53 - Julukan Keluarga Xlafyr

3483 Words
Setelah Lucius meninggalkan empat orang yang menjaga pintu masuk ke dalam gedung di mana lelang ilegal akan diadakan, pekerjaannya menjadi lebih mudah untuk mengitari tempat itu. Orang-orang yang bekerja di tempat itu pasti beranggapan kalau Lucius memang memiliki undangan untuk masuk ke dalamnya, karena ia sudah melewati penjaga yang ditempatkan di pintu masuk. Hanya dengan lima puluh keping koin emas, Lucius diantar dan dilayani dengan pelayanan bintang lima oleh seorang pekerja yang berhasil ia sogok. Bahkan, ketika Lucius menanyakan di mana tempat untuk menyimpan barang – barang yang akan dilelang besok, orang itu langsung mengantar Lucius tanpa curiga sedikit pun. Tingkat keamanan ruangan untuk menyimpan barang-barang yang akan dilelang besok sangat buruk. Barang-barang itu hanya diletakkan di sebuah ruangan dengan kunci pintu biasa. Padahal, sebelumnya Lucius berpikir kemungkinan besar ia harus masuk ke dalam ruangan bawah tanah dengan ruang brankas yang sangat besar. Tetapi untunglah karena hal itu ia tidak terlalu kesulitan dan hanya membutuhkan waktu singkat untuk menyelesaikan misinya. Bahkan, orang itu membukakan kunci pintu ruang penyimpanan barang lelang. Sungguh baik sekali. “Kalau begitu, aku akan menyimpan barang daganganku terlebih dahulu, kau boleh kembali mengerjakan tugasmu yang lain,” kata Lucius pada pekerja yang berhasil Lucius sogok. Orang itu kembali memasang senyuman cerah di wajahnya sambil menggosokkan kedua tangannya secara bersamaan. “Tentu saja, Tuan! Sampai bertemu besok!” katanya semangat sambil membungkuk hormat pada Lucius beberapa kali, sebelum akhirnya ia membalikkan tubuhnya dan menghilang di balik koridor. Ruang penyimpanan barang untuk lelang sangat besar, lebih besar dibandingkan dengan aula yang ada di kapal pesiar sebelumnya. Puluhan kotak kayu dengan berbagai macam ukuran tersebar di seluruh ruangan itu. Beberapa kotak tersebut hanya ditutupi oleh kain putih dan ada juga yang tertutup rapat oleh kayu yang dipaku. Lucius kembali membaca catatan kecil yang diberikan oleh kakaknya. Di sana tergambar dengan detail bagaimana bentuk guci yang harus ia ambil untuk tugasnya. Ia juga menuliskan detail kecil yang tidak terlihat hanya dari gambar. Saat itulah Lucius baru sadar di belakang kertas itu ada catatan kecil dari kakaknya. ‘Tambahan seratus keping emas setiap kepala pekerja lelang yang berhasil kau penggal~’ Orang gila macam apa yang bersedia untuk membayar sebanyak seratus keping emas hanya untuk membunuh satu pekerja yang ada di lelang ini? Dengan seratus keping emas, padahal orang itu bisa menyewa seseorang untuk membunuh bangsawan atau semacamnya. … Apakah orang-orang yang memilih Lakra untuk menjalankan rencana mereka selalu membayarnya dengan bayaran yang sangat tinggi? Biasanya, Lucius akan bersemangat ketika mendapatkan tugas semacam ini. Semakin banyak ia mempermainkan nyawa seseorang ketika ia menjalankan tugasnya, semakin senang pula dirinya. Tetapi, ada sesuatu yang berbeda. Kali ini ia tidak merasakan apa pun. Kesenangan macam itu seakan sudah lama hilang pada dirinya. Apa yang terjadi? Apa yang membuatnya mulai merasa bosan dengan hal yang selalu membuatnya semangat dan merasa senang? Apa yang membuatnya mulai merasa malas untuk mendapatkan perhatian dari keluarganya? … ‘Ada sesuatu yang aku lupakan … suatu hal penting …’ batin Lucius sambil memijat pelan keningnya. ‘Hal yang sangat penting, tetapi bisa aku lupakan … bahkan bisa jadi sesuatu atau seseorang membuatku melupakannya …’ ‘Itu benar.’ Kedua telinga Lucius langsung terangkat. Ia menyebarkan pandangan ke sekelilingnya, mencari sumber suara. Tetapi, tidak ada seorang pun di ruangan itu. Hanya ada dirinya yang berdiri di tengah-tengah tumpukkan kotak yang berisi banyak barang untuk dilelang. Lucius kembali mengusap keningnya yang mulai berkeringat. ‘Apa ini efek samping setelah aku dibuang ke laut? Beberapa hari ini rasanya aku selalu berhalusinasi …’ ‘Ini bukan halusinasi.’ Sekali lagi, Lucius kembali menyebarkan pandangan ke sekelilingnya. Dirinya sangat yakin ia tidak menyuarakan pemikirannya. Lalu … kenapa ‘suara’ yang ia dengar itu rasanya menjawab apa yang dipikirkannya? ‘Karena aku berada di dalam dirimu.’ “Kau … kau sesuatu yang muncul ketika aku berada di ruang latihan, ‘kan?” Suara tawa terdengar menggema di dalam kepala Lucius untuk beberapa saat, kemudian suara itu membalas, ‘Ayolah. Kau bisa mendengarku, kau juga sudah bisa menggunakan sihir. Tapi kenapa ingatanmu belum kembali? Apa ini ada sangkut pautnya dengan kutukan keluarga Xlafyr?’ “Bahkan kau mengetahuinya. Siapa kau? Kenapa kau tidak menampakkan dirimu?” ‘Karena aku berada di dalam dirimu, bodoh. Apa sebelum terpilih menjadi anggota The Oblivion, otakmu itu cedera sampai kau sebodoh ini?’ Dagu Lucius langsung berkerut. The Oblivion … entah kenapa ketika ia mendengar kalimat yang terdengar asing namun terasa akrab itu dadanya merasakan sesuatu yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Tatapannya kembali tertuju pada tulisan tangan kakaknya yang berada di kertas yang masih ia genggam. ‘Tambahan seratus keping emas setiap kepala pekerja lelang yang berhasil kau penggal~’ Itu benar … seharusnya Lucius merasa bersemangat setelah membaca tulisan itu. Mungkin jika dirinya masih yang dulu, ia akan langsung keluar dari ruangan ini dan memenggal kepala siapa pun yang ia temui. Tapi tidak untuk kali ini. Setelah mendesah panjang, Lucius bergumam, “Kenapa kau tidak memberitahuku, Shade?” ‘Oh. Akhirnya kau ingat?’ Lucius menggelengkan kepalanya, kembali memijat keningnya setelah ingatan dirinya tiba-tiba kembali membanjiri kepalanya. Membuatnya sedikit merasa pusing. ‘Sampai bisa melupakan hal sepenting ini … apa ini efek samping dari bakat milik Zeth?’ ‘Haha! Median Sylphid cukup menarik. Meski kau sempat melupakan tujuan utamamu kenapa kau kembali ke waktu ini, setidaknya kau benar-benar bisa kembali untuk memperbaiki masa lalumu itu.’ Lucius mendecakkan lidahnya, kemudian membuang kertas yang ia dapatkan dari kakaknya. Setelah kembali mengingat alasan kenapa ia harus kembali ke tempat ini, ia tidak perlu untuk mengikuti permintaan keluarganya lagi. Desahan panjang kembali keluar dari mulut Lucius. Sambil menyisir rambutnya yang mulai berantakan dengan jarinya, ia bergumam, “Seharusnya aku bertemu dengan Zoe tidak lama lagi …” ‘Oh? Kau akan membunuhnya lagi?’ “Mana mungkin aku melakukan hal itu lagi. Setidaknya kali ini aku akan membiarkan beberapa orang hidup lebih lama.” ‘Hmm, jika hal itu memang membuatmu merasa bersalah seumur hidupmu, lakukan semaumu.’ Lucius mengusap bagian belakang lehernya, kemudian keluar dari ruang penyimpanan barang yang akan dilelang. Koridor panjang yang ia lihat setelah keluar dari ruang penyimpanan itu terasa berbeda sekarang. Mungkin karena ia sudah mendapatkan kembali ingatan serta kemampuannya yang sempat ia lupakan sebelumnya. Kali ini, ia dapat dengan mudah mengetahui ada seseorang … atau ada dua orang yang sedang mengawasinya dari jauh. Salah satunya sudah jelas adalah Lakra. Sedangkan satunya lagi … entah kenapa ia tidak bisa mengetahuinya. Meski Lucius tidak tahu siapa satu orang lagi yang sedang mengawasinya dari suatu tempat, fakta mengenai hal itu saja sudah memberinya sebuah petunjuk. Seseorang yang bisa melakukan hal semacam itu tentu saja hanya ada satu orang. Ayahnya sendiri. Lucius mengendalikan Mananya yang sudah cukup lama tidak ia gunakan, namun masih ia ingat dengan baik. Ia menyebarkan Mananya ke seluruh ruangan tempatnya berada, dan dengan mudah ia menemukan di mana keberadaan Zoe. Ditambah dengan keberadaan ayahnya yang memerhatikannya dari jauh. . . Sebelum berbelok menuju koridor yang lain, Lucius mendengar suara seseorang yang sudah sangat ia kenali beberapa hari ini, dan sudah sangat ia kenali di masa lalu. Tapi kali ini, keadaannya berbeda dari pada sebelumnya. Ia tidak lagi menggenggam sebuah belati dan noda darah yang membasahi pakaiannya. “… Aku tahu! Karena itu, aku memberanikan diri untuk pergi ke kota yang cukup jauh untuk menemui temanku.” “Bahkan sampai segitunya … apa kau yakin temanmu ini seorang lelaki? Ah, atau jangan-jangan kau ini seorang perempuan yang sedang menyamar?” “Oi, apa maksudmu!?” “Hahaha! Benar, ‘kan? Setelah mendengar ceritanya, rasanya kau seperti melihat sebuah drama di mana sepasang kekasih yang saling berpisah. Namun, salah satu dari mereka mencoba untuk bertemu lagi dengan pasangannya!” “Hentikan omong kosongmu itu! Apa karena hal yang kau pikirkan itu kau sering meraba-raba dadaku, ha!?” “Hahaha. Aku hanya bercanda!” “Lihatlah wajahnya. Mana ada seorang gadis dengan wajah seperti dia?” “ … aku tidak tahu harus senang atau kesal setelah aku mendengar perkataan itu.” Perkataan mereka langsung berhenti ketika Lucius akhirnya berbelok pada koridor di mana tiga orang yang menggunakan pakaian serba hitam sedang mengobrol satu sama lain. “Ah!” sahut Zoe sambil menunjuk ke arah Lucius dengan mulut yang terbuka lebar. “Apa? Ada apa?” “Oi, kenapa kau menunjuk seorang tamu!?” “Lucius!” “Lucius?” tanya dua orang yang sedang bersama Zoe. Tawa pelan keluar dari mulut Lucius. “Apa kabar?” Dengan langkah kaki yang dihentakkan dengan kencang, ditambah dengan wajah yang memperlihatkan kalau Zoe sedang menahan amarah, ia mendekati Lucius dengan tangan sebelah kanannya yang sudah siap meninju Lucius dengan kencang. Tentu saja, Lucius dapat dengan mudah menahan serangan dari Zoe. “Oi, apa ini hal pertama yang kau lakukan jika bertemu dengan teman lama?” “Teman lama apanya!? Kau tiba-tiba menghilang dari desa! Apa kau tahu seluruh penduduk desa mengkhawatirkanmu!?” “Uhh … Zoe … apa ini teman yang kau ceritakan itu?” “Jadi dia benar-benar seorang lelaki, ya?” “Hei, Fred, Al, kau pikir aku akan berbohong pada kalian!?” Fred tertawa terbahak-bahak sambil mengibaskan tangannya. “Habisnya kau menceritakan temanmu ini seperti seseorang yang ditinggal oleh kekasihnya!” Al menganggukkan kepalanya menyetujui perkataan Fred. “Atau jangan-jangan … sebenarnya kau berbelok ke arah itu, Zoe?” Zoe mendecakkan lidahnya, kemudian menendang Fred dan Al sekuat tenaga. “Pergi! Pergi kalian berdua! Aku ingin berbicara dengan Lucius!” “Oyaaa … apa Tuan Muda Zoe malu?” goda Fred sebelum ia lari menghindari tendangan Zoe lagi. Al menyusul tidak jauh di belakangnya. Dengan napas yang terengah-engah, Zoe memutar tubuhnya kembali menghadap ke arah Lucius dengan jari telunjuk yang menyentuh keningnya. “Kau! Kemana saja kau selama ini! Setelah kau menghilang, beberapa penduduk desa menemukan … mayat di dekat jalan menuju area perkebunan dan perternakan!” Lucius hanya bisa tersenyum miris sambil melipat tangannya di d**a. “Tibab-tiba saja aku mendapatkan kembali ingatanku. Kemudian aku harus melapor secepatnya ke … seseorang yang mempekerjakanku sebelumnya. Untuk mayat yang kau sebutkan itu, aku tidak tahu.” Zoe mendengus kencang dan ikut melipat tangannya di d**a. “Setidaknya kau bisa memberitahuku terlebih dahulu! Semua penduduk desa yakin kau diculik dan dijual oleh siapa lah itu. Tapi aku percaya kau masih ada di suatu tempat.” “Karena itu kau pergi ke luar kota?” Zoe kembali mendengus. “Ya! Selain mencari dirimu yang tiba-tiba hilang, aku juga dapat penawaran kerja dari seseorang dengan gaji yang sangat besar.” “Kau ini … apa kau tahu kau bekerja di tempat yang ilegal?” “Lalu bagaimana denganmu? Kenapa kau bisa ada di tempat ini?” Lucius mengangkat kedua bahunya, kemudian menjawab, “Tentu saja aku datang ke tempat ini untuk menangkap orang-orang yang mempekerjakanmu itu.” Zoe mengedipkan matanya satu kali, kemudian ia berbicara dengan suara yang pelan, “Apa kau seorang mata-mata dari pemerintahan atau semacamnya?” Sudut bibir Lucius sedikit terangkat. Ia tahu kalau Zoe sedikit … bodoh. Tetapi tidak pernah tahu kalau ia sebodoh ini. “Ya. Tapi karena kita pernah berteman, aku akan pura-pura tidak pernah melihatmu di tempat ini.” “Oy, bukankah seharusnya kau menangkapku juga? Apa ternyata seorang mata-mata dari pemerintahan juga curang sepertimu?” Lucius tertawa singkat, kemudian merasakan kalau ayahnya mulai bergerak. Sepertinya ia akan memberi pelajaran pada Lucius karena ia tidak melakukan apa yang diharapkan oleh ayahnya. “Sebaiknya kau cepat pergi dari tempat ini. Teman-temanku akan datang sebentar lagi. Jika kau tidak ingin tertangkap dan dihukum mati, keluarlah sekarang juga,” kata Lucius sambil mengibaskan tangannya mengusir Zoe. “Ah, kau sudah mendapatkan bayarannya, ‘kan?” Zoe menggaruk bagian belakang kepalanya dengan wajah yang terlihat kebingungan. “Kau benar-benar seorang mata-mata dari pemerintahan? Kau tidak berbohong?” “Aku tidak pernah berbohong pada temanku.” Untuk sesaat, Zoe hanya menatap Lucius dengan mata yang sedikit disipitkan, namun akhirnya ia mendesah pelan dan berkata, “Karena aku belum menikah, aku akan pergi dari tempat ini sekarang juga. Aku akan berada di kota ini satu minggu ke depan. Temui aku di penginapan yang ada di dekat pasar buah-buahan dan jelaskan semuanya padaku!” “Ya, ya. Cepatlah pergi, kau terlalu banyak bicara. Kalau bisa, beritahu kedua temanmu juga. Tapi jangan bawa yang lainnya.” Zoe menganggukkan kepalanya. Setelah terlihat ragu untuk meninggalkan Lucius, akhirnya ia mulai berlari dan menghilang di belokan koridor yang lain. “Oi, oi~ Adikku yang manis, sepertinya kau kembali mengecewakan ayah lagi,” kata Lakra dari balik punggung Lucius. Lucius langsung membalikkan tubuhnya dan melihat Lakra dan ayahnya yang sudah berada di depannya. Ayahnya masih terlihat sama seperti ingatan Lucius. Tubuhnya cukup tinggi namun tidak terlalu besar. Pakaiannya serba hitam, sama seperti rambutnya yang panjang dan diikat satu seperti Lakra. Matanya yang berwarna merah seperti darah menatap Lucius dengan tajam. “Jelaskan semua ini, Lucius.” Lucius memiringkan kepalanya sedikit ke samping, kemudian mengeluarkan belati dari sabuknya. “Sepertinya saat ini aku sedang ingin memberontak, ayah. Aku tidak ingin menjadi anak yang menuruti keluarganya lagi.” Lakra mengerutkan keningnya. “Apa yang kau katakan—” Ayahnya mengangkat sebelah tangannya menghentikan perkataan Lakra. Wajahnya tersenyum dengan mengerikan. “Kau ingin menantangku?” “Lucius!” “Hal ini tidak ada sangkut pautnya denganmu, Lakra.” “Oi, kau bisa saja mati!” “Biarkan dia berbuat apa yang ia mau. Lakra, lebih baik kau selesaikan pekerjaanmu itu.” “Tapi ayah—” “Aku tidak ingin mengatakan apa yang kukatakan sebanyak dua kali,” geram ayahnya pada Lakra, yang sukses membuatnya langsung menutup mulut dan pergi dari tempat itu. Meninggalkan Lucius dengan ayahnya sendirian. “Lucius, meski kau masih bisa berguna, tapi karena otakmu sudah teracuni oleh seseorang yang bernama Zoe itu, mungkin sudah saatnya aku membuangmu.” “Kita lihat siapa yang akan berakhir di tempat sampah kali ini, ayah.” Tatapan penuh amarah ayahnya langsung tertuju pada Lucius. Namun, ia tidak lagi gemetar ketakutan ketika melihatnya. Tidak lagi seperti sebelumnya. Ayahnya melakukan gerakan yang sudah sering ia lihat dan ia lakukan. Setelah mengayunkan belati di depan wajahnya, tubuh ayahnya langsung dikelilingi oleh aura hitam. Ia menggunakan Dark Force. “Sayang sekali, aku harus memberi makan iblis yang ada di tubuhku dengan darah dagingku sendiri,” kata ayahnya yang sudah tidak terdengar seperti manusia lagi. Mendengar hal itu, Lucius hanya tertawa singkat. “Ayah. Aku tidak akan menantangmu jika aku hanya berakhir dengan kehilangan nyawaku,” kata Lucius sambil memfokuskan Mana ke seluruh tubuhnya. Mengingat kembali bagaimana rasanya ketika ia menggunakan Shadow Force lagi. Kekuatan baru yang diberikan oleh Zeth belum sempat Lucius pakai. Namun perasaan yang sama ketika ia menggunakan shadow Force membuatnya dapat dengan mudah mengendalikan kekuatannya. Tidak hanya itu, karena kekuatan ini berasal dari Mananya sendiri, tubuhnya tidak terasa terbebani seperti sebelumnya. Aura yang mengelilingi tubuh ayahnya sempat bergetar, cahaya merah yang menggantikan posisi matanya juga terlihat sama. “Bagaimana mungkin? Kenapa kau bisa memiliki kekuatan itu!?” “Ayah, aku akan membuat julukan ‘tangan kanan iblis’ menghilang dari keluarga Xlafyr.” []
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD