Jura terus memaki dirinya sendiri dalam hati karena melakukan hal bodoh seperti melukai kaki dan tangannya hingga separah ini. Padahal, ia sudah tahu kalau penghalang magis yang mengurungnya entah sudah berapa lama itu tidak akan bergeming sedikit pun ketika ia menyerangnya dengan serangan fisik.
Ia juga baru sadar kalau ia masih tidak bisa menggunakan sihir, padahal ia sudah keluar dari penghalang magis yang mengurungnya. Membuatnya harus menahan sakit dari kaki dan tangannya yang patah, ditambah dengan kepalanya yang berdenyut menyakitkan.
Di depannya, Lucius mendesah pelan sambil menyisir rambut dengan jarinya. “Tidak ada pilihan lain, aku akan menggendongmu,” katanya sambil berlutut di depan Jura dengan punggung yang menghadapnya.
Untung saja saat ini Lucius sedang membelakanginya, karena ia yakin saat ini wajahnya sangat merah karena malu. “Maaf, sepertinya aku tidak akan bisa menggunakan sihir sampai aku keluar dari tempat ini …”
Seakan baru menyadari sesuatu, perkataan Jura terdengar menggantung di udara. Kemudian ia menambahkan, “ … tunggu sebentar. Ngomong-ngomong … bagaimana caranya kau menghancurkan penghalang magis yang mengurungku, Lucius? Dan bagaimana bisa kau ada di sini?”
Lucius terkekeh pelan, kemudian menjawab, “Kau baru menanyakan semua hal itu sekarang? Bagaimana jika kita cari yang lain terlebih dahulu? Setelah bertemu dengan mereka, aku akan menjawab semua pertanyaanmu.”
Jura mengedipkan matanya beberapa kali, kemudian mengingat bakat milik Zeth yang bisa membuat sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin. Sepertinya Zeth dan yang lainnya entah bagaimana caranya datang ke dunia ini untuk menolongnya.
“Tentu, aku juga ingin bertemu dengan yang lain,” balas Jura sambil merangkak naik ke punggung Lucius. “Jangan protes jika tubuhku sedikit berat dari pada sebelumnyaaa—”
Jura sempat menggigit lidahnya sendiri karena Lucius sudah mengangkat tubuhnya sebelum ia selesai bicara. Dengan cepat Jura langsung memeluk leher Lucius agar ia tidak terjatuh. “Setidaknya beri tahu aku terlebih dahulu sebelum kau berdiri!” protes Jura sambil memukul punggung Lucius beberapa kali.
Lucius terkekeh pelan, kemudian melepas tangannya yang menopang Jura pada punggungnya, membuatnya mendapat cekikan di leher. “Baik! Baik! Aku tidak akan bercanda lagi! Jangan cekik aku lagi!”
Jura mendengus pelan, kemudian mengendurkan tangannya yang memegang leher Lucius agar ia tidak terjatuh. “Saat ini kau sudah bisa bercanda, ya? Apa ada suatu kejadian yang membuat sikapmu berubah ketika kau kembali ke masa lalumu itu?”
Lucius tidak langsung menjawab perkataan Jura, ia hanya mengangkat kedua bahunya dan mulai berjalan ke entah apa yang akan menjadi tujuannya. Setelah beberapa saat, akhirnya ia berkata, “Kenapa? Kau tidak suka? Apa lebih baik sikapku sama seperti yang dulu?”
“Hmm … aku sudah biasa dengan sikapmu yang tidak ramah itu. Lagi pula, kau sudah mulai membuka hatimu setelah kekuatan yang diberikan oleh Lucifer itu menghilang, ‘kan?” tanya Jura.
Sekali lagi, Lucius hanya diam beberapa saat setelah mendengar perkataan Jura. “Pegangan yang kuat, aku akan menggunakan Aero.”
Belajar dari pengalaman, Jura langsung mendekap leher Lucius dengan tenaga yang cukup. Tangan Lucius yang ada di punggungnya pun menjaganya agar ia tidak terjatuh.
.
.
Langit yang tiba-tiba berubah menjadi gelap membuat Zeth kehilangan keseimbangannya dan jatuh dengan wajah yang menyentuh tanah terlebih dahulu. Dengan cepat, ia berdiri dari jatuhnya dan menyebarkan pandangannya ke sekeliling.
‘Apa yang terjadi? Kenapa langit tiba-tiba menjadi malam dalam satu detik?’ tanya Zeth bingung. Belum sempat Zeth mendapatkan jawaban dari Sylphid, tiba-tiba tanah yang ia pijak dari tadi ikut menghilang dan ia kembali terjun bebas.
‘Sebenarnya apa yang terjaaaaadiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii~~’
‘Aero! Zeth! Aero!’
Terima kasih pada Sylphid yang ikut panik, Zeth langsung ingat untuk menggunakan Aero dan mengendalikan angin yang ada di sekitarnya untuk memperlambat kecepatan jatuhnya.
Zeth mendesah lega sambil menyeka keringat dingin pada keningnya. Namun, rasa leganya hanya bertahan selama beberapa detik karena di bawahnya tiba-tiba saja tanah kembali muncul. Membuat kakinya yang belum siap untuk menyentuh tanah tertekuk ke arah yang tidak seharusnya, wajahnya pun kembali menyatu dengan tanah yang saat ini sudah sangat akrab dengannya.
“Siapa yang melakukannya!? Aku yakin ada seseorang yang sengaja melakukan hal ini!” sahut Zeth kencang sambil mengusap hidungnya yang terasa sakit.
Zeth masih memaki seseorang yang kemungkinan sengaja mengubah keadaan di sekitarnya ketika ia sadar kalau tekanan udara tiba-tiba ikut berubah.
‘Seseorang menggunakan sihir?’ tanya Zeth.
‘Bahkan kau juga merasakannya …’ gumam Sylphid pelan. ‘Tekanan udara semacam ini memang berasal dari seseorang yang menggunakan kekuatan sihir yang cukup kuat.’
‘Apa itu Jura?’
‘Bukan. Orang ini belum pernah kita temui sebelumnya.’
Kening Zeth langsung berkerut. Entah kenapa firasatnya mengatakan kalau seseorang yang baru saja menggunakan sihir ini memiliki tujuan yang berbeda dengannya.
Zeth memutar tubuhnya ke arah aliran sihir yang sebelumnya sempat ia rasakan. Kembali menggunakan Aero, ia melesat dengan kecepatan tinggi ke arah sana.
Langit yang berubah gelap membuat sekelilingnya juga menjadi gelap, tentu saja tidak ada sumber cahaya sedikit pun di sekitarnya. Bulan dan bintang pun tidak tampak, membuat jarak pandang Zeth semakin sempit.
Membuat bola cahaya pun bagaikan pisau bermata dua, meski ia bisa melihat sekitarnya dengan mudah karena dibantu oleh cahaya, orang lain pun bisa mengetahui di mana keberadaannya. Ia belum tahu apakah orang yang baru saja menggunakan sihir itu rekan atau lawan, tetap waspada terhadap sekitarnya tidak pernah merugikannya.
Mengikuti jejak dari sihir yang ia rasakan sebelumnya, Zeth akhirnya menemukan sebuah hutan yang cukup lebat di tengah-tengah padang rumput yang kosong itu.
Terlihat sangat aneh. Keberadaan hutan itu terlihat tidak alami, seperti buatan. Apa ini bagian dari ilusi yang ada di dalam tempat ini juga?
Belajar dari pengalaman sebelumnya, dan Zeth yang tidak mau hidungnya mulai bengkok karena terus menabrakkannya pada sesuatu, akhirnya Zeth menghilangkan Aero pada kakinya dan memperlambat kecepatan larinya ketika ia sudah berada di dekat hutan itu.
Pengorbanan hidungnya yang sakit tidak sia-sia, karena ketika ia membentangkan tangannya ke depan, tangannya langsung menyentuh dinding yang tidak terlihat lagi.
Seperti apa yang dilakukan oleh Zeth sebelumnya, dengan bantuan tangan yang terus menyentuh dinding tidak terlihat itu, ia bisa tahu kalau hutan itu dikelilingi olehnya.
Tanpa menunggu lebih lama lagi, ia langsung melapisi tangannya dengan Mana dan sihir tanah, sekuat tenaga memukul dinding yang tidak terlihat itu dengan tangannya beberapa kali sampai benda yang ada di depannya mulai mengeluarkan suara retakan.
.
.
Jura langsung membuka kedua matanya dengan lebar, lalu duduk dari posisi tidurnya dan menyebarkan pandangannya ke sekitar. Entah sejak kapan, ia dan Lucius sudah berada di dalam … sebuah gua yang cukup besar.
“Ah, sudah bangun?” tanya Lucius yang sedang duduk di depan api unggun dan menambahkan beberapa kayu bakar ke dalamnya.
Jura langsung menepuk keningnya dengan keras, tidak percaya kalau dirinya baru saja tertidur dengan pulas dalam keadaan dirinya yang digendong seperti itu.
Lucius tertawa satu kali, dengan senyum meledek, ia berkata, “Apa punggungku senyaman itu sampai kau bisa tidur dengan nyenyak di atasnya?”
“Terima kasih sudah mengingatkanku. Sekarang rasa maluku menjadi dua kali lipat,” gerutu Jura. Kemudian, ia baru sadar kalau tangan dan kakinya sudah tidak terasa sakit lagi.
“Ah, tangan dan kakimu yang patah sudah aku sembuhkan.”
Kedua alis Jura langsung terangkat. “Kau bisa menggunakan sihir penyembuh sekarang?”
“Apa kau hanya bisa menyembuhkan luka seseorang dengan sihir?” tanya Lucius sambil memutar kedua bola matanya. “Aku hanya perlu melipat tangan dan kakimu ke arah sebaliknya. Setidaknya sekarang sudah tidak terasa sakit seperti sebelumnya, ‘kan?”
Jura mengernyitkan hidungnya ketika mendengar jawaban dari Lucius. Menyembuhkan tulang yang patah dengan cara seperti itu tidak mudah. Jika salah melakukannya, malah akan berdampak sebaliknya. “Hmph, maaf karena hanya bisa mengandalkan sihir.”
“Setidaknya pelajari lah beberapa hal tanpa harus menggunakan sihir. Setelah kembali, aku akan mengajarimu tentang tanaman yang bisa kau jadikan obat dan membuat perban darurat,” balas Lucius, kembali menambahkan beberapa kayu ketika apinya mulai kecil. “Jika kau berada di dalam kondisi yang sama seperti saat ini lagi, setidaknya kau tahu cara untuk mengobati lukamu itu.”
“Yaa … yaaa, aku mengertiii,” gumam Jura sambil memperhatikan kaki dan tangannya yang saat ini dibalut oleh daun. “Kita belum bertemu dengan yang lain, ya?”
Lucius menganggukkan kepalanya satu kali, kemudian berkata, “Ya. Sebenarnya apa yang terjadi pada … tempat tinggalmu, Jura? Kenapa hanya ada padang rumput saja di tempat ini? Bahkan ujungnya pun tidak terlihat. Kami terpaksa berpencar untuk menemukanmu lebih cepat. Tapi di sinilah kita, belum berpapasan dengan yang lain sekali pun.”
Jura hanya bisa tersenyum miris, kemudian membalas, “Bisa masuk ke tempat ini saja sangat luar biasa. Sepertinya bakat milik Zeth memang mengerikan, ya?” Jura mendesah panjang sambil menyandarkan punggungnya ke dinding gua yang ada di belakangnya. “Tentu saja tempat tinggalku tidak seperti ini. Sepertinya ini dunia buatan Henry …”
“Oh …”
“Ah, Henry temanku. Ia juga mendapat misi untuk menghancurkan menara … sepertinya aku akan menceritakannya nanti setelah kita bertemu dengan yang lain,” tambah Jura.
Lucius hanya mengangkat kedua bahunya, terlihat jelas kalau ia tidak tertarik sedikit pun.
“Oh, iya … lagi pula, bagaimana caranya kau menghancurkan penghalang magis yang mengurungku, Lucius?”
“Tentu dengan sihir,” jawab Lucius singkat dengan nada yang sedikit menyebalkan di telinga Jura.
Jura menarik napas dingin di antara giginya yang terkatup rapat. “Aku tahu. Maksudku bagaimana caranya kau masih bisa menggunakan sihir?”
“Entahlah. Mungkin ada sangkut pautnya dengan bakat Zeth.”
“Hmm, bisa jadi …”
Untuk beberapa saat, hanya ada keheningan di antara mereka. Setelah Jura keluar dari penghalang magis yang mengurungnya itu, sepertinya waktu kembali berjalan karena di luar gua tempatnya berada hanya ada kegelapan yang menandakan hari sudah malam.
“… Sebaiknya kau kembali tidur,” kata Lucius tiba-tiba.
“Ah? Aku sudah tidur ratusan kali di dalam penghalang magis itu. Dari pada menghabiskan waktu di tempat ini dengan tidur, bukankah lebih baik kita mencari yang lain?” usul Jura.
“Apa kau tidak kasihan padaku? Menggendongmu dalam waktu yang lama sambil menggunakan Aero itu cukup melelahkan,” gerutu Lucius sambil memijat pelan bahunya sendiri dengan memasang wajah yang kelelahan.
Jura mendengus pelan dengan dagu yang sedikit berkerut. “Hmph, dasar lemah!”
“Siapa yang lemah—”
Belum sempat Lucius menyelesaikan kata-katanya, tiba-tiba mereka berdua mendengar suara yang terdengar seperti ledakan yang sangat besar.
Lucius langsung berdiri dari duduknya dengan wajah yang terlihat kebingungan, kemudian berkata, “Tetaplah di sini, aku akan memeriksa apa yang terjadi.”
“Tunggu! Aku ikut! Mungkin itu Zeth atau yang lain!” kata Jura, menarik tangan Lucius yang hampir saja meninggalkannya.
“Ha? Mana mungkin …” Lucius langsung mengatupkan mulutnya, menghentikan perkataan selanjutnya.
“Apa maskudnya tidak mungkin? Mungkin mereka memang sengaja membuat ledakan yang cukup besar agar kita bisa mendengarnya, ‘kan?”
“Diam dan tunggu saja di sini. Jangan pergi ke mana pun!” suruh Lucius sambil menarik kembali tangannya yang ditahan oleh Jura.
Namun belum sempat Lucius keluar dari gua tempatnya berada, ia tiba-tiba saja berhenti dan terdiam dengan gerakkan kaku. Jura yang merasa ada sesuatu yang aneh pada Lucius ikut menolehkan pandangannya ke arah yang sama.
Karena cahaya yang kurang, Jura harus menyipitkan matanya untuk mendapatkan penglihatan yang lebih jelas. Siluet dari seseorang yang terlihat tidak asing membuat Jura memaksa dirinya untuk berdiri, dan untung saja kakinya sudah tidak terasa sakit sama sekali.
“Zeth!” sahut Jura setelah cahaya dari api unggun akhirnya menyinari seseorang yang baru saja masuk ke dalam gua tempat dirinya dan Lucius berada.
“Ah, benar dugaanku. Ternyata kau ada di sini, Jura …” perkataan Zeth kembali terhenti ketika ia melirikkan matanya ke arah Lucius. Dengan pandangan bingung, ia bertanya, “Lucius? Kau … bagaimana bisa kau ada di sini?”
Jura mengedipkan matanya satu kali, langsung menolehkan pandangannya pada Lucius yang masih diam di tempatnya dengan kaku.
Rasanya, semua pemikiran yang sempat Jura dorong ke bagian paling belakang kepalanya kembali muncul dan saling terhubung satu per satu.
Di saat itulah Lucius tiba-tiba mendecakkan lidahnya, kemudian mendesah panjang sambil melipat tangannya di d**a. “Aneh, bagaimana bisa aku tidak menyadari keberadaanmu di dunia yang aku buat ini?” []