PART 8

1970 Words
Hari berlalu, tak ada yang berubah dari pernikahan Azzam dan Zee. Azzam masih setia dengan sikapnya yang terkadang dingin, terkadang ramah. Tentang siapa Farida yang masih menjadi pertanyaan di hati Zee, kini Zee tak memikirkannya lagi. Azzam sepertinya juga tak ingin membahasnya karena tak memberi penjelasan apapun setelah pertemuan mereka dengan Dimas beberapa waktu lalu. Zee juga sudah menjalankan rutinitasnya sebagai seorang istri. Zee memasak, menyiapkan pakaian kerja Azzam, membersihkan rumah, juga Zee sudah mulai akrab dengan beberapa tetangga dekatnya. Tapi satu yang membuat Zee belum menjadi istri yang seutuhnya. Azzam sama sekali belum meminta haknya sebagai seorang suami selama hampir sebulan mereka menikah. Tentu hal itu membuat Zee merasa sedih. Berbagai pertanyaan muncul di dalam benaknya. Apa memang Zee tak menarik? Yang pasti, itu semua Azzam lakukan karena memang belum atau bahkan tidak ada rasa sayang dan cinta dihatinya untuk Zee. Azzam pernah bertekad bahwa hanya Farida-lah satu-satunya perempuan yang akan ia bawa ke atas ranjang. *** Setelah bekerja dan sebelum pulang kerumah yang Zee tempati, Azzam menyempatkan diri untuk menemui Farida. Sebentar saja untuk sekedar melepas rindu dengan memeluknya dan menciumnya. Sejak malam panas yang terjadi saat Azzam meninggalkan Zee sendiri, mereka belum pernah melakukannya lagi. Tubuh Farida tak mampu untuk melakukannya. Dengan sabar Azzam menahan hasratnya untuk tidak menuruti nafsu yang terkadang muncul dengan tiba-tiba ketika berdekatan dengan Farida. "Maaf, ya? Bisa datang kalau pagi atau siang, atau sepulang kerja begini. Mas belum bisa menginap. Belum tahu harus beralasan apa pada Zidni," ucap Azzam sambil mengelus rambut Farida yang kini bersandar di dadanya. Satu tangan Azzam memeluk pinggang Farida posesif. Farida mendongak melihat wajah suaminya yang semakin hari semakin terlihat cerah. Dalam hati mengira-ngira, apakah Azzam sudah menjalankan tugasnya sebagai suami kepada Zee. Ahh.. hati Farida berdenyut kala membayangkan suaminya bercinta dan memadu kasih dengan wanita lain meskipun Zee juga istri sah dari Azzam. "Enggak apa-apa, Mas. Aku ngerti, kok," jawab Farida pelan. Azzam menunduk, mengunci Farida lewat tatapan mata. Perlahan, Azzam meniadakan jarak diantara mereka. Bibirnya menyentuh bibir Farida dengan lembut dan melumatnya perlahan. Erangan kecil lolos dari bibir Farida saat tangan Azzam berhasil meremas d**a Farida. Gairah Azzam semakin membara. Azzam tak tahan lagi, tangannya bersiap menurunkan celana kulot yang dikenakan oleh Farida. Namun tangan Farida dengan cepat menahannya. "Maaf, Mas. Aku lagi haid," ucap Farida membuat Azzam menghela napas kecewa. Kepalanya berdenyut karena hasratnya yang tak terlampiaskan. Azzam tersenyum tipis sedikit dipaksakan. Mencium bibir Farida singkat lalu berpamitan untuk pulang meninggalkan Farida yang merasa begitu bersalah pada Azzam. Zee menatap bayangannya sendiri didalam cermin. Memberikan sentuhan bedak tipis diwajahnya, lalu mengoleskan tipis lipstik berwarna merah menyala. Rambut panjangnya ia geraikan, membuat Zee terlihat begitu menawan. Tubuhnya dibalut dengan lingerie tipis berwarna merah menyala, senada dengan warna lipstiknya. Darimana Zee mendapatkan lingerie itu? Tentu saja ia order via online, dan meminta dikirim melalui ojek online. Zee tak mungkin membelinya secara langsung. Selain belum tahu tempatnya, Zee juga malu. Zee mendapatkan semua ide ini dari google. Awalnya Zee hanya ingin mencari artikel bagaimana cara menyenangkan hati suami. Setelah terbuka, dibawah artikel muncullah link-link yang tulisannya menjurus ke arah "ranjang". Zee penasaran dan akhirnya membukanya. Dari situlah Zee mendapatkan ide untuk melakukan ini semua. Jantungnya berdebar kencang menunggu Azzam pulang. Zee merasa tidak percaya diri dengan penampilannya saat ini. Berbagai prasangka muncul dalam benaknya. Bagaimana kalau Azzam tak suka? Tidak, Zee tidak bermaksud untuk menggoda Azzam. Zee hanya ingin tahu apakah dirinya memang tak menarik untuk Azzam. Selama sebulan lebih mereka menikah, Azzam seperti tak berniat menyentuhnya walaupun mereka tidur di ranjang yang sama. Sebagai wanita, Zee merasa seperti tidak diharapkan. Suara mobil memasuki halaman rumah. Buru-buru Zee mengambil gamis lalu memakainya, kemudian memakai jilbab untuk menutupi rambutnya. Ingin menghapus make up, tapi sudah tidak sempat. Zee keluar kamar dan membukakan pintu untuk Azzam. Untuk sesaat, Azzam dibuat terkejut dengan dandanan Zee malam ini. Zee terlihat begitu... Cantik. Bukan berarti Azzam ada hati dengan Zee. Ini hanyalah nalurinya sebagai laki-laki yang melihat seorang perempuan yang berhias. Lagi pula, cantik itu relatif, kan, untuk seorang perempuan? "Baru pulang, Mas?" Tanya Zee gugup karena Azzam terus menatapnya. Zee menyalami tangan Azzam kemudian mengambil tas kerja dari tangan Azzam. "Iya. Maaf, ya, di kantor sedang banyak pekerjaan," jawab Azzam berbohong. Padahal sejak pukul 17.00 Azzam sudah berada dirumah Farida. "Mas Azzam mau mandi dulu atau makan dulu?" Zee berjalan didepan Azzam menuju ruang kerja Azzam untuk meletakkan tas. Azzam masih terus menatapnya dari belakang. "Maaf, Zee, Mas sudah makan tadi di kantor bareng karyawan," Azzam berbohong lagi. Padahal Azzam menikmati masakan lezat Farida. Zee tersenyum dan mengangguk meskipun ia merasa sedikit kecewa. Entah keberanian dari mana, Zee menggandeng tangan Azzam menuju kamar mereka. Azzam merasa malam ini istri keduanya itu begitu aneh. Biasanya, Zee tak pernah berani untuk memulai skinship yang lebih selain bersalaman ketika Azzam berangkat berkerja. "Zee siapkan air hangat untuk Mas Azzam," Zee melepas genggamannya pada tangan Azzam dan melangkah menuju kamar mandi. Tetapi tarikan lembut di lengannya menghentikan langkahnya. "Ada apa, Mas?" Zee menatap lembut kedua mata Azzam. Zee tersentak saat merasakan sapuan lembut dibibirnya. "Malam ini kamu beda banget," ucap Azzam tanpa mengalihkan tatapannya pada mata Zee. Tiba-tiba saja isakan kecil lolos dari bibir Zee. Azzam mengernyit bingung melihat Zee yang tiba-tiba menangis. "Kamu kenapa?" Tanya Azzam khawatir. "Apa Zee harus berpenampilan seperti penggoda seperti ini agar Mas Azzam tertarik pada Zee?" Azzam seperti tertampar dengan ucapan Zee. Selama ini memang Azzam selalu menahan diri untuk menyentuh Zee. Azzam laki-laki normal, tidak mungkin kalau Azzam tidak menginginkan kehangatan dari seorang wanita diatas ranjangnya. Tapi Azzam menahannya sekuat tenaga saat bersama Zee. "Selama ini Mas Azzam belum pernah menyentuh Zee karena tidak tertarik? Zee merasa tidak pernah diharapkan, Mas. Apa gunanya Zee ada disini kalau hanya dijadikan patung. Zee juga merasa jauh dari Mas Azzam. Mas Azzam itu tak tertebak." Zee menangis pilu. Mencoba mengeluarkan apa yang menjadi beban pikirannya selama ini. Azzam merasa begitu bersalah setelah mendengar ucapan Zee. Bukan maksud Azzam untuk melukai hati Zee. Hanya saja Azzam belum memiliki perasaan apapun. Atau bahkan tidak akan pernah. Azzam tidak pernah mencoba untuk itu. Zee memegang dagu Zee pelan dan menuntun Zee untuk menatapnya. Ibu jari Azzam menghapus air mata Zee. Satu tangannya memegang erat pundak Zee. "Maafkan, Mas Zee. Selama ini Mas tidak bermaksud menjauhi kamu ataupun tidak tertarik sama sekali dengan kamu. Mas laki-laki normal, bohong kalau Mas tidak tertarik dengan kamu. Tapi Mas takut kamu belum siap, karena kamu juga masih memakai jilbab kamu walaupun hanya bersama Mas." Kini giliran Zee yang terkejut. Selama ini dirinya memang belum pernah membuka jilbabnya didepan Azzam. Apakah karena itu Azzam belum juga menyentuhnya? "Mas boleh buka?" Tanya Azzam pelan. Zee mengangguk, seketika jantung Zee berdebar keras. "Cantik," pujian Azzam terlontar dari mulut Azzam saat jilbab yang dipakai Zee sudah terlepas menampakkan rambut hitamnya yang masih tergerai. Zee tersipu mendengarnya. Azzam melihat sesuatu berwarna merah dibalik gamis yang Zee pakai karena Zee Memang belum menarik resleting gamisnya yang berada di bagian depan. Bukan Azzam tak tahu itu apa, tapi Azzam heran darimana Zee mendapatkannya. "Kamu pakai lingerie?" Sontak hal itu membuat pipi Zee memerah. Malu. Dengan malu-malu Zee mengangguk. "Kenapa ditutupin gamis?" Goda Azzam. "Kan.. Tadi.. mau buka pintu dulu buat Mas Azzam," jawab Zee gugup. Azzam mulai merasakan gairahnya muncul melihat belahan yang begitu menggoda. Sungguh, Azzam sudah sekuat tenaga untuk menahannya. Azzam tak ingin mengkhianati Farida meskipun Zee juga istrinya. Diam-diam, Azzam mulai tegang dibawah sana. Tanpa berpikir lama, Azzam memagut bibir tipis berwarna merah menggoda itu. Tidak ada respon sama sekali dari Zee, Azzam berpikir karena mungkin ini pengalaman pertama Zee. "Kamu belum pernah berciuman," tanya Azzam setelah melepas pagutannya. Zee menggeleng. "Mas yang pertama." Azzam senang mendengarnya. Suatu kehormatan bagi dirinya bisa mengambil ciuman pertama gadis yang berada didepannya saat ini. Dulu, bagi Farida berciuman dengan Azzam bukan ciuman pertamanya. Sebelum berpacaran dan menikah dengan Azzam, Farida pernah berpacaran dengan teman sekampusnya. Cukup berani dalam hal sentuh menyentuh meskipun tidak sampai lebih dari sekedar ciuman. "Terimakasih telah menjaganya untukku," ada sedikit rasa bersalah saat Azzam mengucapkannya. Bagaimana kalau Zee tahu dia adalah istri kedua? Mungkin Zee akan menyesal telah memberikan ciuman pertamanya untuk Azzam. Azzam kembali melumat bibir Zee. Perlahan Zee mulai membalasnya, nalurinya mulai bekerja. Tangan Azzam juga mulai bergerak disana-sini mengabsen setiap jengkal tubuh Zee yang masih terbalut gamis dan lingerie dibaliknya. Satu erangan kecil lolos dari mulut Zee saat Azzam mulai mendaratkan satu tangannya diatas d**a Zee. Membuat gairah Azzam semakin meninggi. Entah bagaimana, gamis yang dipakai Zee kini sudah teronggok mengenaskan diatas lantai. Azzam dibuat kagum dengan keindahan yang terpampang didepannya. Azzam menggendong Zee dan menidurkannya diatas ranjang. "Boleh sekarang?" Tanya Azzam dengan suara serak menahan gairah. "Boleh, Mas. Lakukan apapun yang Mas mau," jawab Zee dalam kepasrahan membuat Azzam semakin b*******h. 'Farida, maafkan aku. Tapi aku sudah tidak bisa menahannya lagi'. Pekik Azzam dalam hati. Azzam mulai melakukan aksinya setelah sebelumnya membimbing Zee untuk berdoa. Satu persatu pakaian yang mereka kenakan sudah terlepas. Sprei dan selimut sudah tidak beraturan lagi. Zee tak malu lagi mengeluarkan desahan-desahan erotis yang membuat gairah Azzam semakin membumbung tinggi. "Massssss..." Pekik Zee tertahan saat suatu benda asing mulai memasuki intinya. "Maaf. Yang pertama kalinya akan sakit. Tapi setelahnya Mas yakin kamu akan ketagihan," Azzam mencoba menghibur. "Lanjut?" Azzam menawari. Zee mengangguk kuat. Sudah sampai sejauh ini, Zee tak akan berhenti. Menahan sakitnya sebentar tidak akan membuat Zee mati. Apalagi Zee juga mulai penasaran dengan apa yang mereka lakukan saat ini. "Sakiiittt..." Teriak Zee menahan sakit. Air matanya mengalir, ia mengigit bibir bawahnya sebagai pelampiasan. Tangannya juga meremas pundak Azzam, tak peduli akan meninggalkan bekas atau tidak. Zee berteriak kencang saat dengan satu hentakan Azzam memasuki intinya. Kini giliran Zee menggigit bahu Azzam sampai meninggalkan bekas merah keunguan. Azzam terdiam sesaat memberi waktu untuk Zee agar beradaptasi dengan apa yang tertancap di bawah sana. Saat dirasa Zee sudah siap, perlahan Azzam menggerakkan pinggulnya dengan ritme teratur. Benar kata Azzam, awalnya memang sangat sakit, tapi sekarang Zee merasakan sesuatu yang aneh. Zee merasa nikmat dan penasaran dengan apa yang ia rasakan. Desahan demi desahan keluar dari mulut Zee membuat Azzam yang selama ini jarang melampiaskan gairahnya menjadi lebih b*******h. Sungguh, ini suatu kenikmatan bagi Azzam. Bahkan lebih nikmat dibandingkan saat bersama Farida. Azzam sedikit merasa bersalah pada Farida. Tapi gairahnya dan juga tubuh polos Zee yang kini berada terpompa dibawahnya lebih menguasai pikiran Azzam. "Masss.. ini apahh?" Tanya Zee saat merasakan sesuatu ingin keluar. Rasa geli dan gatal membuat Zee merasa begitu nikmat. Sesuatu ingin dicapai. "Kamu akan keluar?" Tanya Azzam dengan mempercepat ritmenya. Zee tak dapat menjawab, nafasnya semakin memburu seiring dengan sesuatu yang ingin melesat dibawah sana. Tak lama kemudian, tubuh Zee menegang. Nafasnya memburu. Matanya terpejam erat menikmati kenikmatan yang baru ia rasakan seumur hidupnya. Disusul Azzam setelah itu, Azzam menegang seiring dengan erangan nikmat yang lolos dari bibirnya. Azzam merasa terpuaskan oleh tubuh Zee yang begitu sintal, padat dan menonjol dibagian-bagian tertentu. "Terimakasih," ucap Azzam pelan kemudian memberikan kecupan singkat di dahi Zee. Zee hanya mengangguk lemah. Zee pikir, Azzam hanya akan melakukannya sekali. Tapi ternyata semalaman Azzam seolah tak membiarkan Zee beristirahat. Entah sudah berapa banyak klimaks yang Zee rasakan, tapi Azzam seolah tak pernah puas dengan tubuh Zee. Gairah Azzam yang selama ini jarang terlampiaskan, kini Azzam lampiaskan kepada Zee. Azzam merasa kasian kepada Zee, ini pertama baginya, tapi sudah harus melayani gairahnya yang seolah tak ada habisnya. Apalagi Azzam belum ada cinta saat Azzam melakukannya. Sungguh, betapa bejatnya seorang Azzam kepada Zee. Tapi Azzam tak mampu menahannya lagi. Azzam memandang wajah lelah yang kini tertidur berbantalkan lengannya. Pukul satu dini hari Azzam baru menyelesaikan hasratnya. Zee cantik, sangat cantik. Zee juga baik, dan santun. Bahkan selama ini dia tidak pernah protes dengan segala sikap yang Azzam yang sering berubah-ubah yang Azzam tunjukkan pada Zee. "Maafkan Mas, Zee.." gumam Azzam lalu ikut terlelap dengan memeluk tubuh polos Zee.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD