Cintanya Clara 2

1223 Words
"Idih mupeng banget muka lo Ra...," ejek Eca, perempuan itu datang-datang sudah bikin mood Clara rusak begitu saja. "Ganggu aja sih lo Ici Ocaaaan!" sahut Clara sengak, tanpa mengalihkan perhatiannya dari Raihan yang tengah asyik bermain basket di lapangan. Jangan sampai ada gerakan yang ia lewatkan. Kantin memang berhadapan langsung dengan area lapangan dan taman, sehingga Clara bisa melihat dengan leluasa cowok idamannya yang tengah serius bertanding bola basket. "Basket aja di seriusin apa lagi kamyuuu...," sindir Eca lagi. Clara mendengus mendengar ejekan Eca yang dia yakini pasti seratus persen untuk dirinya. "Lo masih opses sama Raihan?" Clara berdecak. Lagi-lagi Eca mengganggu konsentrasinya, tetapi dia berusaha tetap fokus menatap masa depannya. Jangan sampai lepas pokoknya. "Gantengan juga Yoga ke mana-mana. Lebih hot tau, gak?" kata Eca lagi. Saat Clara meliriknya sekilas, sahabatnya itu tengah menunjuk arah keberadaan Yoga. Si manusia es yang juga sedang bertanding basket bersama Raihan. Eca juga adalah sahabat Clara. Dia satu kelas dengan Raihan dan juga Yoga. Kadang Clara merasa iri dengan keberuntungan Eca, karena bisa satu kelas dengan cintanya dia. Itu artinya, selama ini sahabatnya itu bisa menghirup oksigen yang sama dengan Raihan dan lebih membahagiakannya lagi dia bisa menatap Raihan dengan puas. Sungguh nikmat sekali hidupnya. Untungnya Eca sama sekali tidak tertarik dengan Raihan, selera mereka tentang cowok sama sekali berbeda. Kalau pun dia suka dengan Raihan, Clara akan mati-matian mencegahnya. Untungnya Eca adalah fans garis kerasnya Yoga. Clara menatap sekeliling. Sekolahnya benar-benar di kelilingi perempuan-perempuan genit, berbanding terbalik dengan perempuan zaman dulu, yang seringnya di kejar oleh laki-laki. Sekarang bukan laki-laki yang mengejar, malah perempuan yang mengejar. Katanya sih, emansipasi. Clara merasa tertohok juga sebenarnya dengan pemikirannya sendiri. Mereka saling tebar pesona. Ada yang sok-sokan mengipasi rambutnya agar terlihat mirip iklan sampo di tv, ada juga yang sibuk touch up make up agar makin terlihat glowing di antara panasnya terik matahari di siang hari. Selain meneriaki nama Raihan mereka juga meneriaki nama Yoga. Ini yang bikin Clara bingung, ada apa sih dengan Yoga? Kalau Raihan sih wajar, laki-laki itu gantengnya paripurna, tabiatnya pun sempurna, tetapi Yoga? Sungguh Clara sangat heran dibuatnya. Memang Clara akui, Yoga memang seterkenal itu. Dari mulai temen-temen di kelasnya, adik kelas sampai mbak-mbak kantin juga suka dengan anak bapak Subagyo itu. Mereka sampai bikin fans klub garis keras untuk Yoga yang sepertinya ingin bersaing dengan army, saking banyaknya. Padahal menurut Clara, tidak ada yang lebih ganteng dari cintanya. Udah ganteng tapi juga ramah. tidak seperti Yogampret yang songong, sok cool, dan usilnya tidak ketulungan. "Pengen deh dipeluk sama Yoga. Kayaknya peluk able deh dia ... gak kuat adek tu mikirinnya...," ucap Eca mulai halu. "Sangekan lu Ca!" sembur Clara. Si Tia hanya bisa tertawa terpingkal-pingkal mendengar celotehan dari kedua sahabatnya itu. "Yoga tatap aku sedetik saja...," nyanyi Eca, tidak sadar jika suaranya tidak baik di dengar oleh manusia. "Yang ada sakit mata tuh temen gue." ledek Clara. Eca memonyongkan bibirnya. "Lo pikir lo seksi Ca?" "Iya dong gue mahluk Tuhan yang paling seksi." "Idih amit-amit!" "Eh ... eh ... eh ... Raihan ngeliatin lo aja tuh Ra! Ra ... Ra! Dia ke sini Ra!" Eca menowel lengan Clara. "Berisik! Bercanda lo gak asik, gue sentil tahu rasa lo Ca!" balas Clara. Eca memegang kedua pipi Clara, lalu memutar kepalanya dengan gemas menghadap ke arah datangnya laki-laki yang diklaim sebagai cintanya Clara. Biar sahabatnya itu tahu, jika dirinya berkata jujur. Saat menyadari bahwa Eca berkata jujur, Clara malah membeku seolah tubuhnya tidak bisa diajak bekerja sama untuk mengikuti maunya. Hingga Raihan benar-benar mendekat pun, badan Clara belum bisa digerakkan. "Ra, bisa ngomong sebentar nggak?" tanya Raihan ragu-ragu. Tindakan ini muncul spontan, ketika Raihan menyadari jika seseorang yang dari dulu ia perhatikan tengah juga memperhatikan dirinya dari tadi. Tetapi ia mulai ciut, begitu wanita yang tengah ia dekati itu malah diam, tidak berniat menyahuti ajakannya. Dia benci memikirkan, jika sebenarnya dirinya hanya terlalu percaya diri. Mana mungkin perempuan sepopuler Clara memperhatikan dirinya?Tapi Raihan berusaha bersikap seperti biasa, jangan sampai dia terlihat putus asa. Ia semakin mendekat ke arah Clara. "Ra?" panggilnya, sebelum ia memutuskan untuk pergi. "Bisa!" teriak Clara semangat empat lima. Tak lupa ia juga menggebrak meja tempatnya tadi menyantap bakso. Clara langsung berdiri tegak selayaknya komandan upacara. "Bakso gue ... Clara ih...," keluh Tia, sedih melihat kuah baksonya berceceran ke mana-mama, akibat gebrakan Clara yang tiba-tiba. Raihan tersenyum geli. "Ayo," ajaknya kemudian. Ia lalu mengulurkan tangannya ke arah Clara, tetapi wanita di hadapannya lagi-lagi malah melamun. Eca berusaha sabar menghadapi tingkah sahabatnya yang memang cenderung aneh, lalu mulai menarik lengan kemeja seragam Clara agar perempuan itu segera tersadar. "Diajak cintanya elo tuh, gih cepat sadar jangan stres dulu," bisik Eca. Clara yang baru tersadar tersenyum kikuk, lalu menyambut uluran tangan Raihan dengan semangat. Dalam hati ia bersorak gembira. Mungkin tadi malam dia bermimpi menyelamatkan dunia, jadi ini balasan dari mimpi itu. Raihan dan Clara sekarang tengah duduk di sebuah taman di belakang kelas yang letaknya, jauh dari keramaian. Sudah lebih dari sepuluh menit mereka duduk berdampingan, tetapi tidak ada tanda-tanda dari Raihan ingin berbicara. Laki-laki itu diam seperti dirinya. hal yang semakin membuat Clara sulit bernapas saking gugupnya. Banyak yang dia takutkan, salah satunya yang bahkan lebih gawat dan mengancam masa depannya adalah karena kebanyakan menahan napas dari tadi, dia bisa saja keceplosan kentut di depan Raihan. Clara menggelengkan kepala, lalu memukulnya, merutuki kebodohannya. Jangan sampai ... jangan sampai, batin Clara khawatir. "Ra, selama ini hadiah-hadiah itu buat gue?" tanya Raihan. "Eh apa?" Clara yang sedang berdebat dengan gejolak perut dan pikirannya malah tidak ngeh dengan pertanyaan Raihan. "Hadiah itu ... buat gue?" ulang Raihan memberanikan diri menatap Clara, mengabaikan bulir-bulir keringat yang jatuh akibat rasa geroginya. Laki-laki itu memejamkan mata, lalu kembali membukanya, mencari sesuatu agar bisa menjadi tempat pegangan tangan yang semakin lama, semakin terasa dingin. "Lo mau gak jadi cewek gue, Ra?" Akhirnya kata itu berhasil terucap dari mulut Raihan. "Mau! Eh apa?" Clara tidak salah dengar, kan? Malu juga kalau dirinya yang ke PD-an. "Jadi cewek aku ya, Ra?" Raihan mulai menggerak-gerakan kakinya, mengusir kegelisahannya. Ini pengalaman pertama untuk dirinya, karena dia tidak pernah sekali pun meminta seseorang untuk menjadi kekasihnya sebelumnya. Tidak ada persiapan ini murni spontanitas karena melihat peluang. Semoga aja peluang itu benar-benar ada. Tapi, Kenapa perempuan di sampingnya tidak juga membalas ajakannya? Apa ini artinya, dirinya di tolak? "Maafin aku ya Ra ... pasti kamu terkejut," tutur Raihan. Ia lalu terdiam, tersadar jika jangan-jangan Clara takut dengan dirinya. "Kalo gak mau jawab nggak ap--" "Raaa!!!" Teriakan seseorang memotong ucapan Raihan. Clara menoleh mendengar seseorang memanggilnya. "Ada apa, Ga?" tanyanya. "Hmmm ...gue ... gue mau pinjem catatan Kimia!" sahut Yoga. Kedua tangan Yoga ia letakkan di atas lutut sambil menata napas yang terengah-engah, akibat berlari cukup jauh. Letak lapangan dan dua orang di hadapannya ini bertemu cukup jauh dari tempat Yoga bermain basket tadi. Clara mengernyit heran. "Kan, gue nyalin punya elo, Ga...." Baru kemarin Yoga meminjamkan catatannya untuk Clara salin. Lagi pula, Kenapa hanya karena buku catatan Yoga sampai menyusulnya sejauh ini? Dari mana sahabatnya itu tahu, jika Raihan mengajak dirinya ke sini? "Pokoknya ayo ikut gue!" Yoga, entah kenapa terlihat buru-buru, laki-laki itu berusaha menggeret tangan Clara. Clara pun mau tidak mau beranjak dari duduknya. Sebelum pergi, kembali ia mendekat ke arah Raihan. Ia mencondongkan tubuhnya agar bisa lebih dekat dengan telinga Raihan, lalu membisikkan sesuatu. Begitu mendengarnya, seketika tubuh Raihan mendadak kaku.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD