Bab 2 : Bagian Yg Hilang

1201 Words
# Kinan menimang handphone di tangannya. Harga benda mungil di tangannya itu tidak sampai dua juta rupiah. Saldo di rekeningnya tidak begitu banyak, ini sudah cukup baginya, ia tidak perlu handphone yang terlalu mahal, pada akhirnya semua fitur canggih itu tidak begitu berguna untuknya. Arnetta menatap Kinan dengan tatapan prihatin. Saat mereka sekolah dulu, Kinan selalu mengenakan barang-barang mahal dan branded dan ponsel keluaran terbaru. "Padahal aku bisa membelikanmu handphone yang jauh lebih bagus." Ucap Arnetta. "Aku menyukainya kok." Ucap Kinan sambil tertawa. Arnetta mendesah lega.  Kinan menatap ke luar jendela dan terdiam untuk sesaat. Arnetta memperlambat laju mobil yang dikemudikannya. "Kau ingin singgah di suatu tempat?" Tanya Arnetta. Kinan menggeleng. "Aku hanya tidak bisa mengingat, kenapa dulu aku tidak kuliah?" Arnetta tertawa. Saat Kinan pingsan kemarin, dokter mengatakan kalau Kinan mengalami amnesia lakunar dan rasa sakit yang ia rasakan adalah akibat dari kinerja otaknya yang berusaha memproses ingatan dari masa lalunya. Untungnya hal itu tidak akan terlalu berbahaya. "Yah begitulah...kau bilang kepadaku kalau kau tidak ingin kuliah dan akan menikah dengan Hansel. Kau menghabiskan masa mudamu dengan mengikuti Hansel kemanapun. Dan inilah hasilnya, beberapa minggu kedepan kau akan resmi menjadi janda di usia 20 tahun lebih beberapa bulan." Arnetta menjelaskan. Kinan meringis. Yang ia ingat hanyalah semua kenangan buruk dari pria itu. Bagaimana pria itu selalu membuatnya menangis, menyakiti hatinya, berselingkuh di depannya, itulah yang melekat di ingatannya. "Aku begitu bodoh." Kinan mendesah putus asa. Dirinya yang dulu, benar-benar memalukan. Arnetta tertawa geli melihat reaksi sahabatnya. Ia benar-benar tidak menyangka kalau suatu hari Kinan akan benar-benar bisa membuka matanya. Sejak awal Hansel tidak pernah terlihat benar-benar mencintai Kinan, meski pada awalnya Hansel memang bersikap jauh lebih baik kepada Kinan dibandingkan dengan sekarang. Arnetta sendiri tidak tahu mengapa Hansel bisa berubah sedramatis itu. "Belum terlambat untuk memulai awal yang baru." Ucap Arnetta. Kinan tertawa. "Aku benar-benar iri kepadamu. Kau bekerja sambil melanjutkan kuliahmu di luar negeri dengan biayamu sendiri, kita seusia tapi namamu sudah dikenal sebagai model brand terkenal. Sementara aku, sebentar lagi aku akan menjadi janda. Dengan ijazah SMA, tanpa pengalaman kerja sedikitpun, aku mungkin cuma bisa menjadi OB atau SPG, itupun kalau ada perusahaan yang mau menerimaku." Ucap Kinan. Mereka sudah tiba di areal parkir rumah sakit. Arnetta menghentikan mobilnya dan menatap Kinan. "Hansel akan memberimu kompensasi yang besar untuk menjamin masa depanmu. Kau bahkan tidak akan perlu bekerja seumur hidupmu. Jangan khawatir." Ucap Arnetta. Kinan tertawa. Ia tahu jika ia mengungkapkan apa yang sebenarnya tengah ia pikirkan, sahabatnya itu akan menjadi semakin khawatir. Besok pagi dia akan berangkat ke luar negeri. Ia tidak ingin Arnetta membatalkan kepergiannya karena mengkhawatirkannya. Dia mungkin tidak berguna seperti yang selalu dikatakan Hansel dan keluarganya, tapi ia tidak ingin menjadi beban orang lain.  "Dokter akan benar-benar marah kalau sampai ketahuan kita keluar area rumah sakit." Kinan berbisik. Arnetta terkikik. "Jika kau tidak memberitahu dokter dan perawat, kurasa tidak akan apa-apa. Kau butuh udara segar dan ponsel baru. Terlalu banyak menonton infotainment hanya akan membuat otakmu terkontaminasi dengan berita-berita sampah." Ucap Arnetta. Keduanya tertawa bersama sambil melangkah perlahan menuju ruang rawat Kinan. # Hansel mendesah pelan. Ia membolak-balik rekam medis Kinan dan memeriksanya berkali-kali. "Keguguran, gegar otak ringan dan amnesia? Dia mengingatku dengan jelas, bagaimana mungkin laporan ini mengatakan dia mengalami amnesia?" Ucap Hansel kesal. Adnan menarik nafas pelan. Sebagai pengacara yang sudah lama bekerja di perusahaan ini, ia tahu kalau Hansel bukanlah tipe yang bisa bersabar. Dia mungkin memiliki kemampuan analisa yang cepat tapi bukan tipe seorang penganalisis yang sabar dalam banyak aspek. "Jenis amnesia yang dialami Kinan adalah amnesia sebagian, dokter menjelaskan kalau Kinan mungkin kehilangan memori-memori tentang hal-hal indah atau baiknya yang berkaitan denganmu dan menyisakan hanya hal-hal buruk dalam ingatannya. Selain itu keguguran dan trauma pasca kecelakaan, pada akhirnya membuat Kinan jadi bersikap dingin padamu. Di satu sisi, aku rasa ini lebih baik untuk Kinan dan juga untukmu." Ucap Adnan. Hansel mengetatkan rahangnya. Memangnya pernah ada hal baik yang terjadi selama masa pernikahan mereka? Kalaupun ada mungkin hanya ketika mereka berhubungan intim beberapa kali yang berujung pada kehamilan Kinan yang sama sekali tidak ia harapkan. "Dia memperlakukanku seperti sampah! Di bagian mana itu terdengar baik untukku, yang benar saja, dia pikir dia siapa?!"  Selama ini Hansel-lah yang selalu bersikap jijik terhadap Kinan. Dan kini wanita itu ingin membalas dendam dengan membalikkan sikapnya. Memangnya sampai kapan dia bisa bertahan? Adnan menggeleng lemah.  "Jika kau memang ingin menceraikan Kinan, bukannya seharusnya kau tidak perlu merasa terganggu dengan sikapnya?" Adnan bertanya dengan nada menyelidik. Hansel mendengus. "Kau benar, terserah dia mau melakukan apa. Pada akhirnya kami tetap akan bercerai" Ucap Hansel. Adnan mengangguk. Untuk sesaat ia tampak berpikir. "Tapi, ada yang menggangguku. Kau memberi Kinan kompensasi hanya dengan uang bulanan lima puluh juta rupiah dan perkebunan di daerah Bogor. Untuk ukuran janda seorang Hansel, tidakkah itu terlalu sedikit?" Tanya Adnan. Hansel tertawa. "Itu pantas untuknya. Kami tidak memiliki anak dan dia cuma wanita bodoh yang tergila-gila kepadaku dengan caranya yang eksentrik. Aku benar-benar tidak mengerti kenapa papa harus begitu menyayanginya sampai-sampai memaksaku untuk menikahinya dengan alasan konyol seperti hutang budi." Ucap Hansel. Adnan mendesah. "Dari sudut pandangku, dia mungkin bodoh dan sedikit posesif tapi dia satu-satunya wanita yang tidak melihat harta dan kekayaanmu. Dia mencintaimu dengan sungguh-sungguh." Hansel tertawa terbahak-bahak. Hal itu, dia juga tahu. Tapi pria seperti dirinya tidak hanya membutuhkan seorang pendamping yang cinta mati kepadanya. Ia butuh pendamping yang rasional. Seorang isteri yang bisa menaruh kepercayaan kepadanya di saat ia benar-benar tengah sibuk berusaha mencapai ambisinya bukan dengan mencurigainya terus-menerus. Wanita itu tidak lebih dari seorang parasit yang menyedihkan dimatanya. "Kau mulai terdengar seperti papa. Tolonglah....aku sudah cukup mendengar ceramah papa setiap kali ia mendengar kalau aku akan menceraikan Kinan." Hansel meraih gelas anggur kemudian menuangkan minuman itu untuk dirinya dan Adnan. Adnan tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. "Terserah padamu. Aku hanya mencoba memberi saran. Ingat, Kinan itu cantik dan masih muda. Kelabillannya mungkin karena usianya yang jauh lebih muda dibandingkan dengan dirimu. Menurutku sebagai suami, kaulah yang seharusnya membimbingnya. Suatu saat, jika ia bersinar dan tanganmu tidak bisa menjangkaunya lagi. Kau pasti akan sangat menyesal." Adnan mengangkat gelas anggurnya ke arah Hansel dan kemudian meneguknya sekali. Hansel membalasnya dan meneguk anggurnya juga. "Kupastikan aku tidak akan pernah menyesal pak tua. Sebersinar apapun dirinya nanti, dimata dunia dia tetap akan menyandang gelar janda dari seorang Hansel. Dia bahkan harus tetap bergantung pada uang bulanan milikku untuk tetap hidup. Bahkan keluarganya sendiri tidak ingin mempertahankannya, mengapa aku harus?" Hansel memutar - mutar gelas anggur di tangannya. Adnan diam. Ia malas untuk melanjutkan debat dengan tuan keras kepala ini. Hansel mengalihkan tatapannya ke arah pemandangan yang terhampar di jendela kaca kantornya. Wajah polos Kinan kemarin saat ia menemuinya di rumah sakit berputar-putar di dalam ingatannya. Sejujurnya, Hansel sendiri lupa mengapa ia bisa menjadi sebenci ini pada istrinya sendiri. Sejak kapan ia bisa merasa begitu jijik pada istrinya sendiri dan bahkan mencurigai kalau anak di dalam kandungan istrinya bukanlah anaknya. Apakah itu dimulai ketika mereka menikah? Ataukah ketika ia tahu kalau Kinan adalah anak dari wanita itu? Jika ia mengingat-ingat kembali, rasanya ia pernah memiliki perasaan untuk istrinya itu. Ia pernah merasa cemburu ketika melihat begitu banyak bunga dan kotak cokelat di kamar Kinan saat hari Valentine dan ia dengan polos mengatakan kepadanya kalau itu dari teman-teman lelakinya di sekolah. Tapi dibandingkan itu, perasaan muak dan benci yang dimilikinya jauh lebih besar ketika nama istrinya yang menggandeng namanya selalu muncul di infotaiment maupun situs berita gosip karena sikapnya yang sembrono atau cara berpakaiannya yang dinilai buruk. Hansel menggeleng cepat beberapa kali, untuk apa juga ia memikirkan wanita itu? Dalam hidupnya, wanita itu sudah tamat! Bersambung......
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD