jalannya, ia menabrak seseorang dan membuat tubuhnya sedikit terhuyung ke belakang.  “Ahh, maafkan aku,” Dave menggumam, memasukkan kembali ponselnya dan mendongak, melihat siapa orang yang telah celaka karena keteledorannya.  “Kate,” Dave sedikit terkejut karena yang ia tabrak ternyata Kate. “Apa yang kau lakukan di sini?”  “Ahh aku? Aku ingin melihat pameran, hari ini ada Japanese Festival Culture, dan yahh aku penggila semua hal yang berhubungan dengan negeri sakura itu, jadi aku ada di sini,” Yomi tersenyum, senyum yang akhir-akhir ini sering Dave lihat dari gadis itu. “Dan kau? Apa yang kau lakukan di sini?” Kini Kate yang bertanya, menunjuk Dave dengan kening yang mengernyit.  “Ahh tadi aku baru saja meeting dan melihat ada pameran di bawah dan ternyata Japanese Festival Culture, aku tidak menyangka kita memiliki selera yang sama, ternyata kau juga pecinta negeri sakura itu ya?” “Ya, kau juga menyukainya?” Kate terlihat antusias, menatap Dave dengan mata berbinar.  “Itu negeri favoritku, jadi dari mana dulu kita akan mulai menjelajah?”  “Woahh, aku tidak menyangka kita memiliki selera yang sama, kupikir aku ingin menuju kuliner dulu,” Kate meringis dengan ekspresi menggemaskan, membuat Dave sekali lagi terpesona.    “Yahh, kupikir Asia Timur tidak kalah indah dari Eropa dan Amerika kan?” Dave tersenyum begitu manisnya, membuat Kate sesaat terpana dengan senyum itu, namun dengan cepat ia mengendalikan dirinya. ~***~ Lynn membawa empat buku yang cukup tebal setelah tiga jam berkutat di toko buku, ia keluar dari toko tersebut dengan wajah lelah.  “Ahh sepertinya aku membutuhkan asupan tenaga, sepertinya makan dulu lebih baik,” Lynn menggumam dan berjalan menuju mall di seberang toko buku tersebut, perutnya sudah lapar berhubung ia langsung ke toko buku dan melewatkan makan siangnya.  “Ck, kenapa ramai sekali?” Lynn mendecak begitu memasuki mall yang terlihat begitu ramai, itu artinya ia harus melewati keramaian itu untuk menuju restoran di lantai tiga. “Baiklah karena aku sudah sangat lapar sepertinya rintangan seperti ini bukan apa-apa,” Lynn menggidikkan bahunya dan memilih untuk melewati pameran yang sangat ramai itu, ia harus berdesak-desakan untuk menuju eskalator.  Namun langkah kakinya justru membawanya menuju pada stand perhiasan rambut di pameran tersebut, hairpin tradisional ala-ala jaman sejarah begitu menarik perhatian Lynn, membuat gadis itu membelinya satu untuk menggelung rambutnya.  “Pasti terlihat cantik jika aku memakainya,” Lynn mengambil hairpin berwarna peach dengan gantungan bunga sakura yang begitu cantik. Ia menyerahkan pada pramuniaga di sana untuk segera membungkusnya.  “Ahh sepertinya aku akan mencari makan siang di sini saja, sudah lama aku tidak memakan makanan Jepang,” Lynn menggumam, niatnya menuju restoran di lantai tiga tergantikan saat ia melihat begitu nikmatnya kuliner-kuliner khas Jepang yang mampu membuat perutnya semakin keroncongan.  “Ahh aku merindukan kaarage.” Lynn kembali menggumam sendiri menuju stand-stand makanan dengan langkah riangnya untuk mencari kaarage, ayam yang dibumbui dengan kecap, garam dan sejumlah rempah-rempah, ditaburi dengan tepung dan digoreng dalam minyak. Namun langkah gadis itu tiba-tiba saja terhenti, raut yang sejak tadi berseri-seri seketika berubah pucat saat ia melihat kekasih dan kakaknya terlihat tertawa bersama, mencicipi makanan dengan Kate yang menyuapi Dave, pria itu juga tertawa, benar-benar terlihat bahagia. Lynn mundur satu langkah, melihat bagaimana kakaknya dan Dave tertawa bahagia, kakaknya dan Dave bahkan jarang terlihat obrolan bersama namun kakaknya mampu membuat Dave tertawa selepas itu, sedangkan dirinya yang mengenal Dave kurang lebih satu tahun harus melakukan hal-hal gila hingga membuat pria itu bisa tertawa lepas dan bahkan Lynn bisa menghitung dengan jari berapa kali Dave tertawa karena dirinya, lalu kenapa Dave bisa tertawa selepas itu dengan hal yang bahkan bagi Lynn tidak ada lucunya sama sekali, apa pria itu tertawa karena Kate menyuapinya? Bahkan Dave selalu menolak saat Lynn menyuapinya, namun pria itu dengan mudah menerima suapan dari kakaknya? Satu persatu fakta yang muncul di kepalanya membuat tubuh Lynn melemas, dengan langkah pelan ia mundur, berlari dari keramaian itu dengan air mata yang pelan-pelan menetes tanpa permisi, air mata yang mewakili kekecewaan Lynn pada dirinya sendiri tentang apakah dirinya tidak cukup baik selama ini hingga ia tidak mampu membuat pria itu bahagia saat bersamanya? _To be continue_
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD