2. Ingin Mengulang Yang Semalam?

1201 Words
Sakna begitu terburu-buru, sampai ia lupa jika ia masih memakai pakaian yang sama seperti kemarin. “Sial, kenapa aku harus ketiduran di hotel dan bersama pria. Apa yang akan terjadi jika ada yang mengetahuinya,” umpat Sakna dalam batinnya, seraya melangkah masuk ke dalam kantor sambil merapikan pakaian. Beberapa pasang mata melihat ke arah wanita itu. Sesampainya di kantor, banyak yang memperhatikan Sakna karena mengingat—baju yang dikenakannya masih sama dengan kemarin. Akan tetapi Sakna tidak mempedulikan hal itu, ia tetap melangkah penuh percaya diri. Dia terburu-buru ke ruangan Presdir. Tangan kanan Sakna mengetuk pintu itu, pelan, lalu membukanya. Manik mata wanita cantik itu membulat sempurna ketika melihat pria yang tidur dengannya berada di sana. Waktu seolah berhenti, memberikan kesempatan bagi Sakna untuk memandangi pria itu dari atas sampai bawah. “Kau … bagaimana ada di sini? Apa kau mengikutiku?” tanya Sakna dengan nada sedikit emosi. Pria itu hanya diam di tempat, sambil menatap nakal ke arah Sakna. Dia paham dengan apa yang dikatakan oleh wanita di depannya, ditambah dengan suara Sakna sehingga reflek teringat dengan wanita yang tidur dengannya semalam. “Ibu mengenalnya?” Wanita yang mengantarkan Sakna bertanya dengan nada kebingungan. “Iya, dia—“ Sakna langsung terdiam. Kavan beranjak dari tempat duduknya, ia merapikan jas kemudian melangkah ke arah Sakna. “Agler Kavan Lewis, Presdir baru di perusahaan ini.” Suara berat Kavan terdengar begitu menghipnotis. “Presdir Perusahaan?” batin Sakna bertanya pada dirinya sendiri, matanya bahkan tidak berkedip. Dia benar-benar terkejut, bagaimana bisa pria yang dia dianggap sebagai pria panggilan adalah Presdir baru di perusahaan. Hal itu jelas membuatnya menundukan kepala. Ia tidak bisa menyembunyikan perasaan malu, bukan hanya malu tetapi perasaan takut bercampur aduk jika dia akan dikeluarkan dari pekerjaan saat itu juga. Ia mengutuk diri sendiri, pria itu pasti akan segera memecatnya. Kavan yang menatap Sakna langsung mengedipkan mata di awal pertemuan mereka. “Mau mengulanginya kembali?” bisik Kavan tepat di telinga Sakna membuat mata wanita yang tengah digoda membulat sempurna. “Malam panas itu,” tambah Kavan. Tiba-tiba saja Sakna cegukan begitu mendengar ucapan presdir baru itu yang sangat lancang. Asisten Kavan yang mendengar perkataan Tuannya, terkejut. Ia bahkan menatap ke arah Sakna melihat wajah wanita yang membuat pria yang dilayaninya sampai tertarik. “Aku ingin dia menjadi asistenku,” seru Kavan sambil tersenyum evil pada Sakna. Bagi Sakna senyuman itu membuatnya merinding, dia bagaikan masuk ke dalam sebuah jurang dipenuhi oleh semak belukar ditambah dengan seekor harimau yang siap untuk menerkamnya kapan saja. Tidak bisa membantah, bahkan tidak dapat menolak. Pria di hadapannya adalah Presdir baru, semua kerja kerasnya dipertaruhkan saat ini jika dia menolak. “P-pak. A-anda menginginkannya menjadi sekretaris? T-tapi dia—“ Wanita yang mengantarkan Sakna cukup kebingungan karena Sakna adalah manager. “Kenapa? Apa ada masalah?” “Jika Ibu Sakna menjadi sekretaris Bapak, siapa yang akan menempati pekerjaannya?” Kavan menatap tajam ke arah wanita yang baru saja menyelesaikan perkataannya. “Cari saja pengganti. Apa itu sulit?” ujar Kavan dengan tegas. “T-tidak, Pak. Saya akan mencarikan pengganti Ibu Sakna secepatnya,” ucap wanita itu terbata-bata. “Bagus. Kau boleh pergi,” titah Kavan membuat wanita itu pun pergi dari sana. “Kau—” Kali ini Kavan menunjuk ke arah Sakna. “Bukankah kau harusnya memperkenalkan diri padaku?” ucapnya menambahkan. “M-maaf. Saya lupa memperkenalkan diri. Sakna Kaori Valda, Manajer umum.” Dia benar-benar dibuat tegang dengan pertemuan ini. “Kau bukan lagi Manajer, kau adalah Sekretarisku,” tegas Kavan penuh intonasi. “Kau tahu ‘kan meja kerjamu di mana?” Sakna seketika menganggukan kepala. “T-tapi apa yang harus aku lakukan? Aku belum pernah bekerja sebagai sekretaris sebelumnya,” ucap Sakna dengan sedikit malu tetapi harus bertanya mengenai pekerjaan yang harus dikerjakannya. “Hmm. Kau bisa bertanya pada Melvin,” ucap Kavan kemudian kembali ke tempat duduknya. Pakaian yang masih kemarin dipakai membuat Kavan mengerutkan kening. “Kau masih memakai baju yang semalam?” Melvin mengerutkan kening mencerna apa yang sebenarnya terjadi antara tuannya dengan Sakna. “Vin. Belikan dia pakaian, aku tidak ingin melihatnya memakai pakaian ini,” titah Kavan membuat Sakna menolak. “T-tidak perlu, aku bisa–” Namun, Kavan memotong ucapannya begitu saja. “Aku paling tidak suka ditolak.” Sakna terdiam, dia tidak bisa membantah. Pria di hadapannya benar-benar membuatnya tidak bisa berkutik sama sekali. Kavan banyak menyebutkan ukuran pakaian yang harus dibeli oleh Melvin membuat Sakna terkejut, ia tidak menyangka jika pria yang baru saja menjadi atasannya beberapa waktu lalu mengetahui ukuran pakaian yang dipakai. Tidak membutuhkan waktu lama, pakaian yang dipesan oleh Kavan pun tiba. “Secepat itu?” batin Sakna, dia tidak pernah terpikir sebelumnya jika seseorang yang memesan pakaian akan sampai dalam waktu sangat cepat. Bahkan tidak membutuhkan waktu setengah jam. Melvin menyerahkan paperbag pada Sakna. “Apa yang kau lihat? Apa kau ingin aku menemanimu mengganti pakaian?” Kavan lagi-lagi menggoda Sakna membuat wanita itu segera pergi dari sana karena tidak ingin jika Kavan terus menerus menggodanya. Kavan hanya tersenyum melihat tingkah Sakna dengan pipi merah merona. “Tuan, bagaimana anda mengenal Nona Sakna?” Melvin yang sejak tadi penasaran memberanikan diri bertanya. “Apa aku harus—” “Ya. Anda harus mengatakannya padaku. Jika terjadi gosip yang aneh tentang anda, aku harus bertanggungjawab mengurusnya.” Melvin berkata tegas. “Hmm. Hanya one night desire, Vin," ungkap Kavan. “Tuan … Apa anda tidak tahu jika Nona Sakna telah menikah?” Perkataan Melvin membuat Kavan terkejut. Dia tidak menyangka jika Sakna telah menikah. “Menikah? Dia telah menikah?” Kavan mengernyitkan keningnya. “Ya. Dia telah menikah. Jadi, Tuan, sebaiknya apa yang terjadi semalam cukup berhenti sampai situ saja. Apa kata orang jika mereka tahu anda telah bercinta dengan Nona Sakna?” Melvin mencoba memberitahu atasannya itu. Kavan menghela napasnya kasar, Sakna adalah wanita yang membuatnya tertarik setelah begitu banyak wanita yang mendekatinya, tetapi sangat disayangkan jika Sakna telah menikah. “Sayang sekali, kenapa dia harus menikah. Padahal semalam itu—” “Tuan. Anda tidak boleh membayangkan yang terjadi. Hubungan Anda dan Nona Sakna semalam tidak perlu dilanjutkan lagi.” “Kenapa kau begitu bawel sih, Vin. Apa kau tidak kasihan padaku, sebentar saja mengaguminya," protes Kavan. Jika Sakna belum menikah mungkin dia akan terus mengejarnya, dan menjadikan Sakna adalah wanitanya. Sayangnya, wanita yang membuat Kavan penasaran sekaligus darahnya berdesir telah menikah. Apa yang akan dikatakan oleh orang-orang jika dia mengejar wanita yang telah menikah. Akan banyak gosip beredar. Hati Kavan menginginkan Sakna tetapi keadaan membuatnya meredam keinginan itu. “Sayang sekali, dia wanita yang menarik,” batin Kavin. Sakna yang telah selesai mengganti pakaian menerima sebuah panggilan dari Leon, sang suami. Ia enggan untuk mengangkat panggilan itu tetapi terus saja berdering. “Leon mengatakan pada Mama jika kau tidak pulang ke rumah semalam.” Suara seorang wanita paruh baya terdengar di seberang telpon. Sakna menghela napas dengan kasar, mendengar kalimat pertama yang ucapkan wanita di seberang telpon. “Dia mengadu pada Mama jika aku tidak pulang?” “Ya. Dia datang mencarimu, dia pikir kau menginap di rumah Mama.” “Sialan, Leon.” “Valda. Jangan seperti itu pada Leon, dia itu suamimu.” “Aku ingin bercerai dengannya,” ucap Sakna dengan lantang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD