Bersantai

1153 Words
Maniola kembali ke kediamannya, sebelum dia kembali ke dunia atas. “Ola, aku dengar kamu akan cuti. Kenapa?” tanya Macarie ingin tahu. “Berita cepat menyebar. Apa Hades juga bergosip?” kata Maniola. “Tadi Ayah menyuruhku memanggil Arnie untuk menggantikanmu. Padahal Arnie tak secekatan dirimu,” keluh Macarie karena pasti dia yang akan repot ke sana kemari. “Biarkan saja aku cuti. Aku juga ingin menikmati waktu tanpa dikejar target oleh Hades,” sergah Maniola. “Kamu mau menemaniku bersantai?” tanya Maniola membuat Macarie bingung. “Menikmati hidup,” lanjut Maniola. “Apa katamu sajalah, aku ikut jika itu artinya bersenang-senang,” kata Macarie. Satu-satunya yang mau berteman dengan Macarie hanya Maniola, karena dia selalu saja menceritakan tentang kematian dan bagaimana mereka mati. “Ayo berganti bentuk, kita harus menjadi manusia untuk kesenangan kali ini,” usul Maniola. Macarie menurut dan mengubah dirinya menjadi seorang gadis berusia dua puluh lima tahunan, dengan rambut pirang dan kulit seputih pualam. Sementara Maniola memilih menggunakan wujud aslinya, hanya mengubah baju tipisnya menjadi modis, celana jeans dan kaos tipis serta sepatu boot. “Kita akan ke mana?” tanya Macarie saat Maniola menggandeng tangannya menuju reservatori di mana mereka mencari roh kemarin. “Ayo melihat sesuatu yang menarik,” kata Maniola saat membeli tiket untuk masuk ke reservatori. “Bukankah kita bisa menyelinap?” keluh Macarie tak suka dengan tata cara dunia atas ini. “Ikuti saja permainanku,” kata Maniola. Mereka kemudian duduk di bangku dekat dengan penangkaran kupu-kupu. Maki terlihat sedang menjelaskan sesuatu ke pada anak-anak. “Kamu lihat kutukan itu?” tanya Maniola membuat Macarie menajamkan matanya. “Hei, itu kutukan Poine, bagaimana bisa dia memilikinya?” tanya Macarie, dan dia melihat kilasan berapa lama hidup yang di miliki Maki. Tapi itu berubah-ubah. “Makanya aku mengajakmu, apa yang kau lihat? Berapa lama lagi hidupnya?” tanya Maniola. “Aku ingin camilan dan es krim,” jawab Macarie tak menyambung pertanyaan Maniola. Maniola mendesah, tapi tak ayal dia pergi membeli es krim dan popcorn untuk mereka berdua. “Dia, kehilangan kekuatan kutukan itu saat tertawa, hidupnya memanjang, tapi saat tawa itu hilang, kutukan itu menguat, dan memperpendek hidupnya,” kata Macarie sambil menjilati es krimnya. “Rasa apa ini?” protesnya setelah mencicipi es krim rasa matcha yang Maniola beli. “Rasa itu sedang populer di dunia atas,” kata Maniola. “Dari mana dia bisa mendapatkan kutukan Poine?” Macarie heran, karena Poine sebenarnya sangat selektif saat memberikan tanda pada mangsanya. “Itu yang ingin aku tahu,” jawab Maniola membuat Macarie menatapnya. “Oh, kamu cuit hanya karena ingin menyelidikinya? Awas jatuh cinta,” kata Macarie memperingatkan. “Apakah aku terlihat sebagai seseorang yang mudah jatuh cinta?” sergah Maniola. “Sudah berapa ratus tahun kamu sendirian?” Macarie malah balik bertanya. Maniola mencebik, mengunyah popcornnya tanpa mengalihkan matanya dari Maki yang masih bersama anak-anak itu. “Pulanglah, Hades akan mencarimu. Cari aku di flat sebelah utara tempat ini jika kamu memerlukanku,” kata Maniola membuat Macarie merasa terusir. “Begitu saja? Kamu mengajakku ke sini hanya ingin tahu waktu kematian laki-laki itu,” dengkus Macarie kesal lalu menghilang begitu saja. Maniola mendesah, Macarie selalu saja menghilang tiba-tiba, bagaimana kalau manusia itu menyadarinya? Maka dia yang harus menghapus ingatan mereka. “Halo, apakah kamu baru ke sini? Kamu sudah berkeliling?” tanya Maki saat melihat Maniola hanya dian duduk di bangku. “Oh, aku sudah berkeliling, dan temanku meninggalkanku, jadi aku ingin duduk sebentar di sini,” jelas Maniola. “Suaramu sangat halus, seperti dewi,” gumam Maki tanpa sadar. “Apa?” tanya Maniola. “Oh tidak, kalau begitu, lanjutkan saja. Setelah itu mungkin kamu akan suka melihat kupu-kupu di belakangmu. Saat ini mereka sedang berpesta bunga,” kata Maki sambil tersenyum. Meningkatkan kadar damagenya untuk pikiran Maniola. “Oh pasti, aku suka kupu-kupu,” kata Maniola. “Aku juga kupu-kupu,” batin Maniola saat Maki berlalu dari hadapannya. Sulur itu terlihat jelas di mata Maniola. Maniola semakin penasaran dengan apa yang Macarie katakan. Dia ingin membuktikan tentang sulur kutukan itu. Dia mengikuti Maki, menjaga jarak agar laki-laki itu tak mencurigainya. Dia memikirkan cara bagaimana bisa mengenal laki-laki itu dan mengetahui hidupnya. Andai dia punya kekuatan untuk melihat masa lalu orang, semuanya akan mudah. Jadi, cutinya akan sangat menantang. “Ada yang bisa saya bantu, Nona? Sepertinya kamu tersesat, dari tadi mengikutiku,” tanya Maki membuat Maniola merasa bodoh. “Hm ... sepertinya, karena teman yang mengajakku ke sini sudah pulang, aku bingung di mana jalan keluar. Ingatanku memang payah,” kata Maniola malu. “Pantas, mari kuantar ke pintu keluar,” tawar Maki sambil mengiringi Maniola ke pintu keluar. “Apakah, kamu sudah lama bekerja di sini?” tanya Maniola penasaran. “Aku? Aku sudah lama di sini. Hanya ini yang bisa kukerjakan agar tetap bersama alam sekaligus bekerja,” kata Maki membuat Maniola heran. “Kamu berasal dari mana?” lanjut Maniola. “Aku, jauh dari selatan, dekat dengan hutan, hidupku, berubah saat manusia merusak alam, mau tak mau aku harus mengikuti perkembangan jaman, bukan?” ucap Maki membuat Maniola semakin yakin tentang Poine, karena dia menetap di selatan. “Ah, ini jalan keluarnya. Hati-hatilah, Nona,” kata Maki saat mereka sudah berada di pintu keluar. “Terima kasih atas bantuannya,” basa-basi Maniola. Maki kembali ke dalam, sementara Maniola masih berdiri terpaku di depan pintu gerbang, mengamati punggung Maki yang semakin berpendar. “Ah, sepertinya, cutiku akan habis untuk mencari tahu,” desis Maniola kemudian menghilang. Maniola berubah menjadi kupu-kupu, dia terbang ke selatan, di mana padang rumput dn hutan menghijau, hampir habis terkikis ulah manusia. “Hai, Ola. Sudah lama kamu tak mampir ke sini?” sapa kupu-kupu berwarna kuning yang sekarang terbang bersamanya. “Ah, hai Diane, aku sedang libur, rindu akan padang rumput nan menawan ini,” kata Maniola berubah menjadi manusia dan berjalan di sela rumput yang tumbuh panjang di sana. Kaki telanjangnya menyentuh rumput yang sedikit basah, tangannya merasakan setiap rumput yang bergoyang karena sapuannya. Dia menghirup dalam udara segar di sana. “Diane, apa ada rumor yang terjadi di sini selama aku pergi?” tanya Maniola menoleh kepada kupu-kupu kuning itu. Diane mengepakkan sayapnya cepat dan hinggap di pundak Maniola. “Banyak rumor di sini, Ola. Dua puluh lima tahun yang lalu, Poine melempar kutukan pertamanya setelah hampir satu abad dia diam saja di goanya,” kata Diane membuat Maniola menghela napasnya. “Lalu apa yang terjadi sebenarnya?” tanya Maniola penasaran, apa yang membuat Poine begitu murka. “Aku juga tak tahu, mereka hanya berdesas-desus tentang kutukan itu. Ada yang bilang Poine jatuh cinta pada manusia, tapi wanita itu menolaknya,” kata Diane. Maniola menghela napasnya. Cinta. Apa wanita ini sangat cantik? Apa wanita ini memesona? “Lalu, apa wanita itu masih hidup?” tanya Maniola. “Dia sudah mati, melahirkan bayi laki-laki yang tampan dan menyusul suaminya,” kata Diane. Maniola semakin menghela napasnya. Cinta, membawa bencana.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD