Ruangan itu sangat sepi, hingga bahkan suara jarum yang jatuh bisa terdengar.
Sesaat setelah melontarkan kata-kata itu, Ruby menyesalinya seketika. Azure telah memperlakukannya dengan sangat baik, menoleransi semua tindakannya hingga ke titik memanjakan, namun balasan yang Ruby berikan justru kata-kata kasar seperti itu.
Tapi, Ruby juga tidak memiliki pilihan lain, dia harus membuat Azure mengerti bahwa tindakannya saat ini adalah yang terbaik. Karena alasan Ruby menghindar dari Azura bukan lagi hanya sekedar karena kasta mereka, tapi juga mengangkut perasaan Ruby secara pribadi.
Selama beberapa hari menjauh dari Azure, Ruby menyadari bahwa perasaannya benar-benar tidak normal kepada Azure. Setiap saat dia merasa tidak tahan dan ingin menemui Azure, Ruby akan terus memiliki dorongan untuk mengabaikan semua etiket yang dia pelajari dan menempel sepanjang waktu, yang lebih mengerikan adalah, Ruby mulai melahirkan perasaan ingin mendominasi Azure.
Saat itulah, Ruby menyadari bahwa perasaannya tidak lagi murni kepada Azure. Dan Ruby tidak ingin Azure membencinya karena perasaan mengerikan itu.
Azure adalah seorang Putra Mahkota, calon Raja yang nantinya akan di keliatan ratusan orang, sangat tidak mungkin Azure membuang semua kejayaan itu untuknya, dan juga Ruby tidak ingin itu terjadi.
Jadi, Ruby semakin yakin untuk menjauh, bukan hanya untuk menyembunyikan perasaannya tapi juga untuk secepatnya menghilangkan perasaan itu.
"Azure. Dulu aku tidak mengerti, jadi aku berlaku sesukanya, tapi sekarang aku telah banyak mengerti. Jadi jangan terlalu banyak menoleransiku." Ruby akhirnya memberanikan diri untuk menatap mata Azura, namun pandangan Azure padanya memberikan Ruby dorongan untuk memejamkan mata secepatnya, atau tekadnya akan goyah.
Azure menatap manik merah Ruby yang tidak pernah gagal menarik perhatiannya, mencari dengan harapan menemukan setitik keraguan di dalam mata gadis itu, namun yang dia temukan hanyalah tekad yang tidak goyah, yang membuktikan bahwa kata-kata yang baru saja gadis itu katakan memanglah apa yang sebenarnya ingin dia katakan.
Saat ini, hanya untuk mengeluarkan satu kata saja, Azure merasa kesulitan. "Kenapa?"
"Tidak banyak alasan, hanya karena kau adalah seorang pria dan Pangeran yang terhormat. Suatu saat kau akan memiliki orang terdekatmu sendiri. Aku hanya seorang tabib, jangan menyeretku terlalu jauh dari peran yang seharusnya aku miliki."
Azure diam, setiap kata-kata Ruby seolah mengandung racun yang mengontaminasi seluruh tubuhnya. Di dalam hati, Azure memeiliki dorongan keras untuk menekan gadis di hadapannya, melumat bibirnya dan memeluknya dengan sangat erat kemudian menyatakan kepemilikannya, untuk memberitahu gadis itu adalah satu-satunya pendamping yang dia inginkan.
Tapj jika Azure melakukannya sekarang, hubungannya denga Ruby benar-benar tidak akan memiliki jalan untuk membaik, resiko terburuk adalah Ruby akan melarikan diri darinya.
Azure mengenal Ruby, dia gadis cerdas dan kuat namun sangat polos dengan perasaannya, jika Azure tiba-tiba memberinya tekanan yang berat, Ruby pasti akan ketakutan dan melarikan diri.
Jadi untuk sementara waktu, Azure hanya bisa menahan diri, menarik napas dan memejamkan mata untuk menekan keinginan iblis yanh terus menjerit di dalam kepalanya.
"Baiklah," Jawab Azure, ketika dia kembali membuka mata, raut tenang yang selalu dia miliki kembali. "Aku akan melakukan seperti yang kau inginkan dan menjaga jarak untuk mengantisipasi gosip."
Ruby menghela napas lega.
"Tapi... " Azure mengulurkan tangan dan menyelipkan rambut Ruby ke belakang telinga. "Hanya di depan umum, saat kita hanya berdua, kesepakatan ini tidak berlaku, aku masih ingin kau memanggil namaku ketika kita hanya berdua dan bersikap seperti sebelumnya, kau bukan hanya sekedar tabib untukku."
"Yang Mulia...
"Azure." Azure tidak akan lelah untuk meluruskan ucapat Ruby hingga gadis itu terbiasa. "Aku mengizinkanmu untuk menjalankan peranmu sebagai tabib pribadiku, tapi jangan lupa. Sebelum peran itu, aku lebih dulu menjadi teman priamu." Azure menatap Ruby dengan lembut.
Ruby menjilat bibir lalu mengangguk, membuat Azure mengangguk dan menyetujui keinginannya saja sudah cukup baik, maka Ruby tidak akan terlalu serakah dan membuat semua argumen sebelumnya sia-sia.
Jadi sejak hari itu, penghuni kastil melihat Yang Mulia Putra Mahkota mereka tidak lagi memiliki gadis berambut pirang panjang di sisinya sepanjang waktu.
***
Tidak ada orang yang lebih bahagia mendengar kerenggangan hubungan Azure dan Ruby selain para wanita di dalam harem. Mereka telah menyusun banyak rencana untuk memisahkan keduanya dan semuanya tercapai tanpa gerakan tangan mereka sendiri.
"Jika aku tau hari ini akan terjadi, aku seharusnya tidak perlu terlalu banyak berpikir dan membuat banyak kerutan di dahiku." Zera tertawa pelan, kebahagiaan jelas terpancar dengan jelas di wajahnya.
Yuyu menutup bibir dan tertawa pelan bersama Zera. "Tentu saja, tabib itu sama sekali tidak akan bisa sepadan denganmu Nona, Yang Mulia tentu tidak akan memiliki pikiran untuk membawanya ke dalam harem."
Zera mendengus pelan dan memelintir rambutnya. "Sekarang, yang perlu aku singkirkan adalah tiga pelayan rendahan itu, terutama Bella."
"Mereka sama sekali bukan tandinganmu, Nona."
Di mata semua orang, hubungan Azure dan Ruby yang biasanya selalu bersama merenggang dengan sangat jelas, sekarang bahkan ketika menemani Azure di meja makan, Ruby tidak lagi duduk di meja dan makan bersama, sebagai tabib dan penjaga sementara Azure, dia benar-benar bersikap tak jauh berbeda dari Boo dan Demien.
Azure juga banyak merubah sikapnya, jika dulu dia tidak perduli dengan pikiran orang-orang di sekitar dan selalu memfokuskan perhatiannya di sekitar Ruby, kini dia lebih banyak menahan diri, memperlakukan Ruby layaknya bawahan lain tanpa menggunakan nada dan tatapan lembutnya lagi.
Ini adalah hasil yang Ruby inginkan, namun dia tidak pernah merasa lega, sekali pun tidak pernah.
Susan yang setiap hari berinteraksi dengan Ruby tentu bisa merasakan perubahan suasana hati gadis itu. "Ruby, kau dan Yang Mulia.... Apa karena kata-kataku beberapa hari yang lalu?"
Ruby yang sedang duduk menikmati semilir angin di sisi jendela menoleh. Dia mendengar dengan jelas pertanyaan Susan, namun tidak tahu apakah dia harus menggeleng atau mengangguk. Karena kenyataannya, kata-kata dari Susan memang membuatnya menyadari banyak hal tapi bukan menjadi alasan utama dia memutuskan untuk membatasi interaksinya dengan Azure.
Setelah berpikir untuk beberapa saat, Ruby akhirnya menjawab. "Kami hanya menormalkan hubungan kami yang katanya tidak normal."
Susan yang mendengar itu akhirnya menghela napas dan mendekat ke arah Ruby, kemudian bediri di hadapan gadis itu. "Kau melakukan hal yang benar. Tangan gadis awam seperti kita terlalu pendek untuk bisa meraih seseorang seperti Yang Mulia."
Ruby mengepalkan tangannya, mengepal sangat erat hingga kuku-kukunya tertanam di telapak tangannya.
Susan menoleh, mengamati wajah elok gadis di hadapannya. Dia harus mengakui bahwa bahkan tanpa latar belakang, Ruby pasti bisa masuk ke dalam harem dengan lancar seperti tiga wanita pelayan di harem Putra Mahkota. Namun jika itu terjadi, melihat bagaimana Yang Mulia Putra Mahkota begitu menghargai Ruby, Yang Mulia pasti tidak akan menahan status Ruby hanya sebatas selir. Jika itu terjadi, maka Yang Mulia akan kesulitan mendapatkan tahta Raja, bahkan jika Baginda Raja menjadi penopang mereka.
"Ruby, apa kau mencintai Yang Mulia?"
Bersambung...