06 - Kekang

2016 Words
           Mata Jura terasa sangat sulit untuk dibuka, sampai akhirnya ia berhasil membukanya dengan usaha yang cukup keras. Sinar matahari sudah masuk melewati gorden jendela kamarnya. Merasa ada yang aneh, Jura langsung terduduk di kasurnya dan menyebarkan pandangannya ke sekitar.            Kamar tidurnya … kamar yang selalu menjadi tempat tidurnya selama tujuh belas tahun terakhir. Tentu saja. Namun entah kenapa, rasanya ia sudah lama sekali tidak tidur di kamar itu. Kamar yang bernuansakan warna merah marun ini terasa sangat asing.            Buku-buku ilmu sihir yang memenuhi hampir seluruh dinding kamarnya tidak bisa ia ingat satu persatu. Padahal, ia sudah mempelajari seluruh buku itu dengan sungguh-sungguh.            Aneh, ada sesuatu yang aneh. Entah kenapa, rasanya tekanan udara di sekitarnya juga berbeda dari yang biasanya. Tidak hanya itu, bisikan pelan yang selalu ia dengar setiap hari rasanya semakin jelas terdengar untuk sesaat. Untung saja, dalam waktu yang singkat bisikan itu menghilang sepenuhnya.            “Lumina,” gumam Jura pelan.            ‘Aku di sini, Jura!’ balas Lumina yang terdengar di dalam kepalanya.            “Lumina, apa kau ingat kejadian kemarin?” tanya Jura.            ‘Kemarin? Kemarin bukankah kau … ermm. Maaf, Jura … entah kenapa aku tidak bisa ingat.’            Bahkan Lumina juga tidak bisa mengingatnya … aneh, ada sesuatu yang terjadi. Namun, Jura tidak bisa mengingatnya dengan jelas.            Dengan kening yang berkerut, Jura mencoba untuk mengingat semua kejadian kemarin lebih keras. Tetapi sama seperti Lumina, rasanya ia tidak bisa mengingatnya sama sekali.            Ia langsung berdiri dari kasurnya, dan berjalan menuju meja yang selalu ia gunakan ketika ia sedang belajar di kamarnya. Ia membuka laci kecil yang ada di meja itu. Di dalamnya, terdapat sebuah buku catatan hariannya.            Seperti yang diduga olehnya, buku catatan harian itu kosong. Tidak ada tulisan apa pun di dalamnya. Melihat semua itu, Jura duduk di kursi dekat meja belajarnya. Mengetukkan kuku jari telunjuknya ke atas meja itu sambil mencoba untuk mengingat semuanya.            Kepalanya mulai terasa sakit, sebuah kejadian yang belum pernah ia lalui tiba-tiba terlintas di pikirannya. Bukan … bukan kejadian yang belum pernah ia lalui. Tetapi pernah ia lalui; Atau, akan ia lalui.            Dengan cepat, ia memanggil tongkat sihirnya. Tongkat sihir yang berbeda dari apa yang ia ingat terakhir kali. Selanjutnya, ia menjentikkan jarinya. Sebuah buku yang besar, tebal dan juga berat seketika muncul di sebelah tangannya yang bebas. Senyuman langsung terpasang di wajah Jura.            Itu benar. Saat ini ia sedang berada di dalam ‘mimpi’ milik Lumina. Mimpi tentang masa lalu ketika ia belum terpilih menjadi seorang The Oblivion. Masa di mana semua kejadian terkutuk itu belum terjadi.            Tindakannya saat ini membuktikan bahwa ia bisa melakukan apa pun sesuai dengan keinginannya. Bahkan, buku Grimoire yang seharusnya belum ia dapatkan … bisa ia panggil dan gunakan sesuka hati.            Bakat Zeth benar-benar mengerikan. Apa yang dilakukan oleh Zeth sama saja dengan kembali ke masa lalu. Semua yang pernah ia dapatkan ketika menjadi seorang The Oblivion, ia miliki saat ini. Asalkan, semua barang-barang itu sudah terkunci ke dalam jiwanya.            Itulah mengapa, tongkat sihirnya saat ini merupakan tongkat sihir yang ia temukan di dalam ‘menara’ dan buku Grimoire yang ia dapatkan di Silver Star bisa ia gunakan. Dengan kedua benda ini … ia pasti bisa melenyapkan kutukan dari Grimlace itu dengan mudah. Ia pasti bisa pergi sendirian ke menara itu.            ‘Jura … Jura?’            “Apa kau sudah mengingatnya, Lumina?” tanya Jura pada Lumina. Jika Jura sudah mengingatnya, seharusnya Lumina juga bisa mengingatnya.            ‘Aku mengingatnya. Entah kenapa, kejadian penting seperti ini bisa kulupakan …’ rengek Lumina.            Jura terkekeh pelan, kemudian berkata, “Tidak aneh, karena kita kembali ke masa lalu di mana aku belum terpilih sebagai anggota The Oblivion. Itu berarti, ingatan tentangku ketika menjadi anggota The Oblivion belum ada.”            ‘Tetapi bagaimana bisa kau kembali mengingatnya?’            “Itu mudah. Aku bisa merasakan benda asing yang terkunci pada jiwaku. Tongkat sihir yang kudapatkan di dalam menara itu dan juga buku Grimoire yang kudapatkan di Silver Star lah yang membuatku mengingatnya,” jawab Jura. “Tetapi … sepertinya Lucius, Syville, Key dan Baron memerlukan usaha yang cukup keras untuk mengingatnya.”            ‘Aku harap mereka baik-baik saja …’            “Aku harap juga begitu. Aku tidak tahu kesempatan ini bisa diulang berapa kali sampai kita berhasil menyelesaikan tujuan kita.”            Setelah mengatakan hal itu, ketukan pelan terdengar dari pintu kamarnya. Dyana, salah satu pelayan rumahnya dan seseorang yang menyiapkan segala keperluan sehari-hari Jura masuk ke dalam kamarnya.            Melihat Dyana yang selalu membantunya setiap hari, yang selalu membantunya dalam situasi mudah maupun sulit, membuat hidung Jura terasa sedikit gatal. Dengan senyuman lebar, Jura berkata, “Selamat pagi, Dyana.”            Dyana yang perhatiannya belum tertuju pada Jura yang duduk di kursi meja belajarnya langsung terpekik kaget. “Nona Jurianna … anda sudah bangun?”            Jura terkekeh pelan sambil mengibaskan tangannya gemas. “Dyana, bukankah sudah kubilang jika tidak ada siapa pun, kau tidak perlu terlalu formal padaku?”            Dyana memiringkan kepalanya ke samping dengan wajah yang sedikit bingung. “Uhh … iya?”            ‘Tunggu, apakah aku baru saja melakukan kesalahan? Apakah aku mengatakan hal itu ketika ayah sudah pergi untuk menjalankan tugas?’ batin Jura.            Jura berdeham pelan, kemudian berkata, “Intinya, tidak perlu terlalu kaku padaku.”            Mata Dyana langsung terbelalak dengan lebar. Rasanya, Jura bisa melihat kilatan cahaya di dalamnya. “Tentu, Nona Jurianna!”            “Mulai saat ini panggil aku Jura.”            “Eh? Tapi panggilan itu—”            “Tidak ada tapi, Dyana.”            “Ba-baiklah, Nona Ju-Ju-Jura …”            “Sepertinya masih terlalu cepat tanpa memanggilku nona, ya?” gumam Jura pelan.            ‘Jura … akan aneh jika kau tiba-tiba bersikap ramah seperti ini saat kau belum masuk ke dalam menara itu,’ kata Lumina.            Jura hanya bisa tersenyum miris. Ia kembali teringat sikap dan tingkah lakunya ketika ia belum menggunakan sihir terkutuk itu. Rasanya, ia ingin masuk ke dalam sebuah lubang dan menggali dirinya sendiri ketika ia ingat bahwa sebelum kejadian itu, sikapnya sangat sombong dan angkuh. Tidak aneh jika Dyana bersikap seperti itu padanya.            “Kalau begitu, Nona Juria—Nona Jura … saya akan mempersiapkan keperluan anda untuk berangkat menuju akademi sihir,” kata Dyana yang mengembalikan Jura dari rasa malunya.            “Tentu. Terima kasih, Dyana,” kata Jura. “Ah, sepertinya aku butuh mandi. Semalam sangat panas sampai tubuhku dipenuhi keringat.”            “Oh! Tentu! Segera saya siapkan!” balas  Dyana yang langsung berlari dengan cepat menuju pintu kamar mandi yang langsung tersambung oleh kamar tidur Jura.            “Tambahkan wangi lavender, Dyana!”            “Baiklah, Nona!” sahut Dyana dari dalam kamar mandi.            ‘Jura … jangan bersikap aneh!’            Jura hanya terkekeh pelan mendengar komentar dari Lumina. Meski ia tahu, untuk menghindari seseorang yang mulai mencurigainya karena sikapnya yang berubah drastis dibandingkan dengan sebelumnya, ia tetap tidak bisa melewatkan rasanya bagaimana berendam air panas di kamar mandinya.            .            .            “Ah, tidak. Tidak dikepang, aku bosan,” kata Jura cepat ketika Dyana sedang membantunya untuk menyisir rambutnya setelah Jura selesai mandi.            “Ah? Lalu … Nona ingin mengurai rambut Nona?” tanya Dyana dengan wajah yang bingung.            ‘Juuraaaa!’ teriak Lumina di dalam kepalanya.            Sepertinya akan sangat aneh jika Jura tiba-tiba datang ke akademi sihir dengan rambut yang diikat dua. Dengan sikapnya yang dulu, ditambah dengan gaya rambutnya yang tidak cocok dengan sikapnya itu … pasti ia akan menarik banyak perhatian.            “Mhm, cukup urai saja rambutku,” jawab Jura. Ia tidak ingin mengepang rambutnya lagi seperti yang biasa ibunya lakukan padanya. Karena ia sudah tahu, usahanya untuk menerima kasih sayang dari ayahnya tidak akan pernah ia dapatkan.            Dengan wajah yang serius, Dyana kembali menyisir rambut Jura yang sudah sangat rapi. Sambil menunggu obsesi Dyana pada rambutnya, Jura membuka laci yang ada di meja riasnya. Pita berwarna kuning keemasan langsung menarik perhatian Jura. Pita yang sama yang selalu ia gunakan ketika ia mulai mengubah gaya rambutnya. Pita yang diberikan oleh ayahnya dulu ketika ibunya masih ada …            “Ah, Nona … apa kau ingin menggunakan pita itu?” tanya Dyana.            Jura mengedipkan matanya beberapa kali, kemudian memberikan pita itu pada Dyana. “Mhm, Sudah lama sekali aku tidak menggunakannya.”            “Kalau begitu, serahkan padaku, Nona!” kata Dyana semangat sambil mengambil pita itu dari tangan Jura.            Di akhir, Jura sedikit tidak yakin dengan tampilannya saat ini. Pita itu berakhir menjadi pengganti bandonya di kepala … terlihat kepalanya saat ini seperti hadiah yang diikat oleh pita untuk kado seseorang yang sedang berulang tahun.            Tetapi karena Dyana terus memuji penampilannya … ditambah dengan persetujuan dari Lumina bahwa ia terlihat lebih baik dengan gaya rambut yang seperti ini—jika Jura mulai memasang wajah sombong dan angkuh, dengan gaya rambutnya yang baru akan lebih cocok dibandingkan dengan sebelumnya—akhirnya Jura lebih percaya diri.            Dyana memasang wajah yang sangat puas, kemudian berkata, “Aku yakin Tuan juga akan memuji penampilan Nona saat ini!”            Dalam hati, Jura tahu hal itu tidak akan pernah terjadi. “Apa hari ini ayahku akan sarapan di ruang makan?”            “Itu benar … ah! Lihat waktunya! Kau bisa terlambat, Nona! Kau harus cepat-cepat! Jika tidak, kau tidak akan bisa sarapan!”            Jura tersenyum tipis kemudian berkata, “Dyana … padahal beberapa waktu yang lalu kau masih takut padaku. Sekarang, kau sudah berani menyuruhku?”            Wajah Dyana langsung pucat, dengan tangan yang bergetar, ia berkata, “Ma-Maafkan saya, Nona! Saya tidak bermaksud—”            Jura tertawa terbahak-bahak sambil menepuk punggung Dyana dengan pelan. “Aku hanya bercanda. Aku tidak akan bertingkah seperti sebelumnya, Dyana. Aku tahu kesalahanku sendiri.”            “Oh? Oh …” Dyana mulai gagap dan bergerak canggung di tempatnya. Mungkin ia masih bingung dengan sikap Jura yang seperti ini.            “Kalau begitu, aku akan sarapan terlebih dahulu, Dyana,” kata Jura sambil menjentikkan jarinya. Tas sihir yang di dalamnya terdapat materi untuk belajar di akademinya melayang menuju tangannya. Setelahnya, ia keluar dari kamarnya meninggalkan Dyana yang masih bingung.            .            .            Jura membuka pintu ruang makannya dengan cukup keras. Saatnya bertarung dengan perasaannya yang sudah lama ia kunci.            Mendengar pintu ruang makan yang terbuka dengan keras, ayahnya, Julian un Reicon mengangkat wajahnya dari koran berita harian yang sedang ia baca. Setelah melihat Jura, kedua alisnya terangkat cukup tinggi sampai Jura bisa menyadarinya.            Entah karena ia kesal dengan Jura yang membuka pintu ruangan itu dengan keras, atau karena gaya rambutnya yang berubah, atau karena pita pemberian ayahnya yang akhirnya ia kembali gunakan, atau karena ketiga hal itu secara bersamaan.            “Selamat pagi, ayah,” sapa Jura berusaha untuk tidak menatap wajah ayahnya lebih lama. Jika ia kembali menatapnya, dan perasaan yang sudah lama ia kubur tidak bisa ia tampung lagi dan keluar … bisa berbahaya.            “Pagi,” jawab ayahnya setelah beberapa saat berlalu. Jika ingatan Jura tidak salah, ayahnya tidak pernah menyapa Jura kembali.            ‘Ah! Aku tidak akan menangis! Tidak akan!’ batin Jura keras-keras.            Seorang pelayan meletakkan sarapan di depan Jura beberapa saat kemudian. Sarapan sederhana yang selalu ia makan setiap pagi. Rasanya … rasanya ia sudah merindukan masakan Syville …            Dengan malas, Jura mulai mengunyah roti bakarnya. Sesekali mengunyah salad sayurnya ketika ia bosan dengan tekstur roti bakarnya. Ketika sarapannya sudah habis, dengan santai Jura meminum tehnya.            Setidaknya ada empat puluh menit lebih waktu tersisa sebelum kelas pertama dimulai. Dengan kemampuannya saat ini, Jura pasti bisa sampai di akademi dalam waktu sepuluh menit.            Tiba-tiba, ia mendengar suara dehaman pelan. Jura mengangkat wajahnya memerhatikan ayahnya. “Hari ini pembagian hasil ujian minggu lalu, bukan?”            Jura mengedipkan matanya sekali. Ujian … ah, ujian itu, ya? Hasil ujian yang akan membuat ayahnya marah besar padanya … lagi dan lagi. “Benar, ayah. Aku akan memberikan hasilnya kepada ayah setelah pekerjaan ayah selesai.”            Ayahnya mengangguk singkat, tidak melepaskan pandangannya dari koran yang ia baca. “Kau harus mendapat nilai tertinggi. Jangan sampai kau memalukan diriku seperti sebelumnya.”            Sayangnya, Jura tidak bisa melakukannya dalam ujian kali ini. Ia menghembuskan napasnya dengan panjang dan berkata, “Tentu, ayah. Kalau begitu, aku akan pergi terlebih dahulu.”            Tentu saja, tidak ada jawaban dari mulut ayahnya. Jura hanya mengambil tasnya lalu berjalan keluar dari ruang makan. Kemudian, menutup pintu ruangan itu tepat di depan wajahnya.            Jura tidak terlalu yakin, apakah ia bisa mengubah takdir ayahnya untuk menghindari kematian jika hasil ujian itu tidak pernah ada.            Tetapi, ia diberi kesempatan untuk kembali ke masa lalu dengan tujuan menghilangkan kutukan dari Grimlace. Ia tidak bisa terlalu serakah dan egois. Ia harus fokus pada tujuan utamanya.            Lagi pula, tanpa kematian ayahnya … Jura tidak akan bisa menemukan buku yang berisi kekuatan terkutuk itu. Jika ia tidak bisa menemukannya, ia khawatir dampaknya akan berujung pada dirinya yang tidak akan terpilih menjadi anggota The Oblivion.            Ah, entah sejak kapan Jura menempatkan teman-teman anggota The Oblivion yang lain menjadi lebih penting dibandingkan dengan darah dagingnya sendiri.            Mungkin sudah sejak lama, Jura terlepas dari kekangan ayahnya.[]
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD