PANGGILAN

1030 Words
"Jadi peringkat 3 paralel milik lo cuma digunakan sebagai pegawai salon ?" Tanya Mentari yang menurutku memang di sengaja untuk menghinaku. Mentari memang sengaja memilihku untuk menjadi beauty terapistnya kali ini. Awalnya dia sempat kaget melihat kehadiranku dengan seragam salon milik tante Intan, tapi akhirnya dia memilihku untuk melakukan perawatan lulur di badannya. Sejak awal mulai perawatan hingga detik ini saat aku memijitnya tak henti-hentinya dia menghinaku. Jika bukan karena dia pelanggan tante Intan tentu sudah kusumpal mulutnya dengan lulur yang saat ini ada di tanganku. "Nanti kalau udah ada cukup uang juga aku pasti melanjutkan kuliahku." Jawabku. "Iyakah ? Lo kerja dibayar berapa emang ? Paling buat makan aja lo kurang, gaya-gayaan mau kuliah. Ngimpi lo !" Kata Mentari sambil tertawa sadis. "Bangga lho bisa kuliah pakai duit sendiri. Daripada cuma minta duit orang tua." Sindirku karena sudah tak tahan dengan mulut pedes Mentari. "Gue gak minta juga bokap gue ngasih. Sorry aja ya, keluarga gue tajir. Ga sombong lho ya gue." "Kalau gak sombong trus apa namanya Tari ?" Tanyaku mendengus kesal. Untung saja sudah hampir selesai. "Lo dibayar berapa kerja disini ?" Tanya Mentari sambil berbisik. "Kayaknya itu bukan urusanmu deh Tari." "Heh baik-baik lo sama gue. Gue tanyain sama bokap gue siapa tau ada lowongan jadi OB di kantor bokap gue. Disana gajinya gede bisa UMK, yaa siapa tau bisa bikin lo gampang nglanjutin cita-cita kuliah lo, kasian gue soalnya! Hahahhaha !" Selesai ! Kutinggalkan Mentari yang masih tertawa menghinaku dari ruang pijet. Lebih baik aku pergi daripada terus-terusan sama dia malah bikin aku emosi. "Mbak Meka, aku laper nih. Tak beli jajan dulu ya." Kataku saat selesai dari membersihkan diri. "Sama aku juga eh aku nitip pecel gendar yo sama es degan sirup" Kata mbak Meka. "Oke mbak siap." "Ja, aku nitip sisan. Brambang asem ya sama es teh jumbo." Mbak Meti ikut nitip. "Ja aku jus jambu sama pecel gendar." Mbak Laila ikut nitip juga. "Tante ikut nitip beliin jeruk sekilo ya Ja, yang manis lho. Belinya di toko buah aja jangan di pasar." "Siap tante Intan. Aku pergi dulu. Nitip mbak Mentari ya mbak Meka." "Iyo nanti tak bilase." Jawab mbak Meka. Karyawan di salon tante Intan ada 4 orang udah ditambah sama aku. Sebenarnya salonnya cukup besar. Kalau misalnya rame kadang tante Intan ikut turun tangan sendiri. Trus kalau sampai rame banget kadang Rini juga dipanggil buat bantu-bantu. Sebenarnya Rini juga punya bakat kerja di salon, tapi sayangnya dia malas di salon, paling kalau lagi ga ada duit, ga jalan sama Jodi pacarnya ya pasti ke salon. Kalau udah gitu pasti ngajak ngrumpi semua karyawan salon. "Aduh sial, pakai kempes lagi." Kataku saat motorku tiba-tiba oleng karena ban motor kempes. "Gimana nih, baru juga berangkat belum dapet apa-apa udah kempes lagi." Tintintintintnn ........ "Senja!" Panggil seseorang yang suaranya tidak asing lagi bagiku. "Kempes motornya ?" Tanyanya lagi setelah membuka helmnya. "Iya nih kak kempes. Kak Biru ngapain disini ? Gak kuliah ?" Tanyaku balik. Xabiru Al-Fahri. Aku biasa memanggilnya kak Biru. Usianya terpaut dua tahun diatasku. Dulu kakak sekolahku saat aku masih SD dan SMP. Kak Biru ini orangnya pendiam, tapi sekalinya bicara bikin hati langsung nyess karena mendengar suara baritonnya. Siapa yang tidak terlena bila berada di dekatnya, selain baik dan perhatian, kak Biru ini selalu mementingkan penampilan dia selalu wangi, dan wanginya maskulin banget bikin siapa aja betah deket sama dia. "Udah balik. Ini mau ke rumah temen di Solo baru. Depan gang sana ada tukang tambal ban. Aku dorong ya. Bisa kan ?" "Ga ngrepotin nih ?" "Kaya sama siapa aja. Santai. Ayok naik aku dorong." Aku menaiki motorku dan didorong pakai motor kak Biru. Ngerti ga kalian caranya ? Jadi kita sama-sama naik motor. Tapi trus kaki kak Biru satunya di taruh di motor aku buat ngedorong. Bahaya emang. Jangan ditiru ya . Hihihihi "Lah ? Kok duduk ?" Tanyaku. "Nemenin kamu. Ilang bahaya. Hahahha. " Jawab kak Biru sambil ngakak. "Yaelah masih siang juga, mana aja penculik berkeliaran. Lagian orang mau nyulik aku sih rugi, ga bakal ada yang nebus. Hehehhe." Balasku sambil ketawa ngakak. "Cantikan sekarang." "Siapa ?" "Tukang tambal bannya. Hahaha." Ketawa kami berdua yang langsung dilihat sadis sama pak tukang tambal bannya. "Tuk kan marah, kak Biru sih." Kataku berbisik. "Kok aku, ya kamulah yang salah. Disini yang cewek kan kamu, pake nanya lagi siapa yang cantik." "Ya kan gak mau kegeeran, makanya dipastikan." "Kamu sekarang kuliah dimana ?" "Enggak kuliah. Duit darimana kak ? Aku kerja di salon tempat mama temen aku kak." "Kerja di salon ?" "Iya. Kakak barangkali pacarnya atau gebetan atau temen-temennya dong yang mau nyalon ajak ke tempat kera aku. Aku bisa lho sekarang. Nanti aku kasih diskon deh kak." "Iya nanti aku infoin ke temen-temen aku ya. Kalau pacar aku ga ada. Mana laku. Hahaha ...... " "Emang belom punya ? Seriuh ih!" "Seriuslah, ngapain bohong juga. Salon kamu bisa bikin cowok jadi ganteng ga ? Kaya AlGhozali gitu ?" "Emang kurang ? Kak Biru aja kali yang terlalu pemilih." "Mamaa ?" Panggil seorang anak kecil cantik berambut panjang padaku. Aku dan kak Biru saling menoleh karena merasa bingung dan terheran-heran dengan anak kecil yang tiba-tiba berdiri di depanku dan memanggilku mama. Kupastikan lagi melihat sekelilingku barangkali ada sosok perempuan lain selain aku disini. Tapi ternyata tidak. Hanya aku perempuan disini satu-satunya yang sedang menambal ban. "Kamu punya anak ?" Tanya kak Biru berbisik." "Ngaco ! Nikah aja belum gimana punya anak ?" Jawabku sambil menggelengkan kepala. "Lha itu buktinya dia manggil kamu mama ?" Tanya kak Biru lagi "M.... Mama ..... Ma.... Mama siapa yang kamu maksud dek ?" Tanyaku pada anak kecil itu. "Mama ....... " Tiba - tiba anak kecil itu berlari memelukku dan menangis sesenggukan dipelukanku. "Bintang kangen sama mama." Katanya sambil memeluk erat diriku. "Dia siapa ?" Tanya kak Biru pelan. Aku menggelengkan kepalaku sebaga isyarat bahwa aku sungguh tidak tau siapa anak kecil yang tiba-tiba datang dan memanggilku mama ini. Sebagai seorang wanita entah kenapa aku merasa kasihan pada anak ini, kubiarkan dia tetap memelukku sambil kuelus pelan rambut panjangnya. Semoga sedikit menjadi penenang untuknya di tengah kesedihannya. Kak Biru memberi isyarat pergi mencari air mineral untuk anak ini dan akupun menyetujuinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD