2. barisan para mantan

1228 Words
Aya masuk ke dalam ballroom hotel dengan ekspresi wajah nelangsa. Sudah seminggu dia membujuk Sandra supaya dia mau mengikuti acara yang bahkan tidak memakan waktu lebih dari dua jam itu sama sekali tidak membuahkan hasil. “Gue lagi banyak projek, Ya. Lo tahu kan kalau sampai kerjaan gue nggak beres bisa-bisa posisi gue terancam,” ucap Sandra saat terakhir kali perempuan memohon padanya. Jadi … apa boleh buat. Mana mungkin juga dia menemui bos Sandra untuk meminta keringanan dan lebih tidak mungkin lagi kalau aku tidak menghadiri acara ini. Alhasil dengan terpaksa, Aya kesini sendirian. Perempuan itu tersenyum, mengambil segelas jus jeruk yang ditawarkan oleh pelayan. Daripada dia di sini diam saja seperti orang gila, lebih baik dia menikmati hidangan yang dihidangkan. Musik tiba-tiba saja mengalun dengan lembut, membuat semua pandangan otomatis tertuju pada tangga berlapiskan karpet merah yang nantinya akan menjadi tempat pengantin keluar. “Pengantinnya masih lama ya keluar?” Pertanyaan yang dilontarkan oleh seseorang yang berdiri di sampingnya sontak membuat Aya menoleh. “Eh?” “Oh!” seseorang yang berdiri di sampingnya itu terkejut saat Aya menoleh, menatap perempuan itu dengan mata dan mulut membulat. Seketika, Aya merasa perutnya bergejolak, hendak memuntahkan jus jeruk yang baru saja ditelannya. Entah dosa apa yang telah perempuan itu perbuat sampai-sampai dia bertemu mantannya yang lain di acara pernikahan mantan. “Lo Aya, kan?” tanya pria itu memastikan keterkejutannya. Dengan kaku, Aya mengangguk. “Em, udah lama nggak ketemu, Josh. Apa kabar?” tanya Aya yang berpura-pura ramah demi menyamarkan keterkejutannya. “Iya udah lama. Gue kira pas putus lo langsung pindah dari Jakarta, makanya gue kaget pas ketemu lo tadi, hehehe,” balas pria bernama Josh itu. Aya hanya membalas dengan ketawa canggung. Dalam hati, dia merutuki kepercayaan diri Josh yang mengira dia langsung kabur dari Jakarta hanya karena putus dengan pria itu padahal jelas-jelas Aya terlebih dahulu yang minta putus. “Laila itu dulu teman kuliah gue, makanya gue diundang. Kalau lo kok bisa sampai sini?” tanya Josh dengan nada meremehkan, seakan-akan Aya disini sebagai penyusup tak diundang. “Januar, gue kenal Januar. Suami Laila,” jawab Aya dengan muak. “Mantan?” tanya Josh lagi sambil menaikkan sebelah alisnya. Aya menghela napas. Dalam hati mengutuk dirinya sendiri lantaran pernah berpacaran dengan pria kepo abis seperti Josh. “Hm.” Mendengar jawaban Aya yang sesuai dengan tebakannya, Josh langsung tertawa puas. “Kasian banget lo, lagi-lagi ditinggal mantan nikah. Mana sekarang lagi jomblo.” Mata Aya melirik tempat di samping Josh yang kosong. “Bukan gue aja yang datang ke sini sendirian kali, itu cowok yang berdiri di belakang gue juga,” sindir Aya yang tentu saja ditujukan pada Josh. Pria itu menyapu dahinya yang ditutupi rambut penuh gel. “Sorry buat lo salah paham. Gue kesini sama tunangan gue. Mau gue kenalin? Sayang!” teriaknya sambil melambaikan tangan pada perempuan yang sedang sibuk mengambil makanan ringan. Melihat perempuan itu langsung datang menghampiri Josh, membuat Aya kesal. Sebentar lagi pasti dia akan diserang habis-habisan. “Kenalin, Ledora tunangan gue. Kita udah pacaran 2 tahun. Semoga lo nggak salah paham lagi, ya,” ucap Josh sambil tersenyum sinis. Aya mengangguk, terpaksa menyambut uluran tangan perempuan bernama Ledora itu. “Salam kenal, ya.” Josh menghela napasnya. “Ngeliat lo jomblo kayak gini bikin gue kasihan, Ya. Gue saranin lo nggak usah milih-milih lagi deh. Semua mantan lo dalam waktu cepat bakal nikah. Takutnya lo nggak laku sampai tua nanti,” ucap Josh dengan nada prihatin. Aya menanggapi ucapan Josh dengan senyum kalem padahal tangannya sudah mengepal kuat, siap memukul hidung Josh yang tidak seberapa tinggi itu. Untung saja perempuan itu sadar di mana tempatnya sekarang, membuat hidung Josh masih bisa bernapas dengan tenang. “Makasih banyak pengertiannya. Lagian gue bukan barang dagangan kok. Jadi nggak masalah kalau nggak laku,” balas Aya setelah memastikan emosinya terkendali. Josh mengedikkan bahunya. “Ya … kalau lo nggak nerima saran gue apa boleh buat, ya kan? Kalau gitu gue sama tunangan gue pergi dulu. Nanti gue bakal undang lo deh kalau kita nikah.” “Bye! Nggak usah diundang juga nggak apa-apa, kok. Lagian gue pasti nggak bisa datang,” jawab Aya mengiringi kepergian Josh dan tunangannya. Pandangan Aya kembali tertuju pada tangga yang kini pintunya sudah terbuka sempurna. Ajang saling menyindir antara dirinya dan Josh menyita seluruh perhatian Aya, membuat perempuan itu tak sadar pengantin yang berbahagia sudah muncul. Setelah menghabiskan seluruh jus jeruknya, Aya berjalan mendekati wilayah tangga, hendak berbincang-bincang dengan Januar dan istrinya sejenak sebelum akhirnya pulang lebih awal. “Januar Laila, selamat ya!” seru Aya saat menghampiri kedua pasangan yang tampak serasi dengan balutan gaun berwarna midnight blue. “Aaaaa, makasih banyak udah sempetin diri buat datang,” balas Laila tak kalah ramahnya sambil memeluk Aya. “Seharusnya gue yang bilang makasih udah ingat buat ngundang gue.” Pandangan Aya beralih pada Januar yang memamerkan senyum lebarnya. “Cie udah jadi suami sekarang,” goda Aya sambil menyenggol kaki Januar. “Jangan macam-macam lo!” “Sejak kapan coba gue pernah macam-macam? Meski tampang nggak meyakinkan, gue sebenarnya anak baik nan alim,” jawab Januar dengan penuh percaya diri. “YOOO JANUAR AKHIRNYA NIKAH JUGA LO!” teriakan yang terdengar sangat heboh itu langsung menyita seluruh atensi Aya. Sial. Seketika kaki Aya lemas saat melihat kehadiran seorang pria berkemeja batik mendekati mereka. Sekali lagi, patut dicurigai dosa sebesar apa yang telah diperbuat Aya sampai-sampai dia bisa bertemu dengan tiga mantan sekaligus dalam kurun waktu kurang dari satu jam. “YO JODHI! SAMPAI SINI JUGA LO!” balas Januar dengan teriakan tak kalah semangatnya. “Wo iya dong, masa gue ketinggalan acara nikahnya bestie SD gue.” Aya menundukkan wajahnya, berharap Jodhi tidak menyadari keberadaan perempuan itu meski kini mereka berdiri bersebelahan. “Eh, siapa nih kayak kenal.” Tiba-tiba saja, pandangan Aya dipenuhi dengan wajah Jodhi dengan rambut panjang keriting yang acak-acakan. “WHO AYA!” teriak pria itu seakan-akan tengah melihat penampakan hantu mantan. Dengan senyum penuh tekanan, Aya menyapa Jodhi. “Udah lama nggak ketemu, Jod. Istri lo apa kabar?” tanyanya basa-basi. “Baik dong, sebulan lalu baru melahirkan anak kedua,” jawab Jodhi dengan wajah super ekspresif menggambarkan betapa bahagianya dia sekarang. “Wih, udah dua anak aja lo!” timpal Januar yang terlihat shock. “Woh iya dong! Semangat gue menggelora, ahahaha!” Baru saja Aya hendak kabur, pundaknya sudah ditahan oleh Jodhi. “Kok sendirian aja, Ya? Gandengan mana gandengan? Kenalin dong.” “Mobilnya mogok, Jod. Jadi hilalnya belum kelihatan,” jawab Aya secara tak langsung menjelaskan kalau dia jomblo. “Yah, masih jomblo? Gue kira lo bakal cepat dapat pengganti. Ini Januar mantan terakhir lo aja udah dapat istri. Kualat gara-gara sering mutusin cowok kali lo, Ya. Makanya nggak dapat jodoh, hahahahaha!” ucap Jodhi yang asal ceplos. “Hush!” tegur Januar yang langsung merasa tak enak hati. “Maaf ya, lo kayak nggak tahu aja Jodhi gimana orangnya.” Aya tersenyum, berpura-pura memaklumi sesuatu yang seharusnya tidak dimaklumi. “Sekali lagi gue ucapin selamat buat lo semua ya. Selamat buat Januar yang akhirnya menikah, selamat juga buat Jodhi yang udah anak kedua aja. Gue pamit ya!” pamit Aya yang tanpa menunggu lama langsung ngacir pergi. “Bye Aya! Semoga kutukan lo cepat dicabut ya,” teriak Jodhi dengan suara supersoniknya, membuat seluruh tamu dapat mendengar teriakannya. “Aghh sialan!”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD